Yang tidak boleh dinikahi ialah:
a. Perempuan musyrik tidak boleh dinikahi lelaki Islam. Sebaliknya lelaki musyrik juga tidak boleh dinikahkan dengan perempuan Islam, dinyatakan ALLAH dalam Ayat 2/221 dan 60/10.
b. Perempuan yang pernah jadi istri bapak kandung, tidak boleh dinikahi, menurut Ayat 4/22.
c. Orang juga tidak boleh menikahi ibu kandung, anak kandung, saudari kandung, saudari bapak kandung, saudari ibu kandung, anak saudara kandung, anak saudari kandung, mertua, anak tiri yang ibunya sudah dicampuri, yang pernah jadi istri anak kandung. Juga tidak boleh orang menikahi dua perempuan bersaudari kandung sekaligus. Semua ini tercantum pada Ayar 4/23.
d. Orang yang pernah berzina; baik lelaki maupun perempuan, tidak boleh dinikahkan dengan orang beriman, termuat dalam Ayat 2/221 dan 4/23. Untuk jelasnya baiklah dikutipkan arti Ayat-ayat Suci itu di bawah ini:
وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَـٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ ﴿٢٢١ 2/221. Jangan nikahi musyrikat hingga mereka beriman, dan sahaya beriman lebih baik daripada musyrikah walaupun mengherankan kamu. ,Dan jangan nikahkan musyrikin hingga mereka beriman, dan hamba beriman lebih baik daripada musyrik walaupun mengherankan kamu. Itulah yang menyeru kepada Neraka, dan ALLAH menyeru kamu kepada Surga dan kemampuan dengan izin-NYA. DIA menerangkan Ayat-ayat-NYA bagi manusia semoga mereka mempertimbangkan.
وَلَا تَنكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُم مِّنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۚ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا ﴿٢٢ 4/22. Jangan nikahi perempuan yang telah dinikahi bapakmu kecuali yang sungguh tetah berlalu, bahwa hal itu adalah kekejian dan kemurkaan serta garis hukum yang jahat.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٢٣﴾ 4/23. Diharamkan atasmu ibu-ibumu dan putri-putrimu dan saudari-saudarimu dan saudari bapakmu dan saudari ibumu dan putri-putri saudara dan putri saudari dan ibumumu yang menyusukanmu dan saudari-saudarimu sepersusuan dan ibu istrimu dan anak tirimu yang ada dalam kamarmu dari istrimu yang telah kamu campuri. Jika belum kamu campuri mereka maka tiada halangan atasmu. Dan yang pernah halal bagi putra-putramu dari benihmu dan mengumpulkan dua perempuan bersaudari kecuali yang sungguh telah berlalu. Bahwa ALLAH pengampun penyayang.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ ۖ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ۖ وَآتُوهُم مَّا أَنفَقُوا ۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ أَن تَنكِحُوهُنَّ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ ۚ وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ وَاسْأَلُوا مَا أَنفَقْتُمْ وَلْيَسْأَلُوا مَا أَنفَقُوا ۚ ذَٰلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ ۖ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٠ 60/10. Wahai orang-orang beriman, ketika sampai padamu Mukminat yang hijrah maka ujilah mereka. ALLAH lebih tahu tentang iman mereka. Jika telah kamu ketahui mereka Mukminat, janganlah kembalikan mereka kepada orang-orang kafir. Mereka tidak halal untuk orang-orang itu, juga orang-orang itu tidak halal untuk mereka, dan berilah pada orang-orang itu apa (mas kawin) yang telah mereka nafkahkan. Dan tiada kejanggalan atasmu menikahi mereka ketika kamu telah memberikan nafkah (mas kawin) mereka. Jangan tahan mereka dengan penahanan tradisi kafir. Mintalah apa yang telah kamu nafkahkan (jika istrimu jadi kafir) dan hendaklah orang-orang (kafir) itu meminta apa yang telah mereka nafkahkan. Itulah hukum ALLAH yang DIA hukumkan di antara kamu. ALLAH mengetahui lagi bijaksana.
وَإِن فَاتَكُمْ شَيْءٌ مِّنْ أَزْوَاجِكُمْ إِلَى الْكُفَّارِ فَعَاقَبْتُمْ فَآتُوا الَّذِينَ ذَهَبَتْ أَزْوَاجُهُم مِّثْلَ مَا أَنفَقُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُونَ ﴿١١ 60/11. Jika sesuatu menyusahkan kamu dari istrimu kepada orang kafir lalu kamu bertindak, maka (pemerintah) berilah pada orang yang istrinya pergi itu persamaan yang mereka nafkahkan. Insaflah pada ALLAH yang kamu beriman pada-NYA.
Dari makna dua Ayat Suci terakhir di atas ini semakin jelas bahwa dalam masalah nikah, masyarakat dan khususnya pemerintah harus ikut campur dan bahkan bertanggung jawab. Jika ada perempuan beriman lari dari suaminya yang kafir maka pemerintah harus membayarkan kembali sejumlah uang mas kawin perempuan itu kepada lelaki kafir tersebut. Ketika itu si perempuan terhitung telah dithalaki suaminya, dan sesudah waktu idahnya habis, dia boleh dinikahkan dengan lelaki beriman. Sebaliknya jika seorang istri lari dari suaminya yang beriman kepada lelaki kafir, pemerintahpun harus mengganti mas kawin perempuan itu pada suaminya yang ditinggalkan, kemudian menuntut kerugian kepada lelaki kafir tadi.
Begitu penting persoalan nikah yang harus diperhatikan dan dipertanggungjawabkan oleh jawatan pemerintah dalam bidang NTR (Nikah, Thalak, Rujuk) didasarkan atas hukum fungsional bahwa seorang beriman tidak boleh menikah dengan orang kafir. Hal ini jadi semakin berat jika ditinjau dari maksud Ayat 24/3 bahwa seorang pezina tidak boleh dinikahkan dengan seorang beriman, karena pezina itu telah tergolong pada orang-orang musyrik.
Memang tidak mungkin dicapai kemakmuran bilamana suami istri terdiri dari orang Islam dan kafir karena keduanya berlainan arah hidup dan dasar hukum. Setiap ibu bapak hendaknya tidak menganggap enteng persoalan nikah anak-anaknya yang mulai dewasa begitupun pejabat NTR di setiap daerah kediaman masyarakat Islam. Jika berlaku pernikahan antara dua orang yang satu di antaranya pezina maka yang bertanggung jawab di sini adalah pejabat NTR karena telah melanggar hukum nikah pada Ayat 24/3. Dari sebab itu hendaklah pejabat NTR memperhatikan lebih dulu kesehatan kedua calon mempelai, sejarah hidupnya, dan sebagainya agar dia terbebas dari kesalahan, dan tidak membiarkan pezina jadi suami istri dengan yang bukan pezina.
Kita seringkali mendengar berlangsungnya pernikahan di bawan pimpinan pejabat NTR, tetapi jarang sekali mengetahui adanya sikap pejabat tersebut mengenai terlaksananya hukum yang tercantum pada Ayat 24/3 apalagi hukum yang tercantum pada ayat 2/221 bahwa orang musyrik tidak boleh dinikahkan dengan orang beriman.
•••
Tidak ada komentar:
Posting Komentar