DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pelaksanaan kegiatan pendidikan, kepala sekolah tidak hanya fokus dalam membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah/madrasah dalam menciptakan program pembelajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik, para guru dan juga tenaga kependidikan. Tetapi sangat diperlukan ketrampilan yang merupakan senidalam mendidik. Semua ini tidak terlepas dari kepribadian yang dimiliki seorangkepala sekolah. Salah satunya dalam menangangani siswa yang mengalami traumatis atau fobia yang merupakan salah satu siswa di SMPN 1 Magetan.
Fobia memiliki banyak jenis dengan karakteristik yang berbeda beda. Salah satu fobia yang paling banyak terjadi pada anak-anak adalah fobia spesifik. Fobia spesifik yaitu fobia terhadap suatu objek atau keadaan tertentu seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, sekolah, dll. Fobia ini sama dengan yang dialami siswa SMPN 1 tersebut. Karena fobia yang dialaminya, siswa tersebut mengalami kemunduran dalam perkembangan sebagai seorang gadis seperti dirinya, terutama dalam mengikuti proses belajar mengajar. Ketidakhadirannya di kelas hampir dua bulan karena perasaan ketakutan yang berlebihan atas sesuatu yang dialaminya membuat jiwa seorang kepala sekolah tergerak untuk bisa mengangkatnya dari permasalahan tersebut.
Berdasarkan observasi dan hasil interview dilapangan untuk menjaring informasi tentang fobia siswa di sekolah. Wawancara ini dilakukan kepada sumber informan diantaranya :
a. Siswa Fobia
Siswa fobia adalah remaja yang mempunya hobi membaca, musik, dan memasak. Sedangkan di bidang olahraga dia sangat menyukai bulu tangkis. Di antara sekian banyak hobi tersebut yang paling ia sukai adalah membaca.
Orang tua siswa fobia sangat mendukung segala apa yang dilakukan oleh siswa fobia. Terutama pada hobi siswa fobia, yaitu membaca. Bila dia ingin membeli buku pasti diberi uang oleh orang tuanya. Meskipun demikian orang tua siswa fobia termasuk pribadi yang tegas. Mereka hanya memenuhi keinginan siswa fobia bila keinginan itu mempunyai manfaat yang banyak. Dengan kata lain, tidak semua keinginan siswa fobia dipenuhi orang tuanya. Dan yang membuat siswa fobia senang adalah mereka tidak menuntut sesuatu yang berlebihan dari siswa fobia. Seperti peringkat kelas,mereka tidak pernah menuntut atau memaksa H untuk menjadi juara.
Untuk masalah belajar, siswa fobia mungkin berbeda dari kebanyakan siswa yang meraih prestasi. siswa fobia kalau belajar tidak setiap hari. Durasinya pun tidak terlalu lama. Hanya lima puluh menit.Itupun masih dikurangi beberapa menit untuk selingan. Selingan itu bertujuan untuk memulihkan kefokusannya pada pelajaran.Sedangkan persiapan untuk menghadapi ulangan,dia hanya “mereview” semua materi yang pernah diajarkan.
Dalam masalah pergaulan siswa fobia termasuk pribadi yang baik. Baik di rumah maupun di sekolah. Hal ini membuat dia disenangi teman-temannya. Bahkan saat dia terpuruk (fobia) banyak temannya yang memberi semangat agar dia kembali bangkit dan masuk ke solah. Jadi dia tidak punya masalah apa-apa, baik di sekolah maupun di rumah. Lalu mengapa ia tidak mau masuk di lingkungan sekolah (SMP 1 Magetan)? Hal tersebut terjadi hanya karena merasa trauma dengan yang sudah terjadi.
Truma muntah-muntah setiap akan memasuki lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan dia menjadi fobia pada sekolah. Rasa takut bila dia muntah-muntah inilah faktor penyebab utama dia tidak mau masuk sekolah.
b. Orangtua
Kehadiran orang tua dalam kehidupan anak sangat penting, suka maupun duka, baik buruk tingkah laku anak, sampai pada keberhasilan anak adalah karena orangtua dibalik semua itu. Hasil wawancara dengan orangtua bahwa orangtua siswa yang mengalami fobia adalah sebagai wiraswasta tepatnya mempunyai usaha bengkel serta onderdil sepeda motor. Dalam berumahtangga terdapat 4 anggota keluarga yaitu Ayah dan ibu serta kehadiran dua anak termasuk siswa yang mengalami fobia yang mempunyai seorang adik laki-laki. Baik buruk seseorang adalah salah satunya diketahui dari ketaan terhadap perintah agamaya. Menurut keterangan orangtua kandung bahwa anak fobia ini ketaatan terhadap agamanya sangat baik, diantaranya menjaga shalat lima waktu dengan tertib dan rajin berpuasa senin-kamis dalam kehidupannya.
Keluarga ini hidup dengan baik dan berkecukupan dari segi ekonomi untuk menghidupi dalam satu keluarga. Kebutuhan anak yang mengalami fobia semua terpenuhi, halmana orangtua cukup memberikan batasan mana yang perlu diberikan atau mana yang sekiranya tidak perlu diberikan dalam memenuhi keinginan anak yang mengalami fobia. Dalam hal ini, apa yan diakukan orangutan terhadap kebutuhan anak sangat bijak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak.
Sebagai orangtua adalah suatu kewajiban memperhatikan keluh kesah anak kandung sendiri dalam kehidupannya. Masalah pribadi anak fobia menurut keterangan orangtua kandung mengatakan; sangat terbuka, baik berkaitan dengan teman sebaya, teman sekolah, pelajaran di sekolah. Dan yang sering di dengar oleh orangtua kandung anak fobia ini bertanya kepada orangtuanya “aku ini kenapa?” dikala fobia melanda saat itu.
Tindakan orangtua kandung terhadapa anak yang mengalami fobia sudah cukup memberikan bukti tanggungjawabnya diantaranya terbukti sudah membawanya kepada Dokter, dimana diagnosa dokter tidak ada masalah dalam diri anak. Dibawanya dua kali kepada seorang Kiyai yang berbeda, serta ke beberapa pengobatan alternative atas saran dari keluarga maupun tetangga. Semua upaya yang dilakukan tidak ada hasil yang memuaskan.
Sejauh ini peran orangtua terhadapa anak fobia sudah maksimal, berbagai cara diantaranya melakukan pengawasan sosial anak, pemenuhan kebutuhan individu anak, serta solusi penyembuhan sudah dilakukannya dengan berbagai cara, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan terhadap kesembuhannya.
c. Wali Kelas
Keputusan kepala sekolah untuk turun langsung menangani siswa yang mengalami fobia ini dikarenakan belum berhasilnya upaya yang dilakukan oleh wali kelas. Beberapa upaya yang dilakukan diantaranya, mendatangi rumah siswa tersebut empat kali. Namun tetap tidak dapat mengurai permasalahan yang terjadi karena orang tua siswa sebagai narasumber kurang memahami apa yang terjadi kepada putri nya.Dari keterangan orang tua dari wali kelas, anak itu bertingkah seperti anak normal lainya yang tidak mempunyai masalah walaupun kadang kadang merasakan kegundahan dihatinya hingga dia menangis dan membentur-mbenturkan kepalanya ditembok. Upaya lain yang dilakuakan yaitu dengan melakukan obrolan pribadi dengan siswa tersebut. Namun tetap saja belum menemukan titik terang karena siswa tersebut tidak dapat mengutarakan secara jelas apa yang dialami dan hanya menangis. Hal seperti ini juga sering terjadi ketika siswa tersebut berada di depan sekolah dan akan mengikuti pembelajaran. Siswa tersebut akan menangis, berteriak, dan memaksa untuk mangajak pulang.
d. Bimbingan Konseling
Hasil keterangan dalam wawancara dengan guru BK sekaligus sebagai guru kelas mapel BK, bahwa permasalahan siswa yang mengalami fobia telah masuk dalam buku catatan kasus siswa. Di sekolah anak siswa fobia ini telah dipanggil dalam ruangan BK dua kali untuk menggali informasi permasalahan yang mendera pada siswa, demikian halnya dengan mendatangi kerumah dimana siswa fobia bertempat tinggal.
Teknik yang dipergunakan BK untuk memanggil anak yang mengalami fobia pertama yang dilakukan adalah “pemanggilan tidak secara resmi”, dengan cara ini diharapkan tidak membuat sebuah panggilan BK kepada anak sebagai ‘korban’, atau dengan kata lain bagaimana kita “mengambil ikan tapi tidak perlu airnya”. Jadi bila digambarkan bahwa sebuah panggilan itu seolah “teman disampingnya itu tidak mengetahui bahwa siswa yang bermasalah ini dipanggil”. Bila sudah melakukan cara seperti ini maka siswa yang bermasalah akan mau membuka diri untuk mengungkapkan masalah yang ia hadapi. Lain halnya dengan cara yang semisal “anak di panggil langsung ke ruang BK” pasti siswa akan beranggapan ada masalah pribadi dengan dirinya sehingga dirinya harus datang ke ruang BK, hal ini akan membuat berat dan merasa tidak nyaman dengan diri siswa terhadap panggilan dari BK. Dalam hal ini, guru BK menekankan bahwa: “yang tepat untuk mendatangkan siswa bermasalah ke ruang BK bukanlah menggunakan istilah ‘panggilan’ tapi lebih baik dengan istilah ‘undangan’.
Masalah kehadiran siswa di kelas berkait denga siswa yang mengalami fobia ini adalah kasus ringan, karena ketidakhadirannya menggunakan surat izin, baik izin sepengetahuan dari orangtua kandung maupun surat izin keterangan dari dokter, bahkan karena seringnya tidak mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas samapi orangtua kandung menghubungi wali kelas untuk memintakan izin tidak masuk sekolah. Hal ini akan berbeda dengan kasus anak tidak masuk sekolah karena ‘A’ (alpa) dimana tidak adanya kejelasan penyebab ketidakhadirannya di sekolah, lebih berbahaya lagi memberikan surat izin ‘I’ (izin) atau ‘S’ (sakit) tetapi tidak sesuai faktanya.
Setelah ada undangan siswa ke ruang BK maka selanjutnya dilakukan wawancara, dalam hal wawancara ini BK menggunakan teknik refleksionalisme, artinya merefleksikan apa yang siswa sampaikan, dari sini fihak BK memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan semua gejolak isi hatinya, kemudian BK menyimpul apa yang telah digali dari hasil keterangan. BK menambahkan, bila keterangan siswa bermasalah kita hentikan atau ‘cut’ kitika siswa sedang mengutarakan permasalahannya, maka BK akan kehilangan data atas apa yang dialami siswa, jadi BK sebagai konselor harus memahami atas hal demikian.
Sejauh ini, pihak BK telah memperoleh informasi tentang permasahan yang dihadapi siswa baik informasi dari siswa sendiri ataupun informasi dari wali kelas serta kesiswaan sebagai penegak kedisiplinan siswa, hal ini membuktikan bahwa tugas dan tanggungjawab BK serta terjalinnya hubungan baik dengan wali kelas serta kesiswaan pada sekolah ini telah sesuai tupoksinya. Permasalahan ini memang pelik untuk diselesaikan, maka inisiatif BK dengan wali kelas serta kesiswaan mendatangi orangtua siswa yang mengalami fobia untuk tindakan berikutnya. Sampai sejauh itu fihak sekolah baik dari BK, wali kelas, kesiswaan serta orangtua kandung siswa yang mengalami fobia tidak menemukan solusi serta penyembuhannya.
B. Permasalahan
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan terhadap siswa fobia masuk sekolah, diperoleh temuan dilapangan permasalahan sebagai berikut:
1. Aktifitas Siswa Fobia
- Gejala mual hendak muntah, menangis, berteriak histeris setiap akan memasuki dalam lingkungan sekolah.
- Banyak Ketidakhadiran siswa fobia di sekolah.
2. Kinerja Organisasi Sekolah
· Upaya elemen organisasi sekolah serta orangtua kandung untuk membangkitkan motivasi siswa fobia untuk masuk dilingkungan disekolah masih kurang.
C. Strategi Pemecahan Masalah
Berpijak pada permasalahan siswa yang mengalami fobia masuk di lingkungan sekolah, maka penulis memaparkan solusi alternatif dari kepala sekolah dalam menuntaskan masalah dengan hasil gemilang, yaitu dengan metode "Pendekatan emosional". adapun prosedurnya adalah:
a. Menyambut serta mendatangi siswa fobia yang enggan masuk dalam lingkungan sekolah.
b. Pendekatan dilakukan secara berulang.
c. Berkepribadian lembut dan kasih sayang yang dimiliki seorang kepala sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
……
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, penulis yakin bahwa dengan diterapkannya strategi “Pendekatan Emosional”, siswa yang mengalami fobia dalam lingkungan sekolah hilang rasa ketakutan, kecemasan dan dapat kembali beraktifitas serta aktif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah.
B. Hasil yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih
Penerapan strategi yang dipilih, yaitu dengan "Pendekatan Emosional" kepala sekolah telah mampu membuka hati siswa yang mengalami fobia sehingga bisa mengangkatnya dari keterpurukan yang hampir merenggut masa depannnya. Saat peristiwa ini terjadi adalah saat dimana anak itu mengalami hal yang luar biasa yang bisa membuka mata hatinya untuk tersadar bahwa hal yang sudah dilakukan sosok ibu yang sudah memberikan kelembutan hati, dan kasih sayang yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam.
Disaat anak itu tidak mau meneruskan jalan menuju sekolah yang hanya tinggal 100 meter, tetapi berhenti di sebuah masjid besar kebanggan masyarakat Magetan, masjid Agung. Kepala Sekolah menghampirinya dengan naik sepeda pancal setiap hari ke sekolah. Saat itu kepala sekolah ditemani seorang guru agama. Setibanya di depan masjid, melihat wajah yang kusut, pandangan mata kosong tanpa harapan. Dengan bicara dari hati ke hati, memberi motivasi dan segala hal untuk membangkitkan mata hatinya. Anak itu sangat terharu dan memeluk dengan sangat erat . Air mata jatuh berlinang karena haru.
Ada satu hal yang diucapkan penulis kepada siswa dalam pelukan, "kamu harus bisa mencapai cita-citamu. Bunda dulu pernah mengalami hal yang jauh lebih buruk dari yang kamu alami. Jadi kamu harus berjuang. Kamu harus mampu membahagiakan orang tua". Saat itu adalah peristiwa yang sangat luar biasa. saat itu Anak mau kembali memasuki lingkungan sekolah begitupun hari-hari berikutnya.
Sejak peristiwa itu, anak yang mengalami fobia itu berangsur angsur mulai membuka hatinya dan bisa melihat bahwa masa depan sudah menantinya. Disamping itu siswa fobia ini sedari awal masuk di sekolah mempunyai dasar kepandaian yang dimiliki, siswi itu bisa dengan mudah mengikuti pelajaran yang sempat tertinggal.
C. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Strategi yang Dipilih
· Tidak semua kepribadian seseorang mampu membuat simpatik orang lain.
· …….
D. Faktor Pendukung
Keberhasilan yang gemilang dalam menyelesaikan suatu persoalan tidak lepas dari penerapan strategi yang tepat dan berdaya guna, dimana dibalik semua kesuksesan tidak terlepas dari adanya faktor-faktor pendukung diantaranya:
1. Antusiasme siswa ingin masuk sekolah begitu tinggi serta keterbukaan diri siswa yang mengalami fobia terhadap masalah yang menyelimutinya, dan siswa masih dapat mengutaranan permasalahan pribadi sehingga permasalahan segera dapat di identifikasi.
2. Peran orangtua sangat besar yang menginginkan kesembuhan anak kandungnya sendiri yang mengalami fobia.
3. Peran sekolah baik dari guru mapel, wali kelas, Bimbingan Konseling, Kesiswaan sangat memperhatikan masalah siswa yang mengalami fobia.
E. Alternative Pengembangan
Berdasarkan fakta dilapangan yang didapat dari penggalian informasi dari wawancara di lapangan, agar target yang dicapai lebih optimal dan kendala yang dihadapi lebih diminimalisir, untuk kedepannya dapat dilakukan pengembangan serta kesempurnaan terhadap strategi yang diterapkan dengan aternatif diantaranya:
1. Setiap elemen organisasi sekolah mempunyai jiwa "emosional religius" dengan kasih sayang, kerja keras, sabar dan keikhlasan.
2. Menekankan kepada siswa agar tidak segan mengutarakan masalah pribadinya untuk segera berkonsultasi dengan fihak sekolah baik kepada guru mapel, wali kelas, Bimbingan Konseling. Dengan demikian masalah yang dihadapi tidak berlarut dalam hitungan hari.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan studi kasus tentang FOBI YANG MEMBAWA PRESTASI CEMERLANG dengan menerapkan strategi "pendekatan emosional" dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Melalui pendekatan emosional oleh kepala sekolah mampu membuka hati siswa yang mengalami fobia dapat kembali beraktifitas dalam lingkungan sekolah mengikuti kegiatan pembelajaran.
- Kesuksesan siswa fobia dapat mengantarkan dirinya meraih prestasi gemilang, baik di kelas maupun berprestasi secara umum di sekolah.
- Kehadiran serta peran elemen organisasi sekolah dan orangtua sangat dibutuhkan dalam kehidupan siswa fobia anak masuk dilingkungan sekolah.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar