FILSAFAT

FILSAFAT ATAU FILOSOFI

Secara harfiyah atau literal, filsafat [arab] atau filosofi (philosophy, inggris < philosophia, yunani), berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom); dari bahasa Yunani, phileos = cinta, dan sophia = kebijaksanaan. Dan filsuf atau filosofer (philosopher), berarti pembelajar filsafat, pemilsafat, atau ahli filsafat.

Sebagai pengetahuan, filsafat tak dapat didefinisikan secara tepat karena subjek sedemikian rangkap atau kompleks dan sedemikian bertentangan atau kontroversial. Filsuf berbeda memiliki pandangan dan wawasan berbeda, rangkum pemikiran, cara dan metoda berbeda.

Filsafat bukan satu pelajaran mudah didefinisikan, dan para filsuf sendiri tak pernah sepakat terhadap tiap definisi jelas tentang subjek mereka. Sebaliknya, pertanyaan "apakah filsafat?" itu sendiri adalah pertanyaan filosofik, kemungkinan akan dijawab dengan cara yang agak berbeda oleh para filsuf pemilik sekolah pemikiran berbeda.

Secara umum dan global, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir. Sehingga berfilsafat mengandung arti berpikir. Meski demikian tak semua berfikir berarti berfilsafat. Berfilsafat berarti berpikir serius atau dengan kesungguhan secara mendalam untuk menjelaskan tentang kebenaran sesuatu hal.


KELAHIRAN FILSAFAT ― DARI YUNANI KE ARABIYA
Filsafat lahir dan berkembang lama sebelum masa nubuwah dan risalah, Muhammad (Mohammed), shalla allahu 'alay hi wa sallama (571-632 M). Kebangkitan filsafat berlangsung tak lama pasca nubuwah dan risalah (Moses), 'alay hi salaam (±1300-1130 SM, ±170 tahun). Jika dilacak dari kronologi sejarah, kebangkitan peradaban Yunani Kuno [±1000-700 SM] bertepatan dengan kebangkitan peradaban Hindustani Kuno [±1000-700 SM], dan kemungkinan besar dipicu oleh migrasi dari mantan pengikut Musa yang membelot di Sinai [± 1100 SM], pasca Eksodus [±1223 SM] dari Thebes di Mesir ke Kanaan di Sinai [kini Iraq]. Migrasi yang ke barat ke Yunani dan yang ke timur ke Hindustani.

Keserupaan mitologi, epik heroisme, dan filosofi antara keduanya, menunjukkan bahwa mereka berasal dari satu kelompok yang membawa kepercayaan mitologi Mesir Kuno, yang leluhur mereka peroleh pra Eksodus. Jika filsafat Yunani kemudian berkembang ke Eropa, terutama Jerman, maka filsafat Hndustani kemudian berkembang ke Asia, terutama China.

Tercatat dalam sejarah dan riwayah bahwa bahwa fisafat Yunani sudah memasuki Arabiya semasa nubuwah dan risalah, Muhammad (Mohammed), shalla allahu 'alay hi wa sallama (571-632 M), tapi belum berkembang menjadi tashawwuf. Filsuf Arab terkenal diantaranya adalah Uwais Qarni ibnu 'Abdullaah, Harrm ibnu Hiyan, Al Hasan ibnu 'Abi al Hasan al Basri (642–728), Sayyid ibnu al Mussib, 'Abu Muhammad Ruwaym ibnu Ahmad, 'Abu Abdullah Harith al Muhasibi ibnu Asad al Basri (781―), Junayd al Baghdad, Rābi'a al 'Adawiyyah al Qaysiyyah al Basri (717–801), Tayfur 'Abu Yazid al Bustami, (804―874 atau 877/8), Naqshbandi, dan Al Farabi (870-950 M).

Sementara di Eropa, filsafat baru masuk di abad awal [±1000-1300 M], dimana kemudian para filsuf abad pertengahan di Eropa mengubah filsafat kuno menjadi filsafat klasik [±1300-1900 M], yang kemudian melahirkan filsafat modern pasca 1900an.


ASAL DAN ARTI TASHAWWUF

Dikalangan shufi atau ahli tashawwuf ada beberapa pendapat tentang asal kata tashawwuf, sebagai berikut.
  • Beberapa ahli bahasa beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" dalam bahasa Arab, berasal dari pasangan, lafazh "ta" yang dalam konteks ini berarti berulang―kali (repeatedly), kerap atau sering (frequently, often), dan lafazh "shawfun" yang berasal dari bahasa Yunani "sophia" berarti kebijaksanaan (wisdom) yang dalam bahasa Arab adalah "hikmah." Secara harfiyah atau literal, filsafat [arab] atau filosofi (philosophy, inggris < philosophia, yunani), berarti cinta akan kebijaksanaan (love of wisdom); dari bahasa Yunani, phileos = cinta, dan sophia = kebijaksanaan. Dan filsuf atau filosofer (philosopher), berarti pembelajar filsafat, pemilsafat, atau ahli filsafat.
  • Beberapa ahli bahasa beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" berasal dari kata "theosophia" dalam bahasa Yunani, yang berarti kebijaksanaa tentang ketuhanan, atau filsafat ketuhanan, dari kata "theos" yang berarti tuhan, dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan.
  • Beberapa pihak lain beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" berasal dari lafazh "yashfuw ― shafaa" dalam bahasa Arab yang berarti jernih atau bersih, dari akar kata "shaad ― faa". Tapi ini tak cocok dengan akar kata "shawwuf" yang adalah "shaad ― waaw ― faa"
  • Beberapa pihak lain beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" berasal dari lafazh "shuffah", nama suatu ruangan khusus di masjid Madinah, yang berarti ruangan penjernihan dan pembersihan diri, tempat Muhammad nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama, memberikan ajaran Islam kepada para sahabat dan pengikut, yang dinamakan sebagai kaum "shuffah", yang kerap mengucilkan diri di pojok masjid sambil merenung dan mengingat Allah, subhaana huu wa ta'aala.
  • Beberapa pihak lain beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" berasal dari kata "shufah", gelar atau julukan untuk seorang arab yang shalih yang selalu mengasingkan diri di pojok Ka`bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, dimana gelar shufah sudah dikenal lama oleh bangsa Arab sejak sebelum kemunculan ajaran Islam.
  • Beberapa pihak beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" berasal dari lafazh "shuwf" [jama': "ashwaaf"] yang berarti bulu domba atau kibas, dimana "shawwaaf" berarti penjual bulu domba. Para shufi umumnya mengenakan pakaian bulu domba dan mengharamkan sutera, sebagai sikap hidup "zuhud" atau menghidarkan diri dari kemewahan kehidupan duniawi, dimana "zuhd" mengadung arti tak ada perhatian kepada yang lain, kecuali kepada Allah, dan filsafat utama para "zuhi" adalah "laa jamliku syay`an, wa laa jamliku hu syay`an", yang artinya "tak mempunyai sesuatu pun, dan tak tak mempunyai dia sesuatu pun." Mereka dinamakan sebagai kaum "mutashawwif," yang artinya para orang yang berpakaian buku domba. Tentang pakaian bulu domba sudah diperkenalkan sejak lama oleh para pengikut Iysa al Masih, 'alay hi salaam, dan Muwsa 'alay hi salaam, kaum Nasrani dan Yahudi.
  • Beberapa pihak lain beranggapan bahwa istilah "tashawwuf" berasal dari kata "shufanah", sejenis tumbuhan pepohonan yang tumbuh di gurun sahara Arabiya.
Dari tujuh uraian asal kata "tashawwuf" diatas, yang pertama adalah yang paling mungkin dan paling cocok, karena berdasarkan beberapa ahli sejarah Arab, lafazh "tashawwuf," "shufi," dan "mutashawwif" dalam Islam tak pernah dikenal di masa Muhammad (571―632), nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama, tapi baru dikenal di pertengahan abad kedua Hijriyah, diantaranya diperkenalkan oleh Abu Hasyim, yang mencantumkan gelar Alsh Shufi di namanya.

Kini dalam bahasa Arab dibentuk beberapa lafazh dengan arti baru menyangkut tashawwuf, antara lain:
  • shuwfiy, shufiyyat = shufi, ahli tashawwuf
  • shawf, shawaf = keshufian
  • shawwafa = menjadikan shufi
  • tashawwafa = menjadi shufi
  • tashawwuf = shufisme
  • yashuwfu ― shaafa = bertashawwuf
  • yashwafu = melakukan kegiatan shufisme
Berdasarkan pada uraian diatas, banyak ahli menyimpulkan bahwa ajaran tashawwuf bukan murni berasal dari ajaran Islam, tapi diadopsi dari ajaran kaum Nasrani dan Yahudi, filsafat Yunani pasca Plato, theosofi, Hinduisme, Buddhisme, dan Taoisme. Semula thasawwuf mengandung mistikisme, meski demikian, tapi kemudian, penerapan ajaran tashawwuf dalam Islam adalah adalah filsafat atau kebijaksanaan dalam rangka mencapai tawhid dan ma'riyfatullah.



PELOPOR AJARAN TASHAWWUF
Para pelopor ajaran tashawwuf dalam Islam baru dikenal kemudian pasca kekhalifan Umayyah [632―750] dan Abbasiyah [750―809]. Ajaran tashawwuf tak dikenal dalam madzhab Hanafiyah madzhab ilmu fiqih pertama, yang disusun oleh perintis ilmu fiqih Imam Abu Haniyfah aln Nu'man Ibnu Tsabit ibnu Zuwaythi alt Taymi al Kufi (699―767), dan madzhab Maalikiyah, yang disusun oleh Imam Maalik ibnu Anas al Ashbahiy (711―798). Jika pun ada kemudian, maka berasal dari masa sesudahnya. Ajaran tashawwuf dikembangkan kebanyakan dalam madzhab Syafiy'iyah, yang disusun oleh Iman Muhammad ibnu Idris alsy syafiy'i (757―820), dan madzhab Hanbaliyah, yang disusun oleh Imam Ahmad ibn Hanbal ibnu Hilal ibn Asad aly Syaybaniy (780―855).
Generasi pertama shufisme dalam Islam, antara lain adalah Uwais Qarni ibnu 'Abdullaah, Harrm ibnu Hiyan, Al Hasan ibnu 'Abi al Hasan al Basri (642–728), dan Sayyid ibnu al Mussib. Generasi kedua mencakup 'Abu Muhammad Ruwaym ibnu Ahmad, 'Abu Abdullah Harith al Muhasibi ibnu Asad al Basri (781―), Junayd al Baghdad, Rābi'a al 'Adawiyyah al Qaysiyyah al Basri (717–801), Tayfur 'Abu Yazid al Bustami, (804―874 atau 877/8), dan Naqshbandi. Semuanya adalah keturunan dari khaliyfah sayyid 'Ali ibnu 'Abu Thalib ibnu Abdul Muthalib [661―750], radhiya allaahu an hu, sahabat dan sepupu Muhammad nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama; kecuali Naqshbandi yang adalah keturunan dari khaliyfah sayyid Umar ibnu Khattab [634―641], radhiya allaahu an hu. Rābi'a al Basri adalah satu wanita pelopor shufisme. Yang dikenal oleh banyak kalangan karena ajaran, perilaku, dan atau karya tulis mereka, adalah:

  • Uwais Qarni ibnu 'Abdullaah, filsuf dan mistikus di Yaman, dinyatakan hidup semasa Muhammad nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama, tapi tak pernah bertemu beliau, terbunuh dalam perang Shiffin [Mei–Juli 657], ketika bertempur bersama 'Ali ibnu 'Abu Thalib, melawan Mu`awiyyah I, di tepi sungai Euphrates, sekarang Alr Raqqah, Syiria, dan dimakamkan disana. Beliau dianggap sebagai satu pendiri shufisme dalam Islam.

  • Al Hasan ibnu 'Abi al Hasan al Basri (642–728), filsuf di Basrah kelahiran Madinah, satu panglima dalam Perang Badar [Maret 624]. Beliau juga dianggap sebagai satu pendiri shufisme dalam Islam.
  • Mansyur al Hallaj (858―992), imam madzhab Hanbaliyah dari Persia, shufi, penulis dan penyair, keturunan pengikut ajaran Zarathustra (Zoroaster, ±630-553|583 SM). Dieksekusi dalam kekhalifahan Abbasiyah atas perintah khalifah Al Muqtadir, karena kasus "anaa al haqqu" dan ajaran "wahdatu al wujuwdi" atau tashawwuf pasca ma'riyfatullaah secara terbuka.
  • Imam al Ghazali (1058–1111) alias 'Abu Hamid Muhammad ibnu Muhammad al Ghazall, imam dari Persia, shufi atau filsuf, dan juga ahli hukum, menulis beberapa buku tentang ajaran thasawuf atau filsafat Islam.
  • Ibnu Arabi (1165―1240) alias 'Abu 'Abdulláh Muhammad ibnu 'Ali ibnu Muhammad ibnu Arabí, shufi atau filsuf di Andalusia, juga pujangga, mempopulerkan ajaran tashawwuf tentang tawhid.
  • Syayikh 'Abd al Qadir al Jaylani (1077–1166) ibnu 'Abu Shalih Muwsa al Hasani, keturunan Hazrat Imam Hasan, putera sulung Sayyidina 'Ali ibnu 'Abu Thalib, sahabat, sepupu, dan menantu dari Muhammad nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama, dari puteri beliau Fatimah. Ibu beliau adalah puteri dari Abdullah Sawmai, keturunan Imam Husain, putera bungsu Sayyidina 'Ali ibnu 'Abu Thalib. Sehingga al Jaylani adalah al Hasani dan juga al Husaini, dan generasi ke18 dari Muhammad nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama. Beliau adalah imam madzhab Hanbaliyah di Baghdad, Iraq.
  • Alr Rumi (1207―1273) alias Jallaluddin Muhammad Balkh, alias Jallaluddin Muhammad Rumi, shufi atau filsuf, juga ahli hukum, ahli sastra dan penyair, mempopulerkan ajaran tashawwuf melalui karya sastra."


KELAHIRAN TASHAWWUF ― DARI ARABIYA KE NUSANTARA

Tentang ajaran thasawwuf di Nusantara, diperkenalkan di sumatera oleh para ulama di kesultanan Pasai dan Samudera [1200―1400], kemudian di Jawa oleh Dewan Da'wah Islamiyah Wali Songo [1400—1700, ±300 tahun] yang kebanyakan adalah para pengikut madzhab Syafiy'iyah yang kebanyakan berasal dari Yaman dan Ubakhistan, terutama oleh Syayikh Siti Jenar alias Syaykh Lemah Abang alias Syaykh Tanah Merah (―1508), yang bergabung di 1481 dalam Dewan Da'wah Islamiyah Wali songo. Dan di zaman Indonesia, pasca 1900an, antara lain oleh Prof. DR. HAMKA (Haji 'Abdul Malik Karim Amrullah), melalui beberapa buku beliau, antara lain:
  • HAMKA, TASAUF MODERN, Penerbit N.V. Nusantara, BukitTinggi ― Jakarta, cetakan ke12, 1963 [cetakan pertama 1939].
  • HAMKA, MENGEMBALIKAN TASAUF KE PANGKALNYA, Penerbit PandjiMas, Jakarta, cetakan pertama, 1972.


TASHAWWUF DAN 'AQIDAH ISLAMIYAH
Flsafat (philosophy), tak akan pernah bisa atau dapat merusak 'aqidah (ikatan) dalam ajaran Islam, dan Islam tak akan pernah ambruk karena filsafat. Yang terjadi adalah orang yang tak mengerti ajaran Islam dan tak pula mengerti filsafat. Mengerti disini mengadung arti mengetahui, memahami, dan mengenal dengan benar, baik, dan lengkap, mencakup sejarah, kandungan, dan penerapannya.

Filsafat adalah satu bentuk dari pengetahuan hasil pencarian manusia atas siapa pencipta [filsafat ontologi] dan ciptaan [filsafat kosmologi], ketika ajaran Islam belum "baligh" atau sampai, apalagi dalam bentuk "tabligh" atau penyampaian berulangkali, kepada mereka. Hal mana terjadi dalam kehidupan nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, Ibráhïm (Abraham), 'alay hi salaam (±2000-1800 SM, ±195 tahun), dalam pencarian tuhan, lama sebelum Alláh mewahyukan 30 shuwhuf kepada beliau dan perintah da'wah islamiyah.

Sebagaimana telah diurailan pertama diatas, dalam mempelajari ajaran Islam dan juga filsafat. Islam tak menolak filsafat, dan tak ada yang buruk atau jelek dengan filsafat. Fakta di lapangan, pasca nubuwah dan risalah, Muhammad (Mohammed), shalla allahu 'alay hi wa sallama (571-632 M), sebagian penganut Islam mengadopsi filsafat kedalam Islam, kedalam bentuk lain yang didasari dan dipengaruhi oleh ajaran Islam, yang kemudian disebut dengan istilah ta
shawwuf, dan praktisinya disebut shuwfi.
Meski tashawwuf tak dikenal dan tak pernah diajarkan dalam bentuk yang bernama "tashawwuf" semasa Muhammad nabiyullaahi wa rasuwlullaahi, shalla allaahu 'alay hi wa sallama, dalam riwayat, ajaran beliau kepada para sahabat dan pengikut, disebut sebagai ajaran "shuffiyah", dan para sahabat dan pengikut beliau disebut sebagai kaum "shuffah", yang kerap mengucilkan diri di pojok masjid sambil merenung dan mengingat Allah, subhaana hu wa ta'aalaa; dan ajaran mana mengandung kebijaksanaan atau hikmah islamiyah, yang tak lain adalah kata lain dari tashawwuf atau filsafat.

Dengan demikian, mempelajari filsafat bukan suatu bid`ah atau ghayra sunnah, dan tak ada yang salah dengan tashawwuf sejauh ia tak melenceng dari ajaran Islam atau mengajak orang khianat kepada Alláh.

Satu athar dari sayyid 'Ali ibnu Abu Thalib, radhiya allaahu 'an hu, sepupu, juga menantu, dan sekaligus sahabat dari rasuwlullah, mungkin bermafaat untuk meredam polemik tentang tashawwuf atau filsafat dalama Islam. 
  • undzur maa qaala, wa laa tandzur man qaala.
  • kamu-pandanglah apa yang ia-telah-katakan, dan jangan kamu-memandang siapa yang dia-telah-mengatakan.



AJARAN INTI TASHAWWUF
Konsep dasar dan ajaran inti tashawwuf dalam Islam adalah.
  • tawhid.
  • ma'riyfatullaah.
  • ru'yatullaah.
Berdasarkan pada kebijakan, untuk menghindarkan umat dari kesalahpahaman tentang Allah, seperti dalam kasus "anaa al haqq" dan "wahdatul wujuwd" yang dipopulerkan di Arabiya oleh Mansyur Al Hallaj (858―992), dan kasus ajaran "manunggaling kawulo gusti" yang dipopulerkan di Jawa oleh Syaykh Siti Jenar alias Syaykh Lemah Abang alias Syaykh Tanah Merah (―1508), yang bergabung di 1481 dalam Dewan Da'wah Islamiyah Wali Songo, yang keduanya dihukum oleh dewan ulama, karena pengajaran terbuka, kami tak membahas ajaran tashawwuf secara terbuka melampaui ma'riyfatullah. Demikian agar para anggota forum ma'lum adanya.

Untuk yang berminat mendalami tashawwuf, kami persilahkan mengikuti kelompok pengajian tashawwuf terdekat dengan domisli yang bersangkutan, tapi kami tak dapat memberikan acuan, mengingat ada banyak manhaj dengan metoda pengajaran berbeda.

Dengan demikian ulasan dan kupasan tentang tashawwuf penulis tutup sampai disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Over View

PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DI MADRASAH

(Nana Masrur) Kompetensi Dasar : Mampu Menguraikan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam di Madrasah Indikator : Madrasah dan Perkemb...