Hukum adalah salah satu aspek dari sekian banyak aspek ajaran Islam yang dapat dikatakan sebagai putusan, ketetapan atau ketentuan. Selaku hukum tekstual dapat dikatakan hukum Rasul secara nisbah, tetapi walau bagaimanapun hukum Islam adalah hukum Allah.
Pada prinsipnya hukum Allah dapat dibagi dua. -Pertama non tekstual, baik yang tersirat dalam atau berlaku pada susunan alam semesta makro dan mikrokosmos maupun (termasuk) yang terlintas dan terasa atau berlaku dalam indera dan akal budi kita yang dikenal dengan Sunnatullah, hukum alam atau Ayat-Ayat Kawniyah. -Kedua, yang diwahyukan secara tekstual, dan inilah konteks atau obyek analisa kita ketika ini. Namun sekilas singgung dapat diungkapkan kaitan antara kedua jenis hukum Allah tersebut, bahwa selaku Kitab (ketetapan) keduanya selalu berada pada posisi parallel dan harmonis tanpa singgungan kontradiktif; saling relevan selaku ilmu; saling membukti dan menerangkan selaku Ayat-Ayat Bayyinat; saling membenarkan tanpa sekali jua ber-tidak dst selalu sejalan dan searah menuju (tasbih) ke Keesaan dan kebenaran Allah tanpa pamrih dan alternatif dengan kelindan yang penuh variasi menggubah seni memesona - puas rasa dan nalar, sehingga setiap gerak orbit, rotasi dan sinar, kisar angin, deburan ombak, titik hujan dan rangkak hewan, rengkah biji atau julur dan gugur daunnya tetumbuhan di muka bumi atau tatasurya kita dan di galaksi lain seluruh semesta serta gerak lintas akal budi bani insan penghuninya sepanjang sejarah adalah Ayat-Ayat yang seiya sebukan dengan Ayat-Ayat tekstual yang pernah diturunkan, juga dengan Al Qur'an, karena memang berasal dari Satu sumber atau di cipta/susun oleh Yang Maha Esa Maha 'Alim. Sekaligus dalam hal ini secara essensial dan atau prinsipal (diucapkan atau tidak), hati-nurani dan akal-budi tak pernah merasa asing terhadap apalagi kurang sreg atau kontradiksi dengan ketentuan/hukum Allah yang tekstual maupun yang non tekstual, asal dipahami secara tepat jitu dan kontekstual. Adapun dogma dan khilafiah bukanlah asasi melainkan dilemma/problema kesalah-pahaman atau baghyu (Q.2/213) yang datang kemudian dan dapat diusir dengan Ayat.
Bila Al Qur'an diperhatikan dari sudut pandangan hukum, maka ia adalah Kitab Hukum yang kalau kita hendak melakukan klasifikasi maka akan timbul kesulitan memisahkan Ayat-Ayat hukum tanpa mengambil sertakan aspek-aspek lainnya sebagaimana hal yang sama juga akan terjadi pada pengklasifikasian aspek-aspek lain. Dan memang hukum menyangkut seluruh aspek agama baik berkenaan dengan tekad, sikap maupun aspek amal (tingkahlaku), sehingga apa yang dimaksud ni'mat keadilan Islam hanya dapat dilihat dan dirasakan dalam masyarakat yang melaksanakan ajaran Islam (Al khamdu li allahi robbi al aalamiin Qur'an) itu secara kaffah (komplet), murni dan sistematis.
Seperti dianalisakan terdahulu, selaku bagian dari ajaran Islam, hukum Islam ini bukanlah merupakan serikat atau semacam hasil karya bersama antara Allah dan orang-orang besar/yang dibesar-besarkan, melainkan hukum Allah yang diturunkan secara resmi dan tekstual. Putusan ini juga setelah memperhatikan maksud Ayat-Ayat Al Qur'an, antara lain sbb :
1. Tiada hukum selain kepunyaan Allah (Q.12/40, 12/67, 40/12, dll). Dengan kata lain hukum Islam bukan karya atau milik sesuatu makhluk.
2. Allah tidak bekerjasama atau berserikat dalam membuat hukum-Nya itu dengan sesuatu apapun (Q.18/26). Tak juga dengan Nabi Muhammad dan orang-orang sekitar dan sepeninggal beliau.
3. Orang yang tidak menghukum dengan yang diturunkan oleh Allah adalah kafir, zalim dan fasik (Q.5/44,45,47) sedangkan pencarian hukum kepada yang lain adalah suatu kemunafikan (Q.4/60).
4. Rasulullah dilarang memberikan sesuatu ajaran lain dari yang termaktub dalam Al Qur'an (Q.10/15). Ketentuan ini menafikan adanya hukum Islam selain Ayat-Ayat Al Qur'an.
5. Al Qur'an adalah penjelasan bagi tiap sesuatu (Q.16/89), termasuk dalam hal hukum, dan dinyatakan telah cukup sebagai ajaran (Q.29/51)
6. Allah menghardik orang yang mencari Hakim selain Dia atau mencari hukum lain daripada Al Qur'an (Q.6/114).
7. Allah memerintahkan kepada Rasul supaya menghukum dengan yang diturunkan-Nya (Q.5/49).
8.Allah menegaskan bahwa apapun khilafiah atau silang pendapat antara kita maka penyelesaian (hukum)nya kepada -Nya (Q.42/10).
9. Syari'at agama ini adalah diturunkan oleh Allah (Q.42/13), bukan karya/budaya manusia.
Memang tampaknya begitu. Belumlah dinamakan hukum Allah kalau bukan yang diturunkan-Nya seluruhnya, apalagi kalau hanya buah pikiran dan tradisi atau sejarah kebudayaan manusia (sekalipun budaya manusia Muslim), belumlah hukum Allah, dan bukanlah hukum Islam.
Pada tulisan saya terdahulu telah disimpulkan bahwa ajaran Rasul tidak boleh dipisah-bedakan dari ajaran Allah; termasuk aspek hukumnya adalah hukum Allah, persis, identik dan sama tanpa suatu perubahan, sehingga setiap perintah dan larangan atau seluruh peraturan yang beliau berikan adalah perintah, larangan atau peraturan Allah, dengan kata lain seluruh ketetapan, putusan dan ketentuan atau hukum Rasul adalah ketetapan, putusan dan ketentuan atau hukum Allah. Itulah makna tidak memisah-bedakan antara Allah dan Rasul-Nya yang dianalisakan pada tulisan saya sebelumnya. Dengan demikian sehubungan dengan putusan bahwa hukum Islam adalah hukum Allah maka dapat pula dipastikan bahwa itu jugalah hukum Rasul sebagaimana juga disimpulkan terdahulu bahwa ajaran Rasul adalah ajaran Allah.
Memang Rasulullah hanya menyampaikan (Q.24/54, 42/48) Risalah Allah yang kalau belum beliau sampaikan maka kerasulan belum berfungsi (Q.5/67) melainkan baru sekedar Nabi yang menerima wahyu atau sebagai Muhammad saja seperti semula ketika masih dhall (Q.93/7) atau ghaflah (Q.12/3). Dengan kata lain, Muhammad belumlah berfungsi Rasulullah kalau hukum atau ajaran yang beliau berikan bukan hukum atau ajaran Allah, bahkan diantara orang Arab sekitar beliau pun tak perlu mengikut dan mematuhi ucapan dan ketentuan-ketentuan beliau, apalagi oleh bangsa lain dan generasi kemudian hari. Apalah artinya buah pikiran, pepatah petitih dan filsafat Arab ummi zaman gerobak-tolak buat ummat zaman nuklir dan super plastik masa kini.
Tetapi demi Kerasulannya, wibawa ucapan dan perkataan berupa putusan, ketetapan dan ketentuan atau ajarannya dalam bentuk perintah dan larangan, petunjuk dan aneka peraturan begitu besar dan mulia melampaui seluruh waktu dan tempat serta teritorial yang dibuat orang di muka bumi ini, mengikat, menyangkut dan mengenai setiap orang hingga penduduk terakhir yang menghuni planet ini. Karena ajarannya itu sama sekali tidak lain daripada ajaran Allah sehingga mematuhinya sudah berarti mematuhi Allah (Q.4/80) dan dengan mengikutnya sudahpun cukup selaku usaha mendapatkan kecintaan Allah (Q.3/31). Dengan keterangan lain, mematuhi Allah dan Rasul (Q.4/59) adalah mematuhi Ayat-Ayat Allah yang beliau terima dan sampaikan.
Sampai disini pun sebenarnya kita sudah tiba di titik ijma', dan berbagai hasil yang paling prinsipal dari analisa kritis ini sudah pun disimpulkan. Namun, sementara perbedaannya demikian kontras dengan pandangan umum ummat masa lampau, sangat mungkin pula pembaca budiman masih menuntut berbagai jawaban situasional yang justeru mungkin terundang oleh berbagai kesimpulan itu tadi, maka akan terlalu kuranglah simpatiknya penghidangan analisis ini kalau prinsip dasar pandangan ulama mutaqaddimin yang kita ikut dan permazhab selama ini (termasuk penulis sebelum taubat tempo hari), yang penulis katakan salah-paham, tidak diungkap dan digubris-uraikan seperlunya pun.
Maka dengan sangat hati-hati seyogyanyalah kesalah-pahaman diantara ulama dan generasi mutaqaddimin tersebut secara prinsipal diungkap dan dianalisakan seperlunya sebagai bahan perbandingan bagi para pembaca budiman sekaligus selaku contoh realisasi penyataan penulis tadi bahwa dogma dan khilafiah bukanlah asasi melainkan hanya problema giliran kebelum tahu/kesalah-pahaman yang harus di usir dengan Ayat-Ayat Allah. Dan itulah obyek analisa kita pada bahasan-bahasan berikutnya.
Akhirnya baiklah kita renungkan maksud Ayat-Ayat berikut :
1. Orang-Orang yang Kami datangkan Kitab pada mereka menganalisanya dengan penganalisaan yang haqq. Itulah orang-orang yang beriman padanya, dan siapa yang mengingkarinya itulah orang yang merugi (Q.2/121).
2. Apakah tidak kini waktunya bagi orang-orang Mukmin mengkhusyukkan hati mereka untuk memikirkan Allah dan apa- apa yang DIA turunkan dari hal yan haqq, dan mereka tidak seperti orang-orang yang didatangkan Kitab dulunya. Setelah panjang waktu mereka lalui, maka keraslah hati mereka dan kebayakan mereka telah fasik (Q.57/16).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar