Apakah Pencuri Mesti Dipotong Tangannya Menurut Al-Qur'an? (dari Dizz Brown.)
----------------------------------------------------------------
[5:38] Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan mereka (sebagai) sebuah hukuman terhadap apa yang telah mereka lakukan, dan (sebagai) pembuat rasa takut dari Allah. Allah Berwibawa, Bijaksana.
Diterjemahkan dari Qur'an terjemahan Inggris pada www.quran-islam.org
-----------------------------------------------------------------
Kata ''iqtha'u'' (bentuk perintah dari kata ''qatha'a'') telah ditafsirkan secara salah oleh ahli-ahli tradisional, yaitu berarti ''MEMOTONG''.
Tetapi, kata untuk ''memotong'' di dalam bahasa Arab adalah ''batara''. Di dalam 108:3 kita baca kata ''abtar'' yang mana berbicara tentang dia yang telah dipotong (keturunannya terputus/terpotong).
Di dalam [5:38] Allah tidak memakai kata ''batara'', tetapi memakai kata ''iqtha'u'' yaitu perbuatan memotong yang semata-mata menyebabkan sebuah luka atau sebuah tanda. Sebagai contoh, misalnya terhadap seseorang yang sedang bekerja di dapur dan kemudian mungkin mengatakan, ''Saya telah memotong tangan saya''. Ini tidaklah berarti ia telah memotong putus tangannya!
Untuk membuat pasti terhadap maknanya (''iqtha'u'') yang tepat, Allah telah berikan kepada kita di dalam Qur'an sebuah penunjukan yang jelas di dalam kisah Yusuf. Ketika para wanita--yang menjadi tamu istri Gubernur, melihat betapa rupawannya Yusuf--''memotong'' tangan mereka [12:31]. Kata yang sama di dalam [5:38] dipakai di dalam [12:31] itu. Sebagaimana kita ketahui dengan sendirinya, para perempuan ini tidaklah memotong putus tangan mereka.
Kita perhatikan bahwa jumlah nomer surah dengan nomer ayat di dalam kedua kasus itu adalah identik (=sama). Ini adalah sebuah tanda dari Allah untuk memperkuat bahwa kata yang sama untuk kedua ayat itu mempunyai arti yang sama: 5+38=43 dan 12+31=43.
Sebagai konsekuensinya, hukuman untuk pencuri menurut Yang Maha Penyayang adalah memberi tanda atau melukai tangan pelanggar itu sehingga ia (merasa) dipermalukan di depan manusia. Ini adalah sebagai tambahan mengaplikasikan hukum kesamaan (=hukum qishaash: 2:178-179 dan 2:194) di mana pelanggarnya diputuskan/ditetapkan mengkompensasi korbannya secara penuh.
Allah Yang Maha Penyayang tidaklah menetapkan kepada setiap orang untuk dihukum karena dosa-dosa orang lain [6:164]. Pemotongan tangan seorang pencuri akan menghancurkan kehidupannya. Sebagai hasilnya, keluarga dan orang-orang yang tergantung padanya akan mengalami penderitaan yang bukan (secara langsung) kesalahan mereka. Hukum Allah adalah adil dan kebijaksanaan Allah tiada bandingannya.
Pengaplikasian hukuman yang tepat untuk pencuri akan memberikan pelanggar itu kesempatan untuk menyesal dan memperbaiki diri, dan kemudian ia akan dapat kembali ke dalam kehidupan normal sesudah luka di tangannya sembuh.
Pada sisi yang lain, pemotongan tangan akan menjadi sebuah hukuman selama-selamanya yang tidak dapat dibalikkan seandainya pelanggar itu benar-benar berkeinginan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.
Akhirnya, Allah memberikan kita--di dalam ayat yang persis sesudahnya, yaitu [5:39]--bukti tambahan yang meyakinkan untuk pemahaman kita yang tepat tentang hukuman untuk pencuri. Di dalam [5:39] Allah berkata bahwa DIA ''yatuub'' (=menerima taubat) semua orang yang menyesal dan mengadakan perbaikan. Tidaklah ada pengecualian di dalam [5:39]; jadi, termasuk terhadap orang-orang yang telah melakukan pencurian. Kata ''yatuub'' berarti memaafkan dan mengembalikan ke keadaan semula. Dengan sendirinya, seseorang yang tangannya telah dipotong tidaklah dapat dikembalikan ke keadaan semula, karena ia akan terus membawa hukuman kriminalnya itu sampai pada hari kematiannya.
Orang-orang yang bersikeras mengkleim bahwa hukuman bagi pencuri yaitu ''MEMOTONG TANGAN'', oleh karena itu, adalah orang-orang yang menolak kepenyayangan Allah yang tiada terbatas.
----------------------------------------------------bersama QuranAlone Islam.
----------------------------------------------------------------
[5:38] Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan mereka (sebagai) sebuah hukuman terhadap apa yang telah mereka lakukan, dan (sebagai) pembuat rasa takut dari Allah. Allah Berwibawa, Bijaksana.
Diterjemahkan dari Qur'an terjemahan Inggris pada www.quran-islam.org
-----------------------------------------------------------------
Kata ''iqtha'u'' (bentuk perintah dari kata ''qatha'a'') telah ditafsirkan secara salah oleh ahli-ahli tradisional, yaitu berarti ''MEMOTONG''.
Tetapi, kata untuk ''memotong'' di dalam bahasa Arab adalah ''batara''. Di dalam 108:3 kita baca kata ''abtar'' yang mana berbicara tentang dia yang telah dipotong (keturunannya terputus/terpotong).
Di dalam [5:38] Allah tidak memakai kata ''batara'', tetapi memakai kata ''iqtha'u'' yaitu perbuatan memotong yang semata-mata menyebabkan sebuah luka atau sebuah tanda. Sebagai contoh, misalnya terhadap seseorang yang sedang bekerja di dapur dan kemudian mungkin mengatakan, ''Saya telah memotong tangan saya''. Ini tidaklah berarti ia telah memotong putus tangannya!
Untuk membuat pasti terhadap maknanya (''iqtha'u'') yang tepat, Allah telah berikan kepada kita di dalam Qur'an sebuah penunjukan yang jelas di dalam kisah Yusuf. Ketika para wanita--yang menjadi tamu istri Gubernur, melihat betapa rupawannya Yusuf--''memotong'' tangan mereka [12:31]. Kata yang sama di dalam [5:38] dipakai di dalam [12:31] itu. Sebagaimana kita ketahui dengan sendirinya, para perempuan ini tidaklah memotong putus tangan mereka.
Kita perhatikan bahwa jumlah nomer surah dengan nomer ayat di dalam kedua kasus itu adalah identik (=sama). Ini adalah sebuah tanda dari Allah untuk memperkuat bahwa kata yang sama untuk kedua ayat itu mempunyai arti yang sama: 5+38=43 dan 12+31=43.
Sebagai konsekuensinya, hukuman untuk pencuri menurut Yang Maha Penyayang adalah memberi tanda atau melukai tangan pelanggar itu sehingga ia (merasa) dipermalukan di depan manusia. Ini adalah sebagai tambahan mengaplikasikan hukum kesamaan (=hukum qishaash: 2:178-179 dan 2:194) di mana pelanggarnya diputuskan/ditetapkan mengkompensasi korbannya secara penuh.
Allah Yang Maha Penyayang tidaklah menetapkan kepada setiap orang untuk dihukum karena dosa-dosa orang lain [6:164]. Pemotongan tangan seorang pencuri akan menghancurkan kehidupannya. Sebagai hasilnya, keluarga dan orang-orang yang tergantung padanya akan mengalami penderitaan yang bukan (secara langsung) kesalahan mereka. Hukum Allah adalah adil dan kebijaksanaan Allah tiada bandingannya.
Pengaplikasian hukuman yang tepat untuk pencuri akan memberikan pelanggar itu kesempatan untuk menyesal dan memperbaiki diri, dan kemudian ia akan dapat kembali ke dalam kehidupan normal sesudah luka di tangannya sembuh.
Pada sisi yang lain, pemotongan tangan akan menjadi sebuah hukuman selama-selamanya yang tidak dapat dibalikkan seandainya pelanggar itu benar-benar berkeinginan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.
Akhirnya, Allah memberikan kita--di dalam ayat yang persis sesudahnya, yaitu [5:39]--bukti tambahan yang meyakinkan untuk pemahaman kita yang tepat tentang hukuman untuk pencuri. Di dalam [5:39] Allah berkata bahwa DIA ''yatuub'' (=menerima taubat) semua orang yang menyesal dan mengadakan perbaikan. Tidaklah ada pengecualian di dalam [5:39]; jadi, termasuk terhadap orang-orang yang telah melakukan pencurian. Kata ''yatuub'' berarti memaafkan dan mengembalikan ke keadaan semula. Dengan sendirinya, seseorang yang tangannya telah dipotong tidaklah dapat dikembalikan ke keadaan semula, karena ia akan terus membawa hukuman kriminalnya itu sampai pada hari kematiannya.
Orang-orang yang bersikeras mengkleim bahwa hukuman bagi pencuri yaitu ''MEMOTONG TANGAN'', oleh karena itu, adalah orang-orang yang menolak kepenyayangan Allah yang tiada terbatas.
----------------------------------------------------bersama QuranAlone Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar