Informasi

Poligami Islam

Monogami yaitu lelaki beristri seorang perempuan saja berdasarkan Ayat 24/32 dan Ayat Suci lain sebagaimana lazimnya berlaku dalam masyarakat Islam. Sementara poligami adalah lelaki beristri sampai empat perempuan dan tidak boleh lebih berdasarkan satu-satunya Ayat 4/3 yaitu menikahi perempuan janda beranak yatim, dengan syarat bahwa lelaki itu berkesanggupan dalam bidang fisik dan ekonomi untuk memelihara dan membelanjai anggota keluarganya selaku suami, sebagai bapak kandung, dan selaku bapak tiri.

Dari ketentuan ALLAH pada Ayat 4/3 dan 4/129 dapat diambil kesimpulan bahwa keizinan berpoligami bagi lelaki berkesanggupan hanyalah menikahi janda beranak yatim yang kepadanya dipentingkan pemberian bantuan dan perawatan sebagai anggota keluarga. 

Suami tidak mungkin benar-benar berbuat adil di antara istrinya yang lebih dari seorang, terutama dalam hubungan batin, karenanya nyatalah keizinan berpoligami bagi lelaki bukan untuk menikahi beberapa perempuan yang disukai karena cantik dan perawan. Ayat 4/129 memperingatkan agar lelaki tidak terpengaruh oleh kecantikan perempuan lalu menikahinya untuk jadi istri kedua atau ketiga, karena yang demikian akan menyebabkan istri pertama terkatung-katung berupa pacet.

Perintah berpoligami bagi yang sanggup adalah keshalehan yang menguntungkan masyarakat, dan tidak begitu merugikan istri pertama dalam hubungan lahir batin. Tentang inilah dia diharapkan bertabah hati dan sedikit mengalah untuk kepentingan sosiat ekonomi dan kestabilan masyarakat lingkungan di mana dia juga ikut bertanggung jawab. Dengan begitu dia tidak membiarkan janda beranak yatim hidup berupa pacet menjilat tanah.

Ingatlah bahwa poligami hanya diperinrahkan bagi lelaki berkesanggupan untuk menikahi janda beranak yatim orang-mengira bahwa hukum. 4/3 hanya berupa keizinan bukan perintah, padahal Ayat Suci secara jelas menyatakan perinrah untuk keselamatan hidup anak yatim, ibunya yang janda, dan masyarakat sekitarnya. Namun Islam tidak pernah membolehkan poligami sembarangan karena poligami begini bukan memperbaiki keadaan masyarakat tetapi sebaliknya menambah parah keadaan masyarakat dengan jumlah janda beranak yatim yang semakin banyak.

Misalnya saja, seorang lelaki kaya sehat diizinkan menikahi perempuan sembarangan menurut keinginan hatinya, maka hal demikian akan menimbulkan:

  1. Rasa sakit hati di antara perempuan yang dipermadukan. Masing-masing istri akan berusaha dengan segala daya untuk mempengaruhi hati suaminya agar lebih sayang pada dirinya. Keadaan begitu membuka pintu bagi kepalsuan dan kejahatan tersembunyi, atau menyebabkan perempuan itu mencari jalan lain di luar keizinan suaminya, bahkan mungkin melakukan dosa besar.
  2. Adanya rasa cemburu di antara perempuan-perempuan yang dipermadukan. Masing-masingnya akan menjadikan madunya selaku saingan yang harus dikalahkan hingga akhirnya berbentuk permusuhan dan perbantahan. Hal ini menimbulkan kerugian di segala fihak serta kekacauan yang sulit diselesaikan.
  3. Lelaki yang berpoligami itu akan merasakan kekayaannya memang berkuasa, pada dirinya timbul sikap angkuh dan pandangan rendah terhadap derajat perempuan karena dapat diperistrinya dengan bantuan kekayaan. Sikap demikian menyebabkan dia sering menceraikan istri untuk nikahlagi dengan perempuan lain yang dia sukai. Akibatnya jumlah perempuan janda bertambah banyak dengan anak-anak yang tidak terurus, dan kehidupan masyarakat bahkan jadi tidak stabil.
  4. Malah jumlah perempuan janda beranak yatim jadi bertambah banyak untuk jadi beban masyarakat keliling. Ingatlah bahwa kematian lebih mudah berlaku pada kaum lelaki karena mereka selalu didampingi bahaya dalam perjuangan hidup.
  5. Jumlah perempuan janda jadi semakin banyak yang tidak mendapat suami lagi, dan jumlah anak yatim jadi meningkat, pada mana perintah yang terkandung pada Ayat 4/3 dan 24/32 jadi semakin sulit terlaksana.


Jadi tradisi poligami yang bertaku selama ini nyatanya menimbulkan kerisuhan hidup masyarakat dalam berbagai bidang di mana ekonomi jatuh merosot dengan janda beranak yatim yang semakin banyak. Maka cara menghilangkan kericuhan itu hanyalah melaksanakan maksutl Ayat 4/3 yang memerintahkan orang berkesanggupan untuk menikahi janda beranak yatim, dua, tiga sampai empat orang. Kini ternyata Ayat 4/3 itu menjadi obat masyarakat melindungi perempuan secara baik dan wajar zahir batin, bukanlah suatu yang merendahkan derajat perempuan sebagaimana selama ini dituduhkan penganut agama asing. 

(MM)