1.006.380 kali Dibaca
Mereka tidak membiarkan waktu berlalu dengan percuma bermalas-malas, tetapi mempergunakannya untuk kepentingan amar makruf nahi mungkar dan kegiatan lainnya dalam masyarakat,
pelaksanaannya tercakup pada Ayat 4/103.Kita simak ayat suci dibawah ini:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤
3/104. Hendaklah ada dari kamu ummat yang menyeru kepada kebaikan serta menyuruh pada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Itulah orang-orang yang menang.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠
49/10. Bahkan orang-orang beriman itu bersaudara, maka berbuat baiklah di antara sesamamu, dan insaflah pada ALLAH semoga kamu dikasihi.
Tidak ada waktu bagi orang-orang beriman untuk istirahat bersenang-senang tanpa kerja sementara warga sesamanya masih hidup kekurangan.
Mereka tidak akan istrirahat selagi masih ada urusan yang belum selesai atau yang akan diperbaiki terutama yang berhubungan langsung dengan hukum Muhkamat menurut Alquran.
Istirahat bagi mereka hanyalah tidur waktu mana tubuh dan pikiran memang mengaso tanpa sesuatu pekerjaan, membentuk kekuatan baru, untuk bangun kembali dengan kondisi sehat segar bagi kegiatan lain.
Jika diperhatikan dengan seksama akan diketahuilah bahwa ketentuan ALLAH demikian sesungguhnya benar dan jadi kenyataan, bahwa istirahat hanyalah waktu tidur.
Betapa pula seorang dikatakan istirahat sewaktu bangun padahal otaknya tetap bekerja mengingat dan berpikir.
Maka orang yang sengaja menghentikan pekerjaan otaknya sewaktu bangun berarti memaksakan sesuatu yang tidak mungkin berlaku atau hanya sekedar menipu drri dan memperbodoh otaknya sendiri.
Betapa pula seorang dikatakan istirahat sewaktu bangun jika seluruh anggota badannya masih berfungsi dan bekerja untuk makan minum dan sebagainya, kecuali istirahat itu hanyalah penamaan yang diberikan untuk mengelakkan tugas sehari-hari agar dapat berbuat leluasa menurut kehendak hati yang umumnya mendorong kepada tantangan terhadap hukum Islam.
Dia lalu menamakan istirahat itu dengan libur atau week-end, dan mengisikan acara hari itu dengan pesta, minuman keras, main kartu, piknik, pertandingan judi, dan lain-lain yang sebahagian besar dilarang ALLAH.
Sebaliknya orang-orang beriman hanya istirahat waktu tidur setiap hari.
Kerugian dalam bidang ekonomi rumah tangga dan negara tampak berlaku dengan libur mingguan, sementara keuntungan hampir tiada.
Seorang suami tidak beruntung dengan libur mingguan karena tenaganya bukan bertambah pada hari itu malah berkurang dengan berbagai kesibukan mingguan, tetapi rugi karena penghasilannya terhenti satu hari dalam seminggu bahkan kadang-kadang libur itu menghabiskan penghasilan yang didapatnya selama enam hari berlalu.
Suatu negara tidaklah beruntung meresmikan libur mingguan bagi jawatan dan penduduknya, 52 hari dalam setahun jadi terbuang percuma sementara berbagai urusan biasanya bertumpuk untuk diselesaikan, celakanya lagi, pegawai atau buruh yang tidak menilai jabatan dan hidupnya secara wajar, malah mempercepat libur itu dengan hari sebelumnya atau memperpanjang dengan hari berikutnya.
Negara dirugikan dengan libur mingguan karena produksinya berkurang 1/7 daripada mestinya setiap tahun.
Jadi masyarakat yang membiasakan diri dengan liburan akan bersikap sama dengan pelanggaran hukum yang dilakukan setengah Bani Israil tadi pada siapa berlaku ketentuan ALLAH, bahwa mereka suka meniru sekalipun tidak memahami tujuan perbuatan.
Bahwa mereka suka melakukan gertak sambal atau juga gertak monyet sewaktu bersama tetapi secara pribadi adalah pengecut dan opportunis.
Bahwa mereka suka berlagak gagah, berpakaian bagus dengan berbagai alat make-up, mondar-mandir dalam negeri sembari memandang enteng terhadap orang lain, sementara keadaannya sehari-hari sangat menyedihkan, berpakaian kumal, dalam tingkatan hidup rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar