CARA MEMILIH PEMIMPIN DAN KRITERIA PEMIMPIN
DALAM ANALOGI TERHADAP `IMAAM SHALAAT BERJAMAA`AH
SIAPA YANG BOLEH MENJADI `IMAAM?
Tak setiap orang bisa dan boleh menjadi`imaam, karena banyak kriteria dan syarat-syarat yang harus dipenuhi, berkaitan dengan fungsinya sebagai pemimpin orang banyak, menyangkut perihal tugas dan tanggungjawab, hak dan kewajiban, sebagai pengemban `amanah dua arah. Sebaliknya siapa saja boleh jadi ma`mum dengan kriteria dan syarat-syarat yang sangat minim sekedar sebagai alat agar dapat terbentuk masyarakat yang berdisplin, tertib, teratur, dan terkendali.
...
Kata `imaam berasal dari akar kata sama dengan `ummun, berarti uma, mama, induk, biang, ibu (mother); suratu l fatihaati atau surah `al fatihaah, disebut `ummu l qur`aani (induk sang kajian), dan ayat-ayat muhkamaah dalam `al qur`aan disebut `ummu l kitaabi (induk sang kitab) [Q 3:7].
`imaamum, `imaam, berarti pemimpin (leader), ketua (chief), kepala (head), orang yang didepan, yang dimuka; kata-kerjanya `amma - ya`ummu, mengimami, memimpin (to-lead). `imaamatun, imaamah berarti keimaman atau kepemimpinan (leadership). Jadi istilah pemimpin dalam bahasa kita [indonesia], berasal dari istilah `imaam [arab]. Kebalikan `imaam adalah ma`mumum, ma`mum, berarti anggota (member), pengikut (follower), orang yang mengikuti, yang dibelakang. `ummatun, berarti anak-buah, awak (crew) atau rakyat.
...
Dalam memilih pemimpin, apakah pemimpin negara atau daerah, pemimpin bangsa atau suku, pemimpin masyarakat atau kelompok, maka Islam telah memberikan aturan dan pedoman sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat `Al-Qur`aan, sunnatullaah SWT, berikut contoh penerapannya sebagaimana telah diteladankan oleh nabi Muhammad dalam `As-Sunnah, sunnaturrasuwlullaah saw.
PEMILIHAN IMAAM
`Imaam tak boleh mengangkat dirinya sendiri sebagai `imaam, melainkan atas dasar keputusan kesepakatan hasil pemilihan jamaa'ah atas beberapa orang yang dianggap mampu dan memenuhi kriteria dan syarat-syarat untuk menjadi `imaam bagi mereka. Jadi `imaam harus dipilih dan diangkat secara mufakat. Pemilihan `imaam ini tak harus dilakukan oleh semua orang dalam jamaa'ah, tapi cukup oleh beberapa orang berkemampuan dan berwawasan untuk menentukan, yang dapat mewakili bagian-bagian jamaa'ah.
Diteladankan pada shalaat berjamaa'ah, seseorang tak boleh jadi `imaam di satu masjid tanpa persetujuan jamaa'ah pengurus masjid tersebut, dan juga tak boleh jadi`imaam di satu rumah tanpa perkenan tuan-rumah atau shahiybul bayit.
Sebagaimana ditegaskan Nabi Muhammad rasuwlullaah saw:
laa yahillu li rajulin yyu`wminu bilaahi wa yawmi l `aakhiri `an yya`umma qawmaan `illaa bi `idzni-hi [H:R `Abu Dawuud]
tak dia-hallal seorang-lelakiyang dia-beriman kepada `allaah dan hari`akhir bahwa dia-mengimaami suatu-kaum kecuali dengan idzin-nya [perkenan kaum tersebut].
KRITERIA `IMAAM
Kriteria calon pemimpin perlu dilihat dalam konteks lingkup kepemimpinannya, yaitu sebagai pemimpin apa dan siapa yang akan dipimpin. Sebagai contoh, mungkin kriteria pemilihan `imaam dalam shalat berjamaah, dimana konteksnya adalah shalaat, seperti akan diuraikan berikut, bisa jadi perbandingan. Perihal siapa orang lebih pantas untuk jadi `imaam dalam shalat berjamaa'ah, dibahas dalam hukum fiqih. Meskipun ada beberapa perbedaan dari berbagai madzhab, khususnya madzhab yang empat: hanafiyah, malikiyah, syafi'iyah, hanbaliyah (hanabilah). Tapi pada intinya sama, yaitu terseleksi berdasarkan skala prioritas kriteria ditetapkan, dimana nomor urut prioritas, makin keatas makin utama. Walau dari empat madzhab ada sedikit perbedaan dalam banyaknya kriteria yang ditentukan, tapi pada garis-besar urutannya lebih-kurang sama. Berikut adalah 7 urutan seleksi kriteria pokok dari empat madzhab.
Menurut hadiyts shahih riwayat `Imaam Bukhariy-Musliym, orang yang patut jadi `imam dalam shalaat berjamaa'ah yaitu, yang jika diperbandingkan kepada rerata jamaa'ah yang akan jadi ma`mum, maka:
yang lebih fashih dalam qiraa'ah(pengkajian) atau tilaawah (pembacaan) ayat-ayat `Al-Qur`aan. Jika ada yang sama fashihnya, maka
yang lebih faaqih atau lebih `ahli dalam ilmu fiqih. Jika ada yang setara faaqihnya, maka
yang lebih 'alim dalam hukum shalaat. Jika setara penguasaannya, maka
yang lebih hafal ayat-ayat `Al-Qur`aan. Jika sama hafalnya, maka
yang lebih dulu muslim atau memeluk `islaam. Jika sama berislaamnya, maka
yang lebih dulu hijjrah tinggal disana, pribumi atau tuan-rumah. Jika sama, maka
yang lebih tua usianya (senioritas).
Jika `imaam belum juga terpilih, maka 7 faktor seleksi berikut jadi pertimbangan:
yang lebih 'abdi atau banyak beribadah.
yang lebih taqwa, yaitu yang lebih memelihara diri dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan agama.
yang lebih zaahid, zuhud lebih mendekati urusan`akhirat dan menjauhi urusan dunia.
yang lebih waraa`a, yaitu yang lebih banyak menjauhi masyi`at dan hal-hal yang syubhat.
yang lebih `akhlaq, lebih baik budi-pekerti, tutur-kata dan perilakunya.
yang lebih shilatu r-rahimi, lebih disukai jamaa'ah, atau yang lebih menarik, dan
yang lebih disegani atau dihormati.
Jika masih belum ada `imaam, maka masih ada 7 faktor lagi:
yang lebih bersih penampilannya.
yang lebih baik suaranya.
yang lebih dulu menikah.
yang lebih dulu punya anak.
yang lebih banyak anaknya.
yang lebih dulu dipersilahkan atau diperkenankan, dan
ATURAN `IMAAM DAN MA`MUM
`Imaam harus selalu berada paling depan dan ma'mum harus selalu berada di bagian belakang `imaam. Pada bentukan shaff, aturannya diurut sebagai berikut:
dzakaarun, rajulun (pria, lelaki-dewasa male, man)
khuntsaa (banci, waria, lelaki-perempuan)
binun, `ibnun, walidun (putera, lelaki-kekanak boy)
bintun (puteri, perempuan-kekanak girl), dan
nisaa`un, `imraatun (wanita, perempuan-dewasa female,woman).
Artinya, pria di depan, wanita dibelakang, dan kekanak di tengah agar terjaga.
...
Pada penentuan `imaam, aturannya diurut sebagai berikut:
dzakaarun atau rajulun (pria, lelaki) mengimaami dzakaarun, dan khuntsaa (banci, waria, wadam, lelaki-perempuan), dan nisaa`un atau `imraatun (wanita, perempuan). Tak bisa sebaliknya, sehingga
khuntsaa mengimaami hanya khuntsaa dan nisaa`un; dan
nisaa`un mengimaami hanya nisaa`un.
Shaff terdepan, tepat di belakang `imaam, harus merupakan barisan orang berkemampuan mendekati kemampuan `imaam. Semakin dekat dengan `imaam, harus semakin mampu orangnya. Karena
jika `imaam lupa, keliru atau salah, baik dalam ucapan bacaan ayat maupun dalam gerakan hitungan raka'at, maka dia harus bisa menegur, mengkoreksi.
jika `imaam bathal lalu harus segera mundur, maka dia harus segera maju menjadi `imaam pengganti dan penerus.
jika seusai shalaat `imaam meminta dia untuk berdo'a, maka dia harus bisa.
Jadi sebebaiknya kandungan shaaf adalah yang terdepan dan terdekat dengan `imaam. Kualitas ma`mum dalam shaff ini telah diisyaratkan rasuwlullaah saw, untuk shalaat berjamaa'ah dimana ma`muwm terdiri daripara lelaki dan para perempuan, sesuai hadiyts.
ATURAN MA`MUM MENEGUR `IMAAM
Jika `imaam lupa atau keliru, maka ma`mum terdekat harus mengkoreksi `imaam, dengan aturan sebagai berikut.
jika `imaam lupa atau keliru dalam ucapan ayat, maka harus dikoreksi dengan ucapan yang membetulkan, kecuali tak ada ma`mum yang mampu.
jika `imaam lupa atau keliru dalam gerakan raka'at, maka harus dikoreksi dengan ucapan subhaana llaah, tersanjunglah `Allaah [yang tak-pernah lupa atau keliru].
butir (1) dan (2) ini berlaku hanya bila`imaam lelaki dan ma`mum pengkoreksi juga lelaki, atau bila `imaam perempuan dan ma`mum pengkoreksi juga perempuan. Jika`imaam lelaki dan ma`mum pengkoreksi perempuan, maka tak boleh mengkoreksi dengan suara, karena suara perempuan 'awrat bagi lelaki, melainkan dengan isyarat tepukantangan.
...
Semoga bisa dipahami dan bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar