Banyak sekali ketentuan
hukum dalam Islam, yang jika dianalisa secara ilmiah, memberikan faedah
positif efektif bagi manusia dalam bidang sosiologi dan ekonomi, hal
mana tidak pernah didapat pada agama lain, apalagi dalam bidang ubudiyah
dan keaslian dasar Islam itu sendiri. Kini diketahui satu-satunya Kitab
Suci agama yang isinya khusus firman ALLAH hanyalah Alquran yang
selarna 15 abad tetap asli tanpa campuran saduran dan pemalsuan diri
penulisannya.
Di antara begitu banyak kelebihan tadi termasuk masalah
Shalat, Puasa, dan Waktu yang sengaja kita jadikan judul buku ini. Dan
Alquran sebagai satu-satunya sumber hukum bagi Islam, maka penganalisaan
kita hanya didasarkan atas wahyu ALLAH yanq tercantum dalam Kitab Suci
itu pula pada mana hendaknya setiap Mukmin berpendirian kukuh :
وَأَنَّ
هَـٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا
السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٥٣
6:153.
Bahwa ini adalah tuntunan-KU yang kukuh maka ikutilah dia, jangan ikuti
garis-garis hukum lain lalu memecah kamu dari garis hukum-NYA. Itulah
yang DIA wasiatkan padamu semoga kamu menginsafi.
اتَّبِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ ﴿٣
7:3. Ikutitah yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, jangan ikut pimpinan selain DIA. Sangat sedikit yang kamu pikirkan.
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ
وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا
الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ
وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ ﴿١٦
57:16.
Bukankah kini bagi orang-orang beriman agar hati mereka tenang untuk
memikirkan ALLAH dan hal logis yang DIA turunkan, dan tidak seperti
orang-orang diberi Kitab dulunya? Telah panjang jangka waktu atas
mereka, maka hati mereka jadi keras, dan banyak dari mereka adalah
fasik.
Shalat atau Shalaah adalah istilah
khas tercantum dalam Alquran, abstract noun dari verb Shalla, dan
orang-orang yang melakukannya disebut Mushalluun, termuat dalam Ayat
70:22, 74:43 dan 107:4. Sementara pusat tempat melakukannya disebut
Mushalla tertulis pada Ayat 2:125.
Istilah Shalat itu
sendiri banyak sekali kita dapati dalam Alquran, yaitu pada Ayat 2:3,
2:43, 2:45, 2:83, 2:110, 2:153, 2:177, 2:238, 2:277, 4:43, 4:77, 4:101,
4:102, 4:l03, 4:142. 4:162, 5:6, 5:12, 5:55, 5:58, 5:91, 5:106, 6:72,
6:92, 7:170, 8:3, 8:35, 9:5, 9:1l, 9:18, 9 :54, 9:71, 9:103, l0:87,
11:87, 11:114, 13:22, 14:31, 14:37, 14:40, 17:78. l7:l10, 19:31, 19:55,
19:59, 20:14, 20:132, 21:73, 22:35, 22:41, 22:78, 23:2, 24:37, 24:41,
24:56, 24:58, 27:3, 29:45, 30:31, 31:4, 31:17, 33:33, 35:18, 35:29,
42:38, 58:13, 62:9, 62:10, 70:23, 73:20, dan 98:5.
Sebagai
singular, maka Shalat mempunyai plural number dengan istilah Shalawaat,
tercantum pada Ayat 2:157, 2:238, 9:99, 22:40, dan 70:22.
Shalat ialah tindakan memuliakan ALLAH yang Esa Kuasa dengan cara
tertentu dalam Islam, khusus ditujukan pada ALLAH tidak boleh dilakukan
terhadap apa saja dan siapa saja selain DIA. Shalat tidak cocok
diartikan dengan Sembahyang karena istilah ini berasal dari "menyembah
Hiyang". Juga tidak benar diartikan dengan Worship atau Prayer karena
kedua istilah itu berarti penyembahan, pemujaan atau permohonan yang
dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Dalam Alquran,
"Worship disebut dengan “IBADAH” verb-nya ‘ABADA berarti "menyembah".
Dan "Prayer" disebut dengan DU'AA-U, verb-nya DA'AA berarti "memohon"
atau "menyeru’. Sementara itu, "pemujaan" disebut dengan SITRU sebagai
tercantum pada Ayat 18:90. Ada orang yang menjadikan surya sebagai
Sitru-nya, dan ada yang menyembah thagut dan jin, dan ada yang sujud
untuk Surya dan sebagainya seperti termuat pada Ayat 5:160, 27:24,
34:41, dan 39:17, tetapi Alquran tidak pernah memakai istilah Shalat
kecuali ditujukan pada ALLAH saja. Sehubungan dengan ini dan cara khusus
yang harus berlaku untuk Shalat maka istilah ini haruslah diartikan
dengan Shalat juga, tidak mungkin dengan istilah lain.
Istilah Shalat tidak dapat diartikan dengan istilah lain walau dalam
bahasa asing mana pun karena tidak ada sesuatu yang benar-benar cocok
persis untuk terjemahannya. Kalau tadi dikatakan bahwa Shalat adalah
abstract noun dari Shalla, tetapi pada hakekatnya kita lebih condong
untuk menyebutnya selaku proper noun atau suatu nama yang tidak boleh
diartikan dengan istilah lain. Keadaannya sama dengan istilah Malaikat
yang tidak cocok diartikan dengan Angel atau Bidadari sebagai feminine
gender, padahal dia neuter gender. Juga bersamaan dengan
proper noun lain seperti Muhammad yang tidak boleh diartikan dengan Yang
Terpuji. Makkah harus disebut Makkah dalam bahasa apa pun, dan ALLAH
harus disebut ALLAH selaku nama yang tidak boleh diartikan.
Shalla selaku verb dari Shalat tidak boleh diartikan dengan
bersembahyang sebagaimana biasanya disebut orang, tetapi haruslah
diartikan "ber-Shalat" atau "melakukan Shalat" selaku terjemahannya yang
tercantum pada Ayat 3:39, 4:102, 75:31, 87:15, 96:10, dan 108:2.
Ayat 3:39 menerangkan bahwa Nabi Zakaria sewaktu berdiri hendak
melakukan Shalat diberi kabar oleh malaikat bahwa dia akan mendapat anak
yang dinamakan Yahya. Ayat 4:102 menjelaskan cara ber-Shalat dalam
suasana perang, bahwa Shalat itu wajib dilakukan pada waktunya selagi
orang masih hidup dan waras, kecuali dalam keadaan kotor dan pingsan.
Ayat 75:31 menerangkan suatu ciri penduduk Neraka ialah tidak melakukan
Shalat di dunia kini. Sementara Ayat 87:15 mengungkapkan bahwa Shalat
adalah kunci utama untuk masuk Surga di Akhirat nanti. Ayat 96:10
memberi pertanda tentang ciri musuh Islam, melarang atau menjuruskan
orang kepada meninggalkan Shalat. Sedangkan Ayat 108:2 memuat perintah
bagi setiap Muslim untuk melakukan Shalat dan berjuang.
Sebelum lebih jauh membaca artikel ini, alangkah baiknya memahami kembali bab-bab sebelumnya, yaitu pada : Istilah Shalat (1), Definisi Agama (2)
Ada empat Ayat Suci-lagi yang mengandung istilah Shalat, yaitu Ayat 9:44, 9:103, dan 33:43, 33:56 yang masing-masingnya harus dipahami secara wajar: Terjemahannyi sebagai berikut;
وَلَا تُصَلِّ
عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ
إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
﴿٨٤﴾
9:84. Janganlah shalat (Shalla 'ala) selamanya untuk seseorang yang mati dari mereka, dan jangan berdiri diatas kuburnya. Bahwa mereka telah kafir pada ALLAH dan Rasul-NYA, dan mereka mati sedangkan mereka fasik.
خُذْ
مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ
عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
﴿١٠٣﴾
9:103. Ambillah sedekah dari harta mereka untuk mensucikan mereka dan mencerdaskan mereka dengannya, dan Shalatlah untuk mereka, bahwa Shalatmu penenang bagi mereka, dan ALLAH mendengar mengetahui.
Ayat
9:84 secara terang melarang orang Islam melakukan Shalat mayat orang
kafir begitu pun berdiri di atas kuburnya untuk memuliakan atau
menghormati jasanya sewaktu dulu. Hal ini menjadi realisasi dari sikap
setiap Muslim yang tercantum dalam Ayat 48:29 dan 60:4, bersikap keras
terhadap orang kafir dan berkasih sayang sesama Muslim.
Bagaimana
pula seorang Muslim akan memuliakan orang kafir padahal jadi musuhnya,
dan bagaimana dia akan melakukan Shalat mayat orang kafir itu padahai
dalam Shalat tersebut dia memintakan ampun untuk orang kafir itu selaku
perbuatan terlarang baginya termuat pada Ayat 9:113 dan 9:114.
Secara
nyata Ayat 9:84 melarang orang Islam memuliakan orang kafir apalagi
melakukan Shalat untuk mayatnya. Jika ini dilakukan juga tentulah pelaku
itu menyanggah larangan ALLAH, walaupun yang mati itu adalah anggota
keluarganya sendiri. Semoga ketentuan ALLAH tersebut jadi bahan
pertimbangan bagi mereka yang menyatakan dirinya Muslim tetapi tidak
menjalani hidupnya menurut hukum Islam hingga mayatnya kemudian itu
menjadi keraguan bagi orang-orang yang masih hidup tentang apakah dia
Muslim atau kafir.
Sekaligus Ayat 9:84 menjadi
tantangan terhadap sementara agama dimana pemimpinnya memberi ampun atau
memintakan ampun bagi mayat yang ada di sisinya tanpa mengetahui apakah
mayat itu sewaktu hidupnya seagama dengan dia atau tidak.
Sebaliknya
Ayat 9:103 menjadi sumber hukum bagi masyarakat Islam untuk melakukan
Shalat mayat orang Islam, yang selama ini menjadi keraguan bagi setengah
orang, apakah wajib dilakukan Shalat mayat orang Islam begitu atau
tidak. Dengan nyata Ayat 9:103 memerintahkan agar untuk mayat itu
dilakukan Shalat selaku penenang. Penenang dalam hal ini berfungsi dua:
yang pertama, bagi nrereka yang masih hidup agar menjalankan hukum Islam
yang diredhai ALLAH dan agar mereka bertekad tidak akan mati kecuali
selaku orang Islam, Yang kedua, bagi mereka yang jadi mayat untuk siapa
orang-orang Islam melakukan Shalat dan memintakan ampun untuknya:
هُوَ
الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا ﴿٤٣﴾
33:43. DIA-lah yang memuliakan (Shalla 'ala) kamu begitupun malekat-NYA agar DIA keluarkan kamu dari kegelapun kepada sinar, dan DIA penyayang pada orang-orang beriman.
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾
33:56. Bahwa ALLAH dan malekat-NYA memuliakan Nabi. Wahai orang-orang beriman, muliakanlah dia dan ucapkanlah salaam dengan ke-lslaman.
Pada
beberapa Ayat Suci, istilah Shalla kita artikan dengan "melakukan
Shalat", tetapi pada Ayat 33:43 dan 33:56 kita artikan dengan
"memuliakan". Sebenarnya hal itu bukanlah suatu kontradiksi karena
istilah Shalla itu sendiri sebenarnya berarti "memuliakan" dengan cara
tertentu menurut Islam, terbukti dari kandungan kedua Ayat Suci yang
terjemahnya dikutipkan di atas ini. Kalau istilah Shalla yang termuat
pada ayat 33:43 dan 33:56 kita artikan dengan "melakukan Shalat" seperti
pada Ayat Suci lain, mungkin akan timbul anggapan bahwa ALLAH dan
malekat-NYA melakukan Shalat seperti yang dilakukan manusia, suatu hal
mustahil, karenanya kita memakai arti sebenarnya yaitu "memuliakarr".
Jadi, ALLAH dan malekat-NYA memuliakan Nabi, dan orang-orang beriman
semuanya diperintah memuliakan Nabi dengan ucapan salaam yang biasanya
disebut Shalawat Nabi serta melakukan hukum Islam yang disampaikannya
dalam kehidupan sehari-hari. >> Baca lanjutannya : Istilah shalat (4)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar