5. Bolehkah orang menyusun ketentuan hukum pokok diluar garis yang telah ditetapkan ALLAH dalam Alquran ?

•••

Pada dasarnya manusia adalah zalim dan bodoh. Hal ini disebutkan pada ayat 33/72. Manusia itu dikatakan zalim karena setiap lebih banyak berfikir dan bertindak untuk kepentingan dirinya daripada untuk kepentingan orang lain. Jika orang-orang begitu diizinkan menyusun ketentuan hukum pokok maka hukum itu akan memperlihatkan kepincangan, berat sebelah, tidak berupa keadilan merata, dan praktis menimbulkan kegelisahandan tantangan dari fihak yang dirugikan.

Dan manusia itu dikatakan bodoh karena setiap orang dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih dekat berhubungan dengan dirinya, maka jangkauan fikirannya pendek sekali, itupun tidak melingkupi segala aspek kehidupan. Masing-masingnya mengalami unsur puluhan tahun, ralitif pendek untuk menyelami dan menyadari keadaan yang berlaku dan yang harus dilakukan. Ditambah lagi oleh tradisi nenek moyang yang dulunya berbuat tanpa ilmu tentang sebab dan akibat. jika orang-orang ini diberi keizinan untuk menyusun ketentuan hukum sendiri, praktislah hukum itu tidak akan menguntungkan.

Jadi kebodohan dan kezaliman manusia itu sendiri menjadi penghalang bagi usahanya untuk menyusun hukum sendiri diluar garis yang telah ditentukan ALLAH. Apalagi jika ditinjau dari segi kehidupan yang nantinya harus berulang di Akhirat dimana setiap diri wajib menerima resiko dari tindaktanduknya zahir bathin selama hidup kini. Menegnai akibat Akhirat yang pasti terwujud itu, semua manusia ternyata bodoh, tidak mengetahui apa-apa kecuali berdasarkan firman-firman ALLAH yang menerangkan secara logis.

Kesadaran manusia tentang sesuatu datangnya sedikit demi sedikit, berangsur-angsur, sesuai dengan pembukaan yang ditentukan ALLAH, karenanya tampaklah hal-hal yang dulunya dikatakan benar, kini berubah menurut kesadaran yang diperoleh, dan besok akan diperbaiki lagi sesuai dengan perkembangan yang berlaku. Mereka meraba-raba dalam peradaban, maju secara zigzag dan kadang-kadang berbelok 270 derajat, tanpa sadarnya kembali pada titik peradaban bermula. Untuk semua itu ayat 5/50 menyatakan bahwa selain hukum yang diturunkan ALLAH adalah hukum kebodohan, kolot, dan hukum yang diturunkan-NYA adalah satu-satunya yang sempurna. DIA menurunkan hukum itu sesuai dengan kehidupan manusia sendiri zahir bathin, dunia dan akhirat, sebagai dinyatakan-NYA dalam ayat 30/30, pada mana ALLAH tidak akan mendapat untung apa-apa kecuali karena rahman dan rihim-NYA pada manusia ramai.

Pada ayat 6/82 dinyatakan bahwa siapa-siapa yang menjalani hukum ALLAH tanpa mencampurinya dengan kezaliman maka untuknya dalah keamanan dan kemakmuran. Jadi untuk mendapatkan kemakmuran hanyalah dengan mematuhi hukum yang diturunkan ALLAH saja. Selain dari itu tidak mungkin. Tentang ini orang boleh memeriksa lembaran sejarah yang berlakudimana kemakmuran dan kemusnahan silih berganti sebagai realita dari ketentuan janji ALLAH tersebut. Seterusnya perhatikanlah maksud ayat:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَ‌ٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣

6/153. Dan bahwa (Alquran) ini adalah tuntunan-KU yang kukuh maka ikutlah dia, dan janganlah ikuti garis-garis hukum (yang lain), lalu hal itu memecah belah kamu dari garis hukum-NYA. Demikianlah kamu DIA wasiatkan dengannya(Alquran), semoga kamu menginsafi.

Pada dasarnya manusia adalah zalim dan bodoh. Hal ini disebutkan pada ayat 33/72. Manusia itu dikatakan zalim karena setiap lebih banyak berfikir dan bertindak untuk kepentingan dirinya daripada untuk kepentingan orang lain. Jika orang-orang begitu diizinkan menyusun ketentuan hukum pokok maka hukum itu akan memperlihatkan kepincangan, berat sebelah, tidak berupa keadilan merata, dan praktis menimbulkan kegelisahandan tantangan dari fihak yang dirugikan.

Dan manusia itu dikatakan bodoh karena setiap orang dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih dekat berhubungan dengan dirinya, maka jangkauan fikirannya pendek sekali, itupun tidak melingkupi segala aspek kehidupan. Masing-masingnya mengalami unsur puluhan tahun, ralitif pendek untuk menyelami dan menyadari keadaan yang berlaku dan yang harus dilakukan. Ditambah lagi oleh tradisi nenek moyang yang dulunya berbuat tanpa ilmu tentang sebab dan akibat. jika orang-orang ini diberi keizinan untuk menyusun ketentuan hukum sendiri, praktislah hukum itu tidak akan menguntungkan.

Jadi kebodohan dan kezaliman manusia itu sendiri menjadi penghalang bagi usahanya untuk menyusun hukum sendiri diluar garis yang telah ditentukan ALLAH. Apalagi jika ditinjau dari segi kehidupan yang nantinya harus berulang di Akhirat dimana setiap diri wajib menerima resiko dari tindaktanduknya zahir bathin selama hidup kini. Menegnai akibat Akhirat yang pasti terwujud itu, semua manusia ternyata bodoh, tidak mengetahui apa-apa kecuali berdasarkan firman-firman ALLAH yang menerangkan secara logis.

Kesadaran manusia tentang sesuatu datangnya sedikit demi sedikit, berangsur-angsur, sesuai dengan pembukaan yang ditentukan ALLAH, karenanya tampaklah hal-hal yang dulunya dikatakan benar, kini berubah menurut kesadaran yang diperoleh, dan besok akan diperbaiki lagi sesuai dengan perkembangan yang berlaku. Mereka meraba-raba dalam peradaban, maju secara zigzag dan kadang-kadang berbelok 270 derajat, tanpa sadarnya kembali pada titik peradaban bermula. Untuk semua itu ayat 5/50 menyatakan bahwa selain hukum yang diturunkan ALLAH adalah hukum kebodohan, kolot, dan hukum yang diturunkan-NYA adalah satu-satunya yang sempurna. DIA menurunkan hukum itu sesuai dengan kehidupan manusia sendiri zahir bathin, dunia dan akhirat, sebagai dinyatakan-NYA dalam ayat 30/30, pada mana ALLAH tidak akan mendapat untung apa-apa kecuali karena rahman dan rihim-NYA pada manusia ramai.

Pada ayat 6/82 dinyatakan bahwa siapa-siapa yang menjalani hukum ALLAH tanpa mencampurinya dengan kezaliman maka untuknya dalah keamanan dan kemakmuran. Jadi untuk mendapatkan kemakmuran hanyalah dengan mematuhi hukum yang diturunkan ALLAH saja. Selain dari itu tidak mungkin. Tentang ini orang boleh memeriksa lembaran sejarah yang berlakudimana kemakmuran dan kemusnahan silih berganti sebagai realita dari ketentuan janji ALLAH tersebut. Seterusnya perhatikanlah maksud ayat:

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَ‌ٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣

6/153. Dan bahwa (Alquran) ini adalah tuntunan-KU yang kukuh maka ikutlah dia, dan janganlah ikuti garis-garis hukum (yang lain), lalu hal itu memecah belah kamu dari garis hukum-NYA. Demikianlah kamu DIA wasiatkan dengannya(Alquran), semoga kamu menginsafi.

•••

4. Bagaimana cara mendapatkan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dilaksanakan?

•••

Alquran memberikan pokok-pokok tentang ketentuan hukum yang harus berlaku di segala bidang kehidupan manusia. Semuanya adalah hukum tertulis nyata, sedangkan hukum tambahan tak tertulis nyata sesuai dengan maksud ayat 3/104, 5/105, 11/7, dan 39/18 tadi.

Secara terangALLAH menyatakandalam ayat 5/49 bahwa orang harus memberikan hukum berdasarkan Firman-Firman-NYA yang terkandungdalam Alquran, dan orang dilarang keras untuk mengikuti ajakan mematuhi hukum lain. Begitupula ayat13/37 menjelaskan bahwa Alquran itu mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang harus berlaku dalam kehidupan sehari-hari, maka siapa-siapa yang mengelak dari ketentuan tersebut pastiakan menemui kecelakaan di dunia kini dan di akhirat nanti.

Orang boleh mengadakan hukum tambahan dalam hal-hal yang diperlukan di berbagai lapangan kehidupan, tetapi semuanya tidak boleh bertentanganataupun menyimpang dari ketentuan-ketentuan hukum pokok yang terkandung dalam Alquran. Untuk ketegasan hukum tambahan itu, masyarakat manusia menjadikannya berupa hukum tertulis secra transparansi bagi segala lapangankehidupan, baik yang menyangkut dengan keadaan setempat maupun yang sehubungan dengan dunia international.

Dibawah ini dikutipkan maksud ayat suci tentang hal-hal yang dibicarakan:

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤

3/104. Dan hendaklah ada dari kamu ummat yang menyeru kepada kebaikan dan menyuruh dengan yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Itulah orang-orang yang menang.

اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ ﴿٣ 7/3. Ikutilah apa-apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah mengikuti selain DIA selaku pimpinan, sedikit saja yang apa-apa yang kamu pikirkan.

7. Siapa-siapakah yang harus dipilih jadi Ulil Amri ataupun pimpinan dalam masyarakat?

•••

Orang-orang yang harus dipilih menjadi pimpinan dalam masyarakat tentulah orang-orang yang mempunyai pengetahuan luas tentang urusan yang ditugaskan padanya dengan syarat-syarat tertentu bahwa dalam kehidupannya sehari-hari dia selalu memperlihatkan sikap mendambakan diri pada ALLAH serta hukum-hukum yang terkandung dalam Alquran. Pengabdian demikian dilakukannya dengan keinsyafan tentang salah benarnya atau buruk baiknya, bukan ataskebiasaan tradisi pusaka yang berlaku dalam masyarakat. Begitupun pimpinan tersebut bukanlah dipi;ih tersebab kedudukannya, keturunan, ataupun kekayaannya. Seterusnya bukanlah pimpinan dipilih atas dasar kekeluargaan, hubungan sedarah dan sebagainya.

Orang-orang yang dipilih untuk jadi pemimpin boleh saja dari bangsa lain, berlainan warna kulit, asal saja memenuhi syarat, yaitu berilmu, memiliki keinsyafan, dan sikap mendambakan diri pada hukum yang diturunkan ALLAH. Tentang ini Alquran memberikan ketentuan:

1. Pada ayat 49/10 dinyatakan bahwa orang-orang beriman itu bersaudara, maka berbuat baiklah sesama saudara. Ayat suci inisecara terang menyatakan bahwa persaudaraan hanyalah ditimbulkan oleh kesatuankepercayaan, bukan atas hubungan darah dan famili. Maka dari sebab berlainan kepercayaan itu dulunya Ibrahim berpisah dari bapaknya yang bernama Azar seperti tercantum pada ayat 60/4. Dan tersebab itu juga Nuh berpisah dari anak kandungnya sendiri yang oleh ALLAH dikatakan tidak jadi anggota keluarganya. Perhatikanlah maksud ayat 11/46.

2. Ayat 5/55 dan 5/56 menyatakan bahwa orang-orang yang dijadikan pimpinan haruslah terdiri dari orang-orang beriman serta mendirikan Shalat dan memberikan zakat. Dengan perpaduan sama-sama beriman demikian terbentuklah kesatuan kukuh yang oleh ALLAH dikatakan golongan-NYA, pasti menangdalam kehidupan.

Ayat 8/73 menyatakan bahwa orang-orang beriman yang berjuang pada garis hukum ALLAH dengan harta benda dan dirinya, dan orang-orang yang melindungi serta membantuperjuangan tersebut, itulah orang-orang yang diantara mereka dipilih jadi pimpinan.

Ayat 9/71 menyatakan orang-orang Mukminin dan Mukminat setengahnya jadi pimpinan atas setengahnya dengan sikap amar makruf nahi mungkar serta mendirikan Shalat dan memberikan zakat. Mereka mematuhi ALLAH dan hukum yang disampaikan Rasul-Rasul-NYA. Dengan keterangan diatas, teranglah siapa-siapa yang harus dipilih jadi pimpinan dalam masyarakat, dan terang pula siapa-siapa yang jadi anggota keluarga serta saudara dalm pejuangan hidup.

•••

Over View

PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DI MADRASAH

(Nana Masrur) Kompetensi Dasar : Mampu Menguraikan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam di Madrasah Indikator : Madrasah dan Perkemb...