Seni dalam Islam

Yang termasuk bidang kesenian menurut manusia diantaranya adalah seni sastra, seni lukis, seni ukir, seni suara, seni musik, pentas dan tari. Semua itu berbeda dalam cara mendapatkannya, karenanya hukum terhadap masing-masing juga berbeda, dan harus dibicarakan satu persatu.
Bahwa yang kita sampaikan disini bukannya menurut kehendak yang berlaku dalam masyarakat, bukan pula menurut tradisi lama dan yang masih berlaku, tetapi menurut hukum yang ditentukan Allah atas dasar sinyalemen dalam Al-Qur’an sebagai petunjuk dan hukum untuk dilaksanakan dalam masyarakat Islam.
Bilamana terdapat suatu ketentuan hukum bertentangan kehendak manusia, hendaklah diketahui bahwa dalam keadaan demikian bukanya Allah hendak mempersempit gerak tindak manusia dalam masyarakatnya, tetapi untuk keselamatan manusia itu sendiri yang dalam hidupnya senantiasa dibayangi oleh kepalsuan, ujian, keserakahan dan kezaliman.
Karena keterbatasan kemampuan dan pengalaman dalam penyampaian materi pada kolom majalah ini, maka akan kita bahas berkait tiga kesenian yang dirasa perlu mendapat tanggapan dan apresiasi yang positif dalam kehidupan serta sejarah peradaban manusia, diantaranya seni sastra, seni ukir dan seni musik.  Kini marilah kita bicarakan bagaima sebaiknya masing-masing kesenian yang tersebut diatas tadi.
1.      Seni Sastra:
Seni sastra adalah alat atau suatu cara mencerdaskan manusia, karenanya harus digiatkan agar berkembang luas, bukan saja di kalangan remaja tetapi juga di semua lapisan masyarakat, dalam hal-hal amar makruf nahi mungkar, perhatikan maksud Q.S 96:4 dan 96:5, maka hendaklah semua tulisan dalam kesenian ini terbebas dari sifat-sifat fahsyaa' atau porno, dari caci dan cela, begitupun dari penyebaran perbuatan kriminil dan kemusyrikan. Semua itu adalah unsur buruk yang mungkin menimbulkan kemerosotan budi pekerti menurut Islam.
Begitu pula hendaknya tulisan-tulisan terbebas dari sifat khayal, dongeng, yang hanya timbul dari imaginasi pengelana. Juga harus terbebas dari sifat-sifat kepalsuan dan syair-syair yang sebenarnya tak cocok dengan fitrah manusia ataupun tak sesuai dengan aliran fikiran wajar, untuk itu perhatikanlah maksud Q.S. 26:221-226
Seterusnya hendaklah tulisan-tulisan itu tidak menceritakan hal-hal yang romantis hingga mengasyikkan pembaca remaja penuh dengan khayalan dan mimpi akhirnya terjerumus kepada maksiat.
Dari semua ketentuan ini dapatlah diketahui bahwa seni sastra dibolehkan untuk ketinggian martabat masyarakat, tetapi:
a. Tulisan harus bebas dari cela dan hasutan, Q.S. 23:97, 68:10 s:d 68:13 dan 104:1. Karena memang banyak terdapat tulisan yang dikatakan termasuk seni sedangkan isinya hanyalah hasutan, cercaan ataupun celaan bagi segolongan masyarakat, bahkan kadang-kadang terdapat juga ditujukan kepada masyarakat Islam dan hukum Al-Qur’an sendiri.
b. Tulisan harus bebas dari cerita porno, Q.S. 4:117,  7:28 dan 20:97. Karena memang banyak kedapatan tulisan yang dikatakan termasuk seni, padahal tidak lebih daripada peragaan kebejatan moral, disebarkan hanya menjebak kaum remaja untuk mendapat kekayaan.
c. Tulisan hendaklah bebas dari hal-hal romantis mengasyikkan para pembaca, karena didalamnya terdapat cerita romantik dengan suguhan percintaan antara lelaki dan perempuan. Hal ini banyak terdapat dalam masyarakat, sengaja diterbitkan untuk mendapat kekayaan, ironinya pernah pula ditulis oleh pemuka Islam sendiri, tetapi dia melupakan bahwa tulisan itu bukannya mempertinggi martabat, malah sebaliknya, membawa pembacanya kedalam alam mimpi penuh khayal bertujuan perbuatan mesum. Dalam hal ini hendaklah diperhatikan maksud Q.S. 3:14, 4:27, 19:59, dan 30:21.
d. Tulisan hendaklah bebas dari hal-hal yang tak mungkin kejadian ataupun hal-hal yang tak logis menurut alam manusia, karena hanya untuk susunan syair dengan kata-kata muluk tetapi penuh kepalsuan. Dalam hal ini hendaklah dimaklumi maksud Q.S. 26:221.
e. Tulisan hendaklah bebas dari cerita dongeng, seperti kambing bicara dengan keledai, cerita kancil memperdaya musuhnya, binatang berbicara layaknya manusia dan sebagainya. Semua itu bukannya bersifat membangun, tetapi sebaliknya memperbodoh anak-anak yang seharusnya diberi hal-hal konkrit dalam membimbing pertumbuhan fikirannya. Dalam hal ini hendaklah diperhatikan maksud Q.S. 4:9, 27:79, dan 66:6.
f. Tulisan juga harus bebas dari cerita-cerita kriminal, karena yang demikian adalah hal-hal destruktif, sementara itu dapat mempengaruhi fikiran pembaca hingga manganggap biasa soal-soal kejahatan dan bahkan  mungkin pengarang cerita melaksanakan pula. Ingatlah pengaruh lingkungan dan kebiasaan yang akhirnya mempengaruhi diri seorang Q.S. 2:81.
2.      Seni Ukir:
Kesenian ini dapat dianggap sebagai kelompok dari seni pahat dan seni patung. Untuk seni pahat tentulah berlaku bahwa semuanya hendaklah untuk kemajuan peradaban menurut hukum Islam. Dengan seni ini imaginasi seseorang dapat dikembangkan tentang sesuatu untuk peningkatan peradaban, baik dalam bidang science maupun dalam bidang teknik. Orang tidak dilarang mengadakan dan mencari keindahan, bahkan dianjurkan, karena dengan keindahan itu akan ditemui tanda-tanda kebesaran Allah yang dengannya orang tergugah untuk bersikap jujur, benar dan adil dan mengakui atas kesempurnaan ciptaanNYA. Namun semuanya harus dalam garis-garis yang diridhoi Allah, amar makruf nahi mungkar.
Mengenai seni patung, dari berbagai segi menurut hukum tidak kita lihat ada faedahnya kecuali keriyaan dan mubazzir serta pembuangan waktu dan tenaga, ironi bahwa pelaku atas kegiatan yang dianggap keindahan kesenian sebagai ajang perlombaan ini adalah mereka yang mengaku diri Islam. Bilamana sesuatu tidak mendatangkan faedah apalagi mengandung sifat mubazzir dalam berbagai segi kehidupan maka tentunya dilarang dalam masyarakat Islam. Setiap perbuatan mubazzir akan menjurus kepada perbuatan setan dan kedzalian. 17:27.
Walaupun pada masyarakat Islam di Asia Barat mungkin terdapat berbagai patung dalam sejarah peradaban tetapi hal itu bukanlah dijadikan ukuran tentang boleh tidaknya seni patung dalam hukum Islam. Ingatlah bahwa biasanya patung dibikin orang untuk memuliakan pejuang atau tokoh penting dalam sejarah, namun Muhammad sebagai tokoh terbesar tidak meninggalkan sejarah hidupnya berwujud patung atau gambarnya karena ditakuti dijadikan mitos atau dongeng pada masyarakat manusia kemudiannya. Demikian halnya sering kita jumpai kejadian bahwa karikatur disiarkan kepada umum tetapi isinya berbentuk celaan dan hasutan, sedangkan yang dibutuhkan adalah yang bersifat konstruktif, korektif juga dan adil. Mengenai ini perhatikanlah QS. 6:108, 16:125 dan 49:10. Karena Muhammad adalah Uswah Hasanah 33:21, kita hendaklah mengikuti contoh yang beliau tinggalkan.
Dengan dasar diatas ini, teranglah seni patung tidak dibolehkan dalam Islam agar tidak menjadi mitos yang didewakan oleh generasi mendatang, begitu pula agar tidak bersifat riya dan mubazzir, apalagi patung-patung telanjang yang sesungguhnya memperlihatkan kebejatan serta kebiadaban.
3.      Seni suara dan seni musik:
Memang agak susah, memisahkan antara kedua macam seni ini, karena keduanya saling berhubrungan. Bilamana ada musik maka orang tergugah untuk menyanyi, dan bilamana ada nyanyi, orang juga akan bergerak untuk menimbulkan bunyi benda yang berupa musik. Dan akhirnya orang itu akan bergerak atau menggerakan bagian tubuhnya berbentuk tari, dansa, joget dan sebagainya.
Ditinjau dari hukum Islam yang semuanya amar makruf nahi mungkar bersifat konkrit bukan khayal, sedangkan seni suara dan seni musik itu secara terang mengandung :
a.    Alam khayal hingga orang diayun buai oleh irama yang mengasikkan, dan  kadang – kadang menyebabkan orang lupa pada keadan diri sendiri.
b.    Ucapan palsu, hingga seorang penyanyi sering megucapkan hal-hal yang tidak mungkin dilaksanakan dengan mana dia terdidik jadi munafik.
c.     Pekerjaan yang mendekatkan orang kepada bergaul bebas antara lelaki dan perempuan, berarkhir dengan pendekatan pada zina.
d.    Pekerjaan mubazzir, membuang waktu secara percuma tentang mana setiap orang Islam harus sangat berhati-hati.
Dalam sekian ratus tahun, masyarakat Islam telah dipengaruhi oleh kebudayaan nenek moyang hingga pada hampir semua masyarakat Islam itu hal-hal yang termasuk seni suara dan seni musik sudah menjadi kebiasaan, bahkan dianjurkan dan digalakkan. Sungguh sangat sulit untuk memisahkan masyarakat Islam demikian dari kedua macam seni tersebut, tetapi akan lebih susah lagi bagi orang untuk memisahkan kedua macam seni itu dari perbuatan mubazir, riya, khayal, pergaulan bebas yang dilarang menurut hukum Islam.
Maka keadaan seni suara dan seni musik demikian hendaklah setiap diri mempertimbangkan akibat yang bakalan terjadi dalam kehidupan. Untuk ini dapat di ketahui dari maksud ayat  4:9, 33:70, 25:72 dan 26:226. Kini terserah pada masyarakat Islam serdiri apakah akan menjalankan hukum agama yang dianutnya atau akan tetapi mengikuti kebiasaan yang telah berlaku dalam masyarakat.
Tentu akan ada orang bertanya: "Bagaimana dengan musik dan nyanyi yang menimbulkan semangat juang? Jawabnya ialah bahwa semangat pejuang Islam cukup dengan imannya pada Allah bahwa hidupnya kini hanyalah ujian beberapa tahun dimana dia mengabdi kepada hukum Allah semata, kemudian dengan penuh keyakinan, bahwa dia akan menemui hasil perjuangannya dengan segala kebesaran dan kebahagiaan di Akhirat nanti.
Hilangnya seni musik dan seni suara dalam masyarakat Islam bukanlah akan menjadikan masyarakat itu bungkam, sunyi dan mlempem, tatapi lebih banyak akan menimbulkan aktifitas produktif konkrit dalam berbagai bidang kehidupan tanpa fatamorgana. Mereka tidak akan hidup dalam bayangan kepalsuan dan khayalan senandung, tetapi dalam perhitungan penuh untuk lebih unggul daripada semua kelompok manusia lain di dunia kini. Untuk itu mereka berpegang teguh pada maksud QS. 3:139 dan selalu memikirkan ayat suci yang artinya sbb:
57:16.: “Apakah tidak kini waktunya bagi orang-orang beriman agar hati mereka tenang untuk memikirkan (hukum) Allah dan apa-apa yang DIA turunkan  dari hal logis, dan mereka tidak jadi seperti orang-orang yang didatangkan Kitab dulunya? Telah panjang jangka waktu atas mereka lalu keraslah hati mereka dan kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang fasik.”
76:3.: “Bahwa Kami menunjukkan garis hukum padanya (manusia itu) apakah dia menghargai ataukah jadi kafir.”

76:4.: “Bahwa Kami menyediakan untuk orang-orang kafir itu rantai-rantai dan kekangan serta tempat pembakaran.”

Over View

PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DI MADRASAH

(Nana Masrur) Kompetensi Dasar : Mampu Menguraikan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam di Madrasah Indikator : Madrasah dan Perkemb...