Istilah Shalat (3)

       Banyak sekali ketentuan hukum dalam Islam, yang jika dianalisa secara ilmiah, memberikan faedah positif efektif bagi manusia dalam bidang sosiologi dan ekonomi, hal mana tidak pernah didapat pada agama lain, apalagi dalam bidang ubudiyah dan keaslian dasar Islam itu sendiri. Kini diketahui satu-satunya Kitab Suci agama yang isinya khusus firman ALLAH hanyalah Alquran yang selarna 15 abad tetap asli tanpa campuran saduran dan pemalsuan diri penulisannya.
       Di antara begitu banyak kelebihan tadi termasuk masalah Shalat, Puasa, dan Waktu yang sengaja kita jadikan judul buku ini. Dan Alquran sebagai satu-satunya sumber hukum bagi Islam, maka penganalisaan kita hanya didasarkan atas wahyu ALLAH yanq tercantum dalam Kitab Suci itu pula pada mana hendaknya setiap Mukmin berpendirian kukuh :

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَ‌ٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣
6:153. Bahwa ini adalah tuntunan-KU yang kukuh maka ikutilah dia, jangan ikuti garis-garis hukum lain lalu memecah kamu dari garis hukum-NYA. Itulah yang DIA wasiatkan padamu semoga kamu menginsafi.
اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ ﴿٣
7:3. Ikutitah yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, jangan ikut pimpinan selain DIA. Sangat sedikit yang kamu pikirkan.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ ﴿١٦
57:16. Bukankah kini bagi orang-orang beriman agar hati mereka tenang untuk memikirkan ALLAH dan hal logis yang DIA turunkan, dan tidak seperti orang-orang diberi Kitab dulunya? Telah panjang jangka waktu atas mereka, maka hati mereka jadi keras, dan banyak dari mereka adalah fasik.
       Shalat atau Shalaah adalah istilah khas tercantum dalam Alquran, abstract noun dari verb Shalla, dan orang-orang yang melakukannya disebut Mushalluun, termuat dalam Ayat 70:22, 74:43 dan 107:4. Sementara pusat tempat melakukannya disebut Mushalla tertulis pada Ayat 2:125.
       Istilah Shalat itu sendiri banyak sekali kita dapati dalam Alquran, yaitu pada Ayat 2:3, 2:43, 2:45, 2:83, 2:110, 2:153, 2:177, 2:238, 2:277, 4:43, 4:77, 4:101, 4:102, 4:l03, 4:142. 4:162, 5:6, 5:12, 5:55, 5:58, 5:91, 5:106, 6:72, 6:92, 7:170, 8:3, 8:35, 9:5, 9:1l, 9:18, 9 :54, 9:71, 9:103, l0:87, 11:87, 11:114, 13:22, 14:31, 14:37, 14:40, 17:78. l7:l10, 19:31, 19:55, 19:59, 20:14, 20:132, 21:73, 22:35, 22:41, 22:78, 23:2, 24:37, 24:41, 24:56, 24:58, 27:3, 29:45, 30:31, 31:4, 31:17, 33:33, 35:18, 35:29, 42:38, 58:13, 62:9, 62:10, 70:23, 73:20, dan 98:5.
       Sebagai singular, maka Shalat mempunyai plural number dengan istilah Shalawaat, tercantum pada Ayat 2:157, 2:238, 9:99, 22:40, dan 70:22.
       Shalat ialah tindakan memuliakan ALLAH yang Esa Kuasa dengan cara tertentu dalam Islam, khusus ditujukan pada ALLAH tidak boleh dilakukan terhadap apa saja dan siapa saja selain DIA. Shalat tidak cocok diartikan dengan Sembahyang karena istilah ini berasal dari "menyembah Hiyang". Juga tidak benar diartikan dengan Worship atau Prayer karena kedua istilah itu berarti penyembahan, pemujaan atau permohonan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara.
       Dalam Alquran, "Worship disebut dengan “IBADAH” verb-nya ‘ABADA berarti "menyembah". Dan "Prayer" disebut dengan DU'AA-U, verb-nya DA'AA berarti "memohon" atau "menyeru’. Sementara itu, "pemujaan" disebut dengan SITRU sebagai tercantum pada Ayat 18:90. Ada orang yang menjadikan surya sebagai Sitru-nya, dan ada yang menyembah thagut dan jin, dan ada yang sujud untuk Surya dan sebagainya seperti termuat pada Ayat 5:160, 27:24, 34:41, dan 39:17, tetapi Alquran tidak pernah memakai istilah Shalat kecuali ditujukan pada ALLAH saja. Sehubungan dengan ini dan cara khusus yang harus berlaku untuk Shalat maka istilah ini haruslah diartikan dengan Shalat juga, tidak mungkin dengan istilah lain.
       Istilah Shalat tidak dapat diartikan dengan istilah lain walau dalam bahasa asing mana pun karena tidak ada sesuatu yang benar-benar cocok persis untuk terjemahannya. Kalau tadi dikatakan bahwa Shalat adalah abstract noun dari Shalla, tetapi pada hakekatnya kita lebih condong untuk menyebutnya selaku proper noun atau suatu nama yang tidak boleh diartikan dengan istilah lain. Keadaannya sama dengan istilah Malaikat yang tidak cocok diartikan dengan Angel atau Bidadari sebagai feminine gender, padahal dia neuter gender. Juga bersamaan dengan proper noun lain seperti Muhammad yang tidak boleh diartikan dengan Yang Terpuji. Makkah harus disebut Makkah dalam bahasa apa pun, dan ALLAH harus disebut ALLAH selaku nama yang tidak boleh diartikan.
      Shalla selaku verb dari Shalat tidak boleh diartikan dengan bersembahyang sebagaimana biasanya disebut orang, tetapi haruslah diartikan "ber-Shalat" atau "melakukan Shalat" selaku terjemahannya yang tercantum pada Ayat 3:39, 4:102, 75:31, 87:15, 96:10, dan 108:2.
       Ayat 3:39 menerangkan bahwa Nabi Zakaria sewaktu berdiri hendak melakukan Shalat diberi kabar oleh malaikat bahwa dia akan mendapat anak yang dinamakan Yahya. Ayat 4:102 menjelaskan cara ber-Shalat dalam suasana perang, bahwa Shalat itu wajib dilakukan pada waktunya selagi orang masih hidup dan waras, kecuali dalam keadaan kotor dan pingsan. Ayat 75:31 menerangkan suatu ciri penduduk Neraka ialah tidak melakukan Shalat di dunia kini. Sementara Ayat 87:15 mengungkapkan bahwa Shalat adalah kunci utama untuk masuk Surga di Akhirat nanti. Ayat 96:10 memberi pertanda tentang ciri musuh Islam, melarang atau menjuruskan orang kepada meninggalkan Shalat. Sedangkan Ayat 108:2 memuat perintah bagi setiap Muslim untuk melakukan Shalat dan berjuang.

Sebelum lebih jauh membaca artikel ini, alangkah baiknya memahami kembali bab-bab sebelumnya, yaitu pada : Istilah Shalat (1), Definisi Agama (2)      

     Ada empat Ayat Suci-lagi yang mengandung istilah Shalat, yaitu Ayat 9:44, 9:103, dan 33:43, 33:56 yang masing-masingnya harus dipahami secara wajar: Terjemahannyi sebagai berikut;
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ ﴿٨٤﴾
9:84. Janganlah shalat (Shalla 'ala) selamanya untuk seseorang yang mati dari mereka, dan jangan berdiri diatas kuburnya. Bahwa mereka telah kafir pada ALLAH dan Rasul-NYA, dan mereka mati sedangkan mereka fasik.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿١٠٣﴾
9:103. Ambillah sedekah dari harta mereka untuk mensucikan mereka dan mencerdaskan mereka dengannya, dan Shalatlah untuk mereka, bahwa Shalatmu penenang bagi mereka, dan ALLAH mendengar mengetahui.
       Ayat 9:84 secara terang melarang orang Islam melakukan Shalat mayat orang kafir begitu pun berdiri di atas kuburnya untuk memuliakan atau menghormati jasanya sewaktu dulu. Hal ini menjadi realisasi dari sikap setiap Muslim yang tercantum dalam Ayat 48:29 dan 60:4, bersikap keras terhadap orang kafir dan berkasih sayang sesama Muslim.
       Bagaimana pula seorang Muslim akan memuliakan orang kafir padahal jadi musuhnya, dan bagaimana dia akan melakukan Shalat mayat orang kafir itu padahai dalam Shalat tersebut dia memintakan ampun untuk orang kafir itu selaku perbuatan terlarang baginya termuat pada Ayat 9:113 dan 9:114.
       Secara nyata Ayat 9:84 melarang orang Islam memuliakan orang kafir apalagi melakukan Shalat untuk mayatnya. Jika ini dilakukan juga tentulah pelaku itu menyanggah larangan ALLAH, walaupun yang mati itu adalah anggota keluarganya sendiri. Semoga ketentuan ALLAH tersebut jadi bahan pertimbangan bagi mereka yang menyatakan dirinya Muslim tetapi tidak menjalani hidupnya menurut hukum Islam hingga mayatnya kemudian itu menjadi keraguan bagi orang-orang yang masih hidup tentang apakah dia Muslim atau kafir.
       Sekaligus Ayat 9:84 menjadi tantangan terhadap sementara agama dimana pemimpinnya memberi ampun atau memintakan ampun bagi mayat yang ada di sisinya tanpa mengetahui apakah mayat itu sewaktu hidupnya seagama dengan dia atau tidak.
       Sebaliknya Ayat 9:103 menjadi sumber hukum bagi masyarakat Islam untuk melakukan Shalat mayat orang Islam, yang selama ini menjadi keraguan bagi setengah orang, apakah wajib dilakukan Shalat mayat orang Islam begitu atau tidak. Dengan nyata Ayat 9:103 memerintahkan agar untuk mayat itu dilakukan Shalat selaku penenang. Penenang dalam hal ini berfungsi dua: yang pertama, bagi nrereka yang masih hidup agar menjalankan hukum Islam yang diredhai ALLAH dan agar mereka bertekad tidak akan mati kecuali selaku orang Islam, Yang kedua, bagi mereka yang jadi mayat untuk siapa orang-orang Islam melakukan Shalat dan memintakan ampun untuknya:
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا ﴿٤٣﴾
33:43. DIA-lah yang memuliakan (Shalla 'ala) kamu begitupun malekat-NYA agar DIA keluarkan kamu dari kegelapun kepada sinar, dan DIA penyayang pada orang-orang beriman.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾
33:56. Bahwa ALLAH dan malekat-NYA memuliakan Nabi. Wahai orang-orang beriman, muliakanlah dia dan ucapkanlah salaam dengan ke-lslaman.
       Pada beberapa Ayat Suci, istilah Shalla kita artikan dengan "melakukan Shalat", tetapi pada Ayat 33:43 dan 33:56 kita artikan dengan "memuliakan". Sebenarnya hal itu bukanlah suatu kontradiksi karena istilah Shalla itu sendiri sebenarnya berarti "memuliakan" dengan cara tertentu menurut Islam, terbukti dari kandungan kedua Ayat Suci yang terjemahnya dikutipkan di atas ini. Kalau istilah Shalla yang termuat pada ayat 33:43 dan 33:56 kita artikan dengan "melakukan Shalat" seperti pada Ayat Suci lain, mungkin akan timbul anggapan bahwa ALLAH dan malekat-NYA melakukan Shalat seperti yang dilakukan manusia, suatu hal mustahil, karenanya kita memakai arti sebenarnya yaitu "memuliakarr". Jadi, ALLAH dan malekat-NYA memuliakan Nabi, dan orang-orang beriman semuanya diperintah memuliakan Nabi dengan ucapan salaam yang biasanya disebut Shalawat Nabi serta melakukan hukum Islam yang disampaikannya dalam kehidupan sehari-hari.  >> Baca lanjutannya : Istilah shalat (4)
      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Over View

PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DI MADRASAH

(Nana Masrur) Kompetensi Dasar : Mampu Menguraikan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam di Madrasah Indikator : Madrasah dan Perkemb...