Bayi Tabung
Dalam upaya menolong para wanita yang
sulit hamil,
dunia kedokteran mengembangkan sebuah metode baru, yang dikenal sebagai
program
bayi tabung.
Program bayi tabung adalah melalui proses penanaman sperma dari pihak
pria, kepada ovum dari pihak wanita, yang ditampung pada
sebuah tabung,
dalam jangka waktu dan derajat panas tertentu,
seperti berada dalam
rahim ibu.
Tentang hukum inseminasi buatan (penanaman sperma), para ulama umumnya berpendapat
apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri sendiri,
kemudian disuntikkan ke dalam rahim istri, asal keadaan kondisi
suami-isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi
buatan untuk memperoleh anak,
dibolehkan.
Hal ini sesuai dengan kaidah hukum fiqh islam :
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu)
diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency). Pada keadaan
darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang.
Di antara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan
inseminasi buatan
yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry.
Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis ini Majelis
Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis
Ulama` DKI jakarta, dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang berpusat
di Jeddah, Saudi.
Adapun bila
spermanya dari seorang laki-laki yang didapat tanpa pernikahan yang sah,
para ulama dalam kasus ini mengharamkannya.
Di antara yang mengharamkan cara tersebut adalah Lembaga fiqih Islam
OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Syekh Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy,
al-Ribashy dan Zakaria Ahmad al-Barry.
Mereka umumnya mempertimbangkan dikhawatirkan adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.
Dalam hal ini ada keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang bayi tabung atau inseminasi buatan, yakni :
1. Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan
suami isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk
ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri
yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama)
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum
dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah,
sebab hal ini akan menimbulkan masala~ yang pelik, baik dalam kaitannya
dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan
suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina),
dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan
terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Proses Kelahiran Normal :
Video
Sumber :
inilah.com