1. Persoalan mengenai sedekah telah dibicarakan pada soal no. 158 s/d 160, bahwa sedekah itu berarti "pemberian yang dibutuhkan dan diwajibkan" sebagai tercantum pada ayat 9/103 dan 9/60. Tegasnya sedekah itu ialah bea, cukai dan pajak yang jadi sumber keuangan pemerintah yang kemudian mempergunakannya untuk kelancaran hidup bermasyarakat dalam negara.
2. Infak tercantum pada ayat, 17/100 artinya pemberian, disamping itu pula yang disebut dengan “nafkah” berarti "belanja", termuat pada ayat 2/20, 9/54, dan 9/121.
Pembelanjaan ataupun belanja yang dimaksud ialah pemberian uang atau harta benda kepada yang membutuhkan ataupun kepada yang harus menerimanya. Tegasnya nafkah itu adalah pemberian yang diperlukan atau yang diwajibkan kepada yang membutuhkan, baik dalam keluarga, jiran dan negara sendiri. Karenanya sedekah termasuk kedalam golongan nafkah, dan nafkah itu sendiri mencakup pemberian harta benda atau uang yang diwajibkan dalam masyarakat menurut hukum Allah dalam Alquran.
Tanpa nafkah, kehidupan rumah tangga takkan selamat, begitu pula kehidupan bertetangga dan bernegara. Perbedaan lain mengenai sedekah dari nafkah ialah bahwa sedekah diberikan pada pemerintah menurut peraturan undang-undang tertentu secara terang-terangan, tetapi nafkah pada umumnya diberikan menurut keadaan rwlatif dan boleh secara sembunyi.
Setiap orang boleh melebihkan nafkahnya baik berbentuk sedekah dan belanja lainnya menurut kadar kesanggupannya, tetapi tidak boleh mengurangi nilai yang ditentukan baginya menurut hukum dan keadaan yang berlaku. Tentang nafkah inilah orang sangat dianjurkan dalam Alquran agar bermurah hati dan secara sukarela memberikannya kepada yang patut dan harus menerima, termasuk kepada perjuangan untuk mendapat kemerdekaan, tercantum pada 47/38 dan pada ayat 2/195 . Dengan nafkah itu juga perjuangan dimulai sebelum sedekah sempat dipungut oleh pemerintah.
Banyak ayat suci yang mengandung istilah ANFAQA artinya “membelanjakan” beberapa diantaranya perlu dikutipkan artinya untuk sama diperhatikan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلَّا أَن تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ﴿٢٦٧﴾
2/267.”Wahai orang-orang beriman, nafkahkanlah dari yang baik-baik apa-apa yang kamu lakukan dan dari apa-apa yang Kami keluarkan untukmu dari Bumi. Dan janganlah liputi yang buruk daripadanya yang kamu nafkahkan itu dan tidaklah kamu akan mengambilnya (jika diberi) kecuali kamu mengomel. Dan ketahuilah bahwa Allah kaya terpuji."
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾
3/133.”Dan berlombalah kepada ampunan dari Tuhanmu dan sorga yang luasnya (scluas) planet-planet dan Bumi, disediakan untuk orang-orang yang insyaf.
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾
3/134.”(Yaitu) orang-orang yang bernafkah pada waktu bahagia dan pada keadaan bahaya, dan orang-orang yang menahan perasaan pada kejengkelan dan orang-orang yang memberi maaf dari (kesalahan) manusia, dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
وَلَا يُنفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿١٢١﴾
9/121."Dan tidaklah mereka menafkahkan nafkah kecil dan tidak pula yang besar, dan tidak pula memotong berupa tugas kecuali yang ditetapkan untuk mereka, agar Allah membalasi mereka dengan yang lebih bagus daripada apa yang mereka lakukan."
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا ﴿٦٧﴾
25/67."Dan orang-orang yang ketika bernafkah tidak boros dan tidak pula keluh kesah, dan adalah berpendirian diantara yang demikian."
فَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ ۖ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٣٨﴾
30/38."Maka berikanlah kerabat yang logis untuknya, dan orang-orang miskin dan pejuang-pejuang. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mengingini wajah Allah, dan itulah mereka yang menang.”
إِن تُقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ ﴿١٧﴾
64/17.”Jika kamu meminjamkan pada Allah pinjaman yang baik DIA akan mempergandanya untukmu dan memberi ampun bagimu, dan Allah menghargai penyantun.”
Dengan susunan ayat suci tadi, jelaslah bahwa nafkah adalah pemberian harta benda, baik yang didapat dari perusahaan, dagang, pertanian, peternakan, dan sebagainya, untuk orang-orang yang membutuhkan dalam keluarga, jiran, dan negara. Semua itu adalah untuk mencapai keridhoan Allah yang menjanjikan upah yang besar di dunia kini dan di Akhirat nanti.
Zakat, menurut tradisi yang berlaku diartikan dengan zakat juga yaitu pemberian yang diwajibkan, terdiri dari zakat diri, zakat fitrah sewaktu 'ldil Fitri, zakat harta dan penghasilan. Semuanya ditentukan menurut nilai tertentu pada masing-masingnya. Hal demikian, walaupun tidak berdasarkan ayat-ayat suci namun maksud dan kandungannya ternyata baik dan sejalan dengan amar makruf nahi mungkar dalam Islam. Tetapi masih harus diperbaiki dengan zakat pegawai, zakat pertanian, zakat perikanan dan sebagainya.
Alangkah janggalnya petani padi dibebani dengan zakat pada nilai tertentu padahal penghasilannya cukup untuk makan beberapa bulan saja sekeluarga, sementara pegawai negeri maupun pegawai swasta begitupun pekebun cengkeh, pala, bunga anggrek yang mendapatkan hasil berlimpahan dibebaskan dari wajib zakat. Demikian pula peternak ikan yang dua kali setahun menghasilkan panen besar ataupun nelayan yang menangkap ikan dengan memakai kapal motor yang penghasilannya sangat memuaskan.
Menurut ketentuan yang ada dalam Alquran, istilah ZAKAT berarti KECERDASAN, terbukti dengan ayat 2/177 yang membedakan “zakat” dari pemberian harta benda, terbukti dengan ayat 19/13 dimana dinyatakan bahwa Allah memberikan “zakat” pada Nabi Yahya, begitupun dengan ayat 19/31 dimana dinyatakan bahwa Isa Almasih diwasiatkan melakukan Shalat dan Zakat, padahal Nabi Isa itu selama di Bumi tidak mempunyai pencaharian yang menghasilkan uang atau harta benda. Semua ayat suci ini dan beberapa ayat suci lainnya membuktikan istilah zakat itu bukanlah berarti zakat menurut tradisi yang berlaku tetapi berarti KECERDASAN.
Demikianlah, istilah ZAKIYYA berarti “yang cerdas" termuat pada ayat 18/74 dan 19/19. Istilah ZAKAA berarti "jadi cerdas” tercantum pada ayat 24/21. Istilah ZAKKA berarti mencerdaskan tertulis pada ayat 2/174, 3/64, 4/49 dan 9/l03. Istilah AZKAA berarti “lebih cerdas” termuat pada ayat 24/28, 24/30, dan pada beberapa ayat suci lainnya.
Biasanya orang menterjemahkan istilah-istilah itu dengan “bersih” atau “membersihkan” ada pula yang menterjemahkannya dengan “suci” atau “mensucikan”. Tetapi pendapat ini tidak begitu cocok dengan maksud ayat-ayat suci dan bahkan gagal menterjemahkan ayat 2/232 dan 4/49 untuk pengertian yang meyakinkan. Terjemahan kedua ayat suci itu adalah sebagai berikut :
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُم بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ مِنكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢٣٢﴾
2/232.”Dan ketika kamu mentalaki istri, maka hendaklah mereka sampai pada idahnya lalu janganlah halangi mereka untuk nikah dengan suaminya (yang baru) jika mereka ridho antara sesamanya dengan hal yang makruf. Itulah yang diwasiatkan dengannya siapa yang beriman dari kamu pada Allah dan Hari yang akhir. Yang demikian lebih CERDAS dan lebih SUCI bagimu, dan Allah mengetahui dan kamu tidak mengetahui."
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنفُسَهُم ۚ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا ﴿٤٩﴾
4/49.”Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang mencerdaskan dirinya? Tetapi Allah MENCERDASKAN siapa yang DIA kehendaki, dan tidaklah mereka dizalimi sedikit juga.
Pada ayat 4/49 dinyatakan bahwa Allah mencerdaskan orang yang DIA kehendaki, bersamaan maksudnya dengan menunjuki orang yang DIA kehendaki sebagai dinyatakanNYA pada ayat 14/4 tidaklah cocok jika dikatakan bahwa Allah mensucikan atau membersihkan orang yang DIA kehendaki.
Begitu pula pula pada ayat 2/232 dan 9/103, masing-masingnya memuat istilah THAHHARA dan ZAKKA karenanya tidaklah wajar jika kedua istilah itu berarti sama saja yaitu membersihkan atau mensucikan. Karena itu jelaslah bahwa ZAKKA berarti MENCERDASKAN.
Sementara itu banyak ayat suci yang mengandung anjuran agar orang mendirikan Shalat dan memberikan zakat, seperti pada ayat 2/277, 21/73, 22/41, maka pengertian tentang mendirikan Shalat tentulah sama diketahui bahwa setiap orang harus melakukannya minimal 5 kali sehari - 24 jam. Tetapi memberikan zakat ialah memberikan “kecerdasan” untuk keselamatan bersama dalam kehidupan. Pemberian itu serdiri dari :
a. Pemberian harta atau uang yang diperlukan bagi yang menerima. Dalam hal ini termasuk INFAK atau nafkah dan SEDEKAH yang sudah dibicarakan pada soal no. 160.
b. Pemberian kesempatan atau lowongan bekerja bagi yang membutuhkan atau mengusahakan adanya lowongan kerja tersebut, hingga yang membutuhkan tadi tidak kecewa dalam hidupnya.
c. Pemberian pengetahuan atau penjelasan yang diperlukan bagi seseorang yang sedang membutuhkan ataupun bagi orang-orang yang hendak menambah kesadarannya.
d. Pemberian pertolongan dengan usaha, tenaga, ataupun apa saja bagi yang membutuhkan terutama yang sedang dalam keadaan gawat. Bilamana seseorang membiarkan orang lain dalam keadaan gawat dan mungkin mati, maka orang itu sama saja dengan membunuh orang yang membutuhkan pertolongan tersebut. Bagi orang itu wajar dijatuhkan hukuman yang setimpal seperti pada soal no. 127, kecuali dia memberikan bukti ketidak sanggupannya.
Jadi kepada Yahya dan Isa Alamasih diberikan kecerdasan oleh Allah sebagai tercantum pada ayat 19/13 dan 19/31 yaitu kecerdasan dalam hidup bermasyarakat di dunia kini sesuai dengan ilmu dan hukum yang diturunkan Allah.
Orang diperintah mendirikan Shalat sebagai tali hubungan langsung antara dia dengan Allah yang menciptakan semua yang ada kini dalam alam konkrit untuk kehidupan dan orang juga diperintah memberikan ZAKAT atau KECERDASAN terhadap sesama manusia untuk kesejahteraan masyarakat umum. Itulah hubungm vertikal dan hubungan horizonal yang dimaksud Allah pada ayat 3/112, maka celakalah orang-orang yang meniadakan salahsatu ataupun keduanya hubungan itu, dia akan celaka di dunia kini dan di Akhirat nanti.
Dengan demikian jelaslah bahwa agama Islam bukanlah banya hubungan seseorang dengan Allah saja sembari meninggalkan bubungan antara sesama anggota masyarakat begitu pula bukan sebaliknya. Dan bukanlah pula Islam itu suatu agama yang memisahkan antara ibadah pribadi terhadap Tuhan dari sikap diri terhadap masyarakat ramai. Dan sekali lagi, ayat 3/112 sehubungan dengan Shalat dan Zakat, memperlihatkan mutu Islam yang lebih tinggi daripada segala macam doktrin hidup yang berlaku di dunia ini.
Kini jelaslah bahwa sedekah ialah pemberian wajib yang dikumpulkan pemerintah untuk dibagikan kepada 8 kelompok yang membutuhkan dalam kehidupan bernegara, Infak atau Nafkah adalah belanja yang diperlukan oleh yang
membutuhkan dalam keluaga, jiran, dan negara dimana termasuk sedekah tadi. Dan Zakat mencakup semua pemberian dan pertolongan termasuk usaha dan pengetahuan disebut dengan KECERDASAN yang didalamnya terhimpun juga Sedekah dan Infak tadi.
Tanpa Zakat dan Sholat akan sengsaralah seseorang dalam hubungannya dengan Allah dan masyarakatnya dan tanpa Zakat akan mustahilah peningkatan peradaban sesuatu masyarakat di dunia kini apalagi di Akhirat nanti. Itulah kecerdasan yang harus diberikans dan dikembangkan dalam kehidupan, kedudukannya berada setingkat dibawah hukum SHALAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar