Informasi

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH


I.    PENDAHULUAN
     Bani Umayyah adalah penerus Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada masa ini  pendidikan mulai berkembang secara pesat meneruskan pendidikan  pada zaman Rasulullah dan juga khulafaur rasyidin. Ini disebabkan karena wilayah Negara Islam yang semakin luas.
     Masa bani Umayyah di awali dari pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Dalam mengendalikan pemerintahannya,Muawiyah hampir memusatkan seluruh perhatianya kepada masalah politik dan keamanan. Percaturan politik dan gerakan – gerakan militer yang terjadi pada masa ini, baik dalam usaha perluasan wilayah Islam maupun dalam menghadapi pemberontakan – pemberontakan, menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang alam pikiran serta ilmu pengetahuan. Sehingga muncullah para ulama’ yang mengembangkan ilmu – ilmu di segala bidang baik ilmu umum maupun ilmu agama. Pada makalah ini akan kami jabarakan sistematika pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah dan seluk beluknya.
II.    RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Sistem Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah?
B. Bagaimana Pemikiran Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah?
C. Ilmu Pengetahuan Apa Saja yang Berkembang dan Siapa Saja Tokoh – Tokohnya?
D. Apa Sarana dan Prasarana nya ?
III.    PEMBAHASAN
A.    Sistem Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah.
     Pada periode Daulah Bani Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya, yaitu pendidikan khusus dan pendidikan umum. Pendidikan khusus adalah pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anak – anak Khalifah dan anak – anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan, atau hal- hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintahan.
     Adapun rencana pembelajaran bagi sekolah ini adalah menulis dan membaca Al – Quran dan Hadist, bahasa Arab dan syair – syair yang baik, sejarah bangsa arab dan peperangannya, adab kesopaan dalam perilaku pergaulan, pelajaran – pelajaran keterampilan menggunakan senjata, menunggang kuda dan kepemimpinan berperang. Tempat pendidikan berada dalam lingkungan istana. Guru – gurunya ditunjuk oleh Khalifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik.
     Sedangkan pendidikan umum adalah pendidikan yang diperuntukan bagi rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan lanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi masih hidup, beliau merupakan sarana pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan Islam. Pada masa Khulafaur Rasyidin dan  Bani Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran dalam pendidikan, hampir seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Khuttab, tempat anak – anak belajar menulis dan membaca atau menghafal Al-Quran serta belajar pokok – pokok agama Islam. Setelah tamat Al- Quran mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tinggi gurunya sudah ulama yang mashur ilmu nya, kealimannya serta kesholehannya.
     Umumnya pelajaran diberikan guru kepada muridnya satu – persatu, baik di khuttab atau di masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu Khalaqah dan dihadiri oleh seluruh pelajar. Yang bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan ini adalah para Ulama, merekalah yang memikul tugas mengajar dan memberikan bimbingan serta pimpinan kepada rakyat. Mereka bekerja atas dasar kesadaran dan keinsyafan moral serta tanggung jawab agama, bukan atas dasar pengangkatan dan penunjukkan pemerintah. Karena itu mereka tidak memperoleh jaminan hidup( gaji ) dari pemerintah.
     Tujuan dari kedua pendidikan tersebut akan diperoleh kesimpulan bahwa, yang pertama bertujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran yang ditunjang oleh keyakinan agama. Adanya perbedaan tujuan pendidikan menunjukkan adanya perbedaan pandangan hidup. Yang pertama menghasilkan pimpinan formal yang didukung oleh jabatan kenegaraan dengan wibawa kekuasaan. Sedang yang kedua menghasilkan pimpinan informal yang didukung oleh kharisma dan ilmu pengetahuan. 
B.    Pemikiran Pendidikan Islam pada Zaman  Bani Umayyah.
     Hal yang baru pada zaman ini adalah kestabilan politik yang dinikmati oleh negeri – negeri Islam. Akibatnya orang – orang Islam dapat mengarahkan perhatian nya kepada kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban – peradaban yang dijumpainya di negeri – negeri yang ditaklukan. Dalam waktu yang sama mereka memberi perhatian besar pada Ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk memeliharanya dari fikiran – fikiran luar. Dalam hal memilih antara fikiran – fikiran luar dari negeri yang ditaklukan dan fikiran Islam tulen, orang islam  lebih mengutamakan fikiran dan ilmu yang asli dan budaya yang asli. Oleh sebab itu orang – orang Umayyah terkenal fanatik kepada arab dan Islam, sekalipun mereka orang politik dan pemerintahan, bukan ahli – ahli Ilmu dan agama. Tetapi fanatik arab dan islam disini merupakan tingkah laku politik bukan tingkah laku Agama.
     Jadi zaman Umayyah, dari segi pemikiran pendidikan, adalah kelanjutan pemikiran pendidikan pada zaman Rasulullah SAW dan zaman Khulafaur Rasyidin.  Pemikiran pendidikan yang berasal dari luar sangat terbatas.
     Pemikiran – pemikiran pendidikan pada zaman Umayyah ini nampak dalam bentuk nasihat  para Khalifah kepada para pendidik anak – anaknya, yang termuat dan hampir memenuhi b uku – buku sastra, yang menunjukkan bagaimana teguhnya mereka berpegang pada tradisi arab dan Islam.
     Pemikiran pendidikan Islam pada zaman Umayyah ini juga tersebar pada tulisan – tulisan para ahli nahwu, sastra, hadits dan tafsir. Pada zaman ini para ulama mulai mencatat ilmu –ilmu bahasa, sastra dan agama untuk menjaganya supaya tidak diselundupi fikiran – fikiran lain dan perubahan – perubahan yang merusak, yang tanda – tandanya sudah banyak terlihat pada waktu itu.
     Diantara para penulis dan ulama dizaman ini, yang kita dapati pada tulisan dalam pemikiran pendidikan adalah Abdul  Hamid Yahya al – Khatiib yang mulanya adalah guru yang kemudian menaiki jenjang yang lenih tinggi sampai menjadi menteri, sehingga ia terbunuh di tangan golongan Abasiyah.
     Jadi Al – Quran dan sunnah adalah kerangka idiologi yang mengatur pemikiran pendidikan yang tampak pada nasehat para Kholifah kepada para pendidik anak – anaknya dan pada tulisan para penulis tanpa diselundupi oleh pemikiran asing. Walaupun ada percobaan untuk menerjemahkan pemikiran ini, yang sebenarnya sudah mulai pada pertengahan zaman ini.
C.    Ilmu – Ilmu yang Berkembang dan Para Tokohnya.
     Ilmu pengetahuan pada zaman Bani Umayyah memperoleh kesempatan untuk berkembang. Pada umumnya zaman ini merupakan masa tunas dari  Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu – ilmu lainnya yang ada dalam zaman itu. Sebagaimana telah dimaklumi perkembangan ilmu agama dengan segala alat ilmu pembantunya didukung oleh faktor – faktor perluasan wilayah Islam kedaerah yang beraneka ragam kultural antrophologinya, berbeda – beda sosial budaya dan kepercayaan serta pandangan hidupnya.
     Rasa haus kaum muslimin terhadap ilmu pengetahuan jelas nampak dalam usahanya mengembangkan ilmu agama dan bahasa, disamping itu perhatian mereka terhadap perpustakaan telah mulai muncul. Mereka juga dihadapkan pada ilmu – ilmu lama yang telah dimiliki bangsa – bangsa yang sudah berkebudayaan dan berperadaban tinggi, hal ini membangkitkan kegiatan usaha menerjemahkan buku – buku ilmu pengetahuan Yunani, Qibti, Persia dan India kedalam bahasa Arab. Prof Dr A Syalabi mengemukakan bahwa : “ Para penerjemah telah mendapat kedudukan dalam bidang penerjemahan semenjak didirikan perpustakaan yang pertama kali didunia Islam”. Menurut Kurd Ali orang yang pertama kali mendirikan perpustakaan ialah Khalid ibn Yazid. Beliau mencurahkan perhatiannya terhadap buku – buku dalam ilmu kimia, kedokteran dan ilmu bintang. Beliau diberi gelar “ Seorang ahli filsafat dari keluarga marwan “.
     Pada masa Bani Umayyah perkembangan ilmu tafsir dan hadist juga sangat maju. Ulama –ulama yang terkenal pada masa itu adalah :
1.    Ulama – ulama tafsir.di antaranya :
a)    Abdullah bin Abbas
b)    Abdullah bin Mas’ud
c)    Ubaiyah bin Ka’ab
2.    Ulama – ulama Hadist
a)    Abdullah bin Umar ( 2210 hadist )
b)    Abdullah bin Abbas ( 1500 hadist )
c)    Jabir bin Abdullah ( 1500 hadist )
d)    Anas bin malik ( 2210 hadist )
3.    Ulama – ulama fiqih
a)    Zaid bin Tsabit
b)    Ubay bin Kaab
c)    Muadz bin jabal
d)    Abdullah bin Masud
e)    Abu Musa bin al-asyari
     Untuk menafsirkan Al-Qur’an dan mempelajari Hadits diperlukan penguasaan ilmu bahsa (philology) dan ilmu tentang arti kata dan asal kata (leksikografi). Dalam Concise Encyclopedia of Arabic Civilization terdapat keterangan bahwa, yang pertama menyusun tata bahasa (gramatika) Arab adalah Abul Aswad Ad Duali, dengan maksud untuk memelihara kemurnian lafal bacaan Al – Quran dan pemahaman ayat – ayatnya. Ia mengajar gramatika bahasa arab di Basrah, hingga ia dianggap sebagai pendiri madzhab gramatika Basrah. Selain itu ia juga telah memperkenalkan tanda – tanda bunyi tulisan Arab yang sebelumnya tidak dikenal orang pada waktu itu. Dengan tersusunnya gramatika ini, maka bahasa arab makin cepat tersiar hingga memberikan kesempatan untuk menjadi bahasa Lingua Franca dalam wilayah Daulah Islam.
     Pada masa Daulah Umayyah mazhab belum terbentuk, akan tetapi Ulama mujtahid telah banyak seperti Al – Auza’iy dan lain – lain. Pada akhir masa Umayyah lahirlah dua orang imam mujtahid di antara imam yang berempat yaitu
1.    Imam Abu Hanifah di Irak ( lahir 80 H. = 699 M )
2.      Imam Malik bin Anas di Madinah, ( lahir 86 H = 714 M )
D.    Sarana dan Prasana Pendidikan
1.    Khuttab sebagai lembaga pendidikan dasar.
     Khuttab atau maktab, berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis. Jadi khuttab adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam khuttab telah ada di negeri arab, walaupun belum banyak dikenal.
     Sebenarnya Khuttab ini telah ada sejak zaman jahiliyah, yaitu tempat belajar membaca dan menulis bagi anak –anak, hanya saja kurang mendapat perhatian. Hingga pada saat Islam lahir, orang Quraisy yang telah pandai membaca dan menulispun baru 17 orang saja. Dari Khuttab ini anak – anak diberi pelajaran secara perorangan.
     Muawiyah yang pernah menjadi anggota dewan penulis wahyu pada zaman Nabi di Madinah, sangat besar perhatiannya terhadap pendidikan anak – anak. Mereka diberi pelajaran membaca dan menulis, berhitung, olahraga dan sedikit Al- Quran serta pokok – pokok dasar aqidah dan kewajiban agama. Pada  masa khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Alwalid ibn Abdil Malik, peranan khuttab sangat penting. Saat ini administrasi pemerintahan telah mulai diterjemahkan dalam bahasa arab.
     Sebagai lembaga pendidikan dasar, Khuttab telah disebar di seluruh wilayah Islam, tumbuh dan berkembang tanpa campur tangan dari pemerintah. Meurut Prof Dr A Syalabi : “ Khuttab dari jenis ini sebagai suatu rumah perguruan untuk umum, adalah hasil perkembangan dari pendidikan putra Raja – raja dan para pembesar di istana mereka.”.
Rencana pembelajaran di khuttab ( pendidikan dasar )
a)    Membaca Alquran dan menghafalnya.
b)    Pokok – pokok agama islam, seperti cara berwudhu, shalat, puasa dsb.
c)    Tulis Menulis
d)    Kisah atau riwayat orang – orang besar  Islam.
e)    Membaca dan menghafal syair – syair atau  Nasar ( prosa )
f)    Berhitung
g)    Pokok – pokok nahwu dan shorof ala kadarnya.
2.    Masjid
     Semenjak berdirinya di zaman Nabi Muhammad SAW masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupa kaum muslimin. Ia menjadi tempat bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan, baik bagi anak – anak maupun orang dewasa. Kemudian pada masa Khalifah Bani Umayyah berkembang fungsinya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama banyak  mengajarkan ilmunya di masjid.
Peranan masjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya cakap dan mampu untuk memberikan dan mengajarkan ilmunya kepada orang yang haus akan ilmu pengeta huan. Setelah pelajaran anak–anak di khuttab berakhir, mereka melanjutkan pendidikannya ketingkat menengah yang dilakukan di masjid.
     Dalam masjid terdapat dua tingkatan sekolah : tingkat menengah dan  tingkat perguruan tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah dilakukan secara perorangan. Sedang pada tingkat perguruan tinggi di lakukan secara halaqah, murid duduk bersama mengelilingi gurunya yang memberikan pelajaran kepada mereka. Di tingkat menengah diberikan mata pelajaran Alquran dan tafsirnya , hadits dan fiqih. Sedang pada tingkat perguruan tinggi di berikan pelajaran tafsir, hadist, fiqih dan syariat Islam. Pendidikan dalam masjid ini memberlakukan prinsip – prinsip pesamaan kesempatan kepada setiap muslim yang hendak menuntut ilmu pengetahuan tanpa membeda – bedakan status sosial ekonomi murid.
Rencana pembelajaran tingkat menengah
     Pada umumnya rencana pembelajaran tersebut meliputi mata pelajaran – mata pelajaran yang bersifat umum, sebagai berikut :
a.    Alquran
b.    Bahasa Arab dan kesusastraan- nya.
c.    Fiqih
d.    Tafsir
e.    Hadits
f.    Nahwu atau shorof atau balaghah.
g.    Ilmu – ilmu pasti
h.    Mantiq
i.    Ilmu Falaq
j.    Tarikh ( sejarah )
k.    Ilmu – ilmu alam.
l.    Kedokteran
m.  Musik
Rencana pembelajaran pada pendidikan tinggi.
Pada umumnya rencana pembelajaran pada perguruan tinggi Islam, dibagi menjadi dua jurusan, yaitu :
a.    Jurusan ilmu – ilmu agama dan bahasa serta sastra arab, yang juga disebut sebagai ilmu – ilmu naqliyah, yang meliputi :
1). Tafsir Al quran
2.) Hadits
3.) Fiqih dan Ushul Fiqih
4.) Nahwu atau sharaf
5)  Balaghah
6.) Bahasa arab dan kesusastraannya.
b.    Jurusan  ilmu – ilmu umum, yang disebut sebagai ilmu aqliyah meliputi:
1)    Mantiq
2)    Ilmu alam dan kimia
3)    Musik
4)    Ilmu Pasti
5)    Ilmu ukur
6)    Ilmu falak
7)    Ilmu ilahiyah ( ketuhanan )
8)    Ilmu hewan dan tumbuhan
9)    Ilmu kedokteran

IV.    KESIMPULAN
Pada  periode Daulah Bani Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan kurikulumnya, yaitu pendidikan khusus dan pendidikan umum. Pendidikan khusus , diperuntukkan khusus bagi putra-putra raja dan para pembesarnya. Pendidikan umum adalah pendidikan yang diperuntukan bagi rakyat biasa. Pendidikan ini merupakan lanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi masih hidup,
Pemikiran – pemikiran pendidikan pada zaman Bani Umayyah ini nampak banyak dalam bentuk nasihat  para Khalifah kepada para pendidik anak – anaknya, yang memenuhi buku – buku sastra, yang menunjukkan bagaimana teguhnya mereka berpegang pada tradisi arab dan Islam.
Pemikiran pendidikan Islam pada Zaman Umayyah ini tersebar pada tulisan – tulisan para ahli nahwu, sastra, hadits dan tafsir. Pada zaman ini para ahli itu mulai mencatat ilmu –ilmu bahasa, sastra dan agama untuk menjaganya supaya tidak diselundupi fikiran – fikiran lain dan perubahan – perubahan yang merusak, yang pada masa itu telah nampak tanda tanda yang mengarah kesana..
Pada umumnya zaman ini merupakan masa tunas dari pada Ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu – ilmu lainnya yang ada pada zaman itu. Sebagaimana telah dimaklumi perkembangan ilmu agama dengan segala alat ilmu pembantunya didukung oleh faktor – faktor perluasan wilayah Islam ke daerah yang beraneka ragam kultural antrophologinya, berbeda – beda sosial budaya dan kepercayaan serta pandangan hidupnya.
Beberapa Sarana dan prasarana dalam pendidikan masa Bani Umayyah adalah Khuttab dan masjid. Di khuttab diajarkan tingkat pendidikan dasar, sedangkan di masjid di ajarkan tingkat menengah dan tinggi.

V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
_________________________
DAFTAR PUSTAKA

  • Karim, M.Abdul , Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,2007
  • Langgulung, Hasan, Asas – asas Pendidikan Islam, Jakarta:Pustaka Alhusna,1988.
  • Soekarno, Sejarah dan filsafat Pendidkan Islam, Bandung : Angkasa, 1990
  • Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990
  • Zuhairini,dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Proyek Pembinaan Sarana dan Prasarana Perguruan Tinggi Agama / IAIN, 1986. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar