⇱Home⇲ |
Tentu ada pula orang yang akan bertanya:
- Bagaimana orang akan berbuka puasa Ramadhan jika Surya masih kelihatan bersinar nyata di angkasa?
- Dan betapa akan dilakukan Shalat Maghrib bilamana Surya belum terbenam?
Kita ingin pula memajukan pertanyaan:
Di suatu hari menurut jadwal tradisional, orang di utara harus mulai imsak puasa pada jam 01.20 pagi karena ketika itu fajar telah terbit di timur, dan baru boleh berbuka puasa pada jam 21.27 malam karena waktu itulah Surya sempurna terbenam di barat. Demikian pula dia melakukan Shalat Fajar dan Shalat Magrib pada waktu-waktu tersebut di antara mana dia menahan lapar dan haus selama hampir 20 jam. Sebaliknya mereka yang diam di belahan selatan pada hari yang sama mulai imsak pada jam 07.20 dan berbuka puasa pada jam 15.00 karena ketika itu Surya baru sempurna terbenam di horizon barat.
Mereka hanya puasa selama lebih kurang 7 setengah jam saja. Sementara itu mereka melakukan Shatat Zuhur, 'Ashar dan Maghrib pada waktu-waktu yang lebih berdekatan. Bahkan berdasarkan jadwal tradisional tadi, orang yang kebetulan ada di kutub Bumi teipaksa berpuasa terus-menerus minimal selama enam bulan, dan melakukan Shalat wajib yang lima waktu hanya satu kali masing-masingnya selama satu tahun, karena di daerah itu memang Surya terbit dan terbenam hanya satu kali dalam setahun.
- Apakah Alquran kurang cukup?
- Adakah dasar hukum Islam selain Alquran?
- Apakah dibiarkan para Ulama didesak terus dengan tantangan?
- Apakah Mukmin di kutub Bumi dibiarkan puasa terus menerus selama enam bulan, dan melakukan Shalat Maghrib sekali dalam setahun?
Di suatu hari menurut jadwal tradisional, orang di utara harus mulai imsak puasa pada jam 01.20 pagi karena ketika itu fajar telah terbit di timur, dan baru boleh berbuka puasa pada jam 21.27 malam karena waktu itulah Surya sempurna terbenam di barat. Demikian pula dia melakukan Shalat Fajar dan Shalat Magrib pada waktu-waktu tersebut di antara mana dia menahan lapar dan haus selama hampir 20 jam. Sebaliknya mereka yang diam di belahan selatan pada hari yang sama mulai imsak pada jam 07.20 dan berbuka puasa pada jam 15.00 karena ketika itu Surya baru sempurna terbenam di horizon barat.
Mereka hanya puasa selama lebih kurang 7 setengah jam saja. Sementara itu mereka melakukan Shatat Zuhur, 'Ashar dan Maghrib pada waktu-waktu yang lebih berdekatan. Bahkan berdasarkan jadwal tradisional tadi, orang yang kebetulan ada di kutub Bumi teipaksa berpuasa terus-menerus minimal selama enam bulan, dan melakukan Shalat wajib yang lima waktu hanya satu kali masing-masingnya selama satu tahun, karena di daerah itu memang Surya terbit dan terbenam hanya satu kali dalam setahun.
Atas dasar keadaan demikian dakwah Islamiah tidak mempan di Barat yang penduduknya lebih peka (sensitif) terhadap keadaan konkrit, maka wajarlah bilamana dalam berbagai penerbitan pada pertengahan abad ke-20 Masehi termuat tulisan yang menyatakan adanya tantangan bagi Ulama Islam mengenai jadwal Shalat wajib dan berpuasa bulan Ramadhan tidak mungkin terlaksana dan tidak praktis dilakukan oleh masyarakat yang bertempat tinggal lebih dekat ke kutub-kutub Bumi.
Pada hakekatnya, keadaan demikian berupa pukulan bagi tradisi yang berlaku dalam masyarakat Islam dan sekaligus jadi pendorong bagi para Ulama memikirkan Firman ALLAH lebih seksama karena diyakini hukum ALLAH senantiasa logis dan praktis bagi kebaikan hidup manusia di mana pun adanya. Para Ulama harus mengubah tradisi demikian menurut kandungan ilmu yang termuat dalam Alquran hingga jadwal Shalat dan Puasa tidak memberatkan tetapi membimbing manusia kepada kebenaran hukum dan disiplin hidup bahagia dalam Islam.
Kita lebih tinggi jika kita beriman pada ALLAH dan pada hukum yang DIA turunkan dalam Alquran. Tidaklah kita disebut beriman jika tidak mematuhi dan mengikuti hukum yang diturunkan ALLAH. Hal ini dinyatakan dalam Ayat 4:65, 5:44, dan 7:3. Maka ketentuan ALLAH pada Ayat 3:139 hendaklah menjadi batu ujian untuk menilai apakah kita benar sudah beriman menurut hukum-NYA hingga kita menjadi masyarakat lebih tinggi di antara manusia umumnya di dunia kini, ataukah kita telah berpura.pura beriman atau salah tanggap tentang hukum yang diturunkan ALLAH hingga kita masih terbilang rendah terkebelakang dalam peradaban.
Kita lebih tinggi jika kita beriman pada ALLAH dan pada hukum yang DIA turunkan dalam Alquran. Tidaklah kita disebut beriman jika tidak mematuhi dan mengikuti hukum yang diturunkan ALLAH. Hal ini dinyatakan dalam Ayat 4:65, 5:44, dan 7:3. Maka ketentuan ALLAH pada Ayat 3:139 hendaklah menjadi batu ujian untuk menilai apakah kita benar sudah beriman menurut hukum-NYA hingga kita menjadi masyarakat lebih tinggi di antara manusia umumnya di dunia kini, ataukah kita telah berpura.pura beriman atau salah tanggap tentang hukum yang diturunkan ALLAH hingga kita masih terbilang rendah terkebelakang dalam peradaban.
Mungkin kita telah berpura-pura menyatakan diri beriman didorong oleh ibu bapak menyatakan dirinya beragama Islam dan beriman, maka sikap pura-pura itu tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari di mana nyata bahwa kebanyakan kita tidak berbuat sesuai dengan hukum ALLAH malah menantangnya. Sebenarnya sikap demikian tidak lagi menempatkan diri sebagai Mukmin tetapi sebaliknya berupa musuh Islam yang ada dalam masyarakat Islam sendiri."Kita tidak mempunyai alasan menyalahkan Ayat Suci, tetapi benarlah kita sendiri tidak memahami maksud ketentuan hukum ALLAH mengenai jadwal Shalat dan Puasa".
Mungkin pula kita salah tanggap tentang hukum yang diturunkan ALLAH hingga dalam beberapa abad masyarakat yang menamakan dirinya Islam telah hidup dalam kerendahan peradaban dibandingkan dengan keadaan lain yang berlaku, bagi kesalahan demikian didasarkan niat jujur dan sebagian iman yang ada dalam dada, masih terbentang jalur lebar di hadapan kita untuk bersikap benar dan praktis yaitu kembali mempelajari dan mengambil ketentuan hukum yang terkandung dalam Alquran. Bagi setiap persoalan hidup apalagi yang berhubungan dengan hukum agama, senantiasa ada penjelasannya dalam Kitab Suci itu tentang mana beberapa kali diserukan:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ﴿٢٢﴾
54:22. Sungguh KAMI permudah Alquran untuk pemikiran maka adakah yang memperhatikan?
⇱Home⇲
Tidak ada komentar:
Posting Komentar