______ ____ ____ ____ ____
`als salaamu 'alay–kum, wa rahmatu–`allaahi, wa barakaatu–huu.
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّــــــهِ الرَّحْــــــمَنِ الرَّحِــــــيْم
الحمــد للــه والصــلاة والســلام علــى رســول اللــه
وعلــى آلــه وصحــبه أجمعــين, أما بعد:
Saudara dan Saudariku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Diantara juga mematuhi hukum yang diturunkan ALLAH dan semuanya menyatakan diri orang Islam dan beriman, tetapi mereka mencampurkan hukum lain ke dalam kehidupan masyarakat hingga ditakuti mereka tergolong pada orang-orang yang mencari hukum pada thagut menurut Ayat 4/60, dan tidak sepenuhnya mematuhi ketentuan ALLAH tersebut pada Ayat 2/208 dan 7/3 yang telah dikutipkan maknanya.
Padahal sudah dinyatakan secara tegas bahwa hukum bagi seluruh persoalan hidup cukup sempurna dalam Alquran, dinyatakan pada Ayat 5/3 dan 30/30 begituptn Ayat 16/89 dan lain-lainnya.
Dan siapa yang memberi atau mencari hukum selain pada yang diturunkan ALLAH maka itulah orang-orang kafir, zalim, dan fasik ditentukan oleh Ayat 5/44, 5/45, dan 5/47.
Semua ketentuan ALLAH pasti benar, sifatnya abadi tanpa kontradiksi sepanjang zaman, maka kini kita dihadapkan kepada ketentuan ALLAH pada Ayat 3/139 yang menyatakan orang-orang beriman lebih tinggi daripada masyarakat lain.
Hal ini menjadi batu ujian untuk menilai apakah kita benar sudah beriman menurut hukum-NYA hingga kita lebih tinggi dalam peradaban di antara manusia umumnya di dunia kini, ataukah kita hanya berpura-pura beriman atau salah tanggap tentang hukum yang diturunkan ALLAH hingga kita masih terbilang rendah terbelakang.
Kita tidak mempunyai alasan untuk menyalahkan Ayat-ayat Suci, tetapi kita mempunyai tugas untuk memeriksa kembali sikap dan tindakan kita selama ini.
Mungkin kita telah berpura-pura menyatakan diri beriman didorong oleh ibu bapak menyatakan dirinya beragama Islam, maka sikap pura-pura itu tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari di mana nyata kebanyakan kita tidak berbuat sesuatu dengan hukum ALLAH malah menantangnya.
Jika diseru untuk kembali memahami dan menghayati hukum itu, kebanyakannya menyangka yang diserukan itu telah kolot ketinggalan zaman mode. Sebenarnya sikap demikian tidak lagi menempatkan diri sebagai Mukmin tetapi sebaliknya berupa murtad dan musuh Islam dalam masyarakat Islam sendiri.
Mungkin pula kita salah tanggap tentang ketentuan hukum yang diturunkan ALLAH hingga dalam beberapa abad masyarakat yang mengaku dirinya penganut Islam telah hidup dalam kerendahan peradaban dibanding dengan keadaan lain yang berlaku, maka terhadap kesalahan demikian, didasarkan pada niat jujur dan bahagian iman yang dimiliki, masih terbentang jalur lebar di hadapan kita untuk bersikap benar dan praktis yaitu kembali mempelajari dan mengambil ketentuan hukum yang terkandung dalam Kitab Suci.
Bagi setiap persoalan hidup apalagi yang berhubungan dengan agama, senantiasa penjelasannya ada dalam Alquran tentang mana beberapa kali diserukan:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ١٧
54/17. Sungguh KAMI permudah Alquran untuk pemikiran maka adakah yang memperhatikan?
Namun banyak sekali di antara umat Islam tidak menfaedahkan maksud Ayat 54/17 karena fihak ulama sendiri tidak memberikan contoh untuk diteladani, dan tidak membukakan jalan untuk diikuti. Semuanya masih menganggap Alquran selaku Kitab Suci tetapi hatinya meragukan kelengkapan hukum, dan merasa tidak cukup bagi penjelajahan berbagai ilmu pengetahuan dalam zaman atom dan penerbangan antar planet.
Lalu sebagai dikatakan 'Wahseduddin Khan', orang lain bangkit untuk maju ke depan sedangkan kita bangkit berarti kembali ke belakang kepada zaman Nabi atau sekurang-kurangnya dalam berfikir dapat kembali kepada zaman Nabi.
Sekaligus sikap ini berupa tantangan terhadap fungsi Alquran untuk seluruh zaman dan kelengkapan isinya untuk semua pokok masalah.
Kejamkah Islam jika pencuri dipotong kedua tangannya? Bukan, tetapi Islam melenyapkan perbuatan itu dari rnasyarakat ramai, karena satu kali saja dilakukan hukuman potong tangan maka orang lain jadi ngeri dan membatalkan niatnya untuk melakukan kejahatan tersebut.
Ingatlah bahwa Islam bukanlah agama pribadi tetapi membentuk lingkungan masyarakat yang teratur rapi di mana para anggotanya saling membantu untuk kebaikan dalam suasana persaudaraan sopan santun berbudi tinggi, Maka dalam masyarakat Islam tidak ada perbedaan tingkat ekonomi menyolok karena setiap orang yang bersanggupan selalu memberikan zakat untuk kepentingan umum terutama bagi yang melarat dan miskin, karenanya, tiadalah pencurian yang ditimbulkan kelaparan dan ketiadaan makan.
Pencurian yang mungkin berlaku adalah ditimbulkan sifat rakus serakah hingga korupsi, penggelapan, atau sebagainya dapat berlaku, maka pencuri itulah yang harus dipotong kedua tangannya.
Sempitkah kehidupan dalam masyarakat Islam di mana orang dilarang memakan daging binatang pemakan mangsanya?
Sempitkah kehidupan jika orang dilarang memakan daging babi, ular, tikus, anjing, monyet, dan sebagainya?
Bukan, malah sebaliknya. Islam bahkan memelihara pertumbuhan diri setiap anggota masyarakat
untuk kehidupan berakal berbudi tinggi, dan mencegah timbulnya kebodohan, kekejaman, tak bermalu dan berbagai sifat negatif yang diakibatkan naluri makanan, sebaliknya menganjurkan peternakan hewan tertentu yang tidak merusak mental manusia.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
`als salaamu 'alay–kum, wa rahmatu–`allaahi, wa barakaatu–huu.
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّــــــهِ الرَّحْــــــمَنِ الرَّحِــــــيْم
الحمــد للــه والصــلاة والســلام علــى رســول اللــه
وعلــى آلــه وصحــبه أجمعــين, أما بعد:
Saudara dan Saudariku yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Diantara juga mematuhi hukum yang diturunkan ALLAH dan semuanya menyatakan diri orang Islam dan beriman, tetapi mereka mencampurkan hukum lain ke dalam kehidupan masyarakat hingga ditakuti mereka tergolong pada orang-orang yang mencari hukum pada thagut menurut Ayat 4/60, dan tidak sepenuhnya mematuhi ketentuan ALLAH tersebut pada Ayat 2/208 dan 7/3 yang telah dikutipkan maknanya.
Padahal sudah dinyatakan secara tegas bahwa hukum bagi seluruh persoalan hidup cukup sempurna dalam Alquran, dinyatakan pada Ayat 5/3 dan 30/30 begituptn Ayat 16/89 dan lain-lainnya.
Dan siapa yang memberi atau mencari hukum selain pada yang diturunkan ALLAH maka itulah orang-orang kafir, zalim, dan fasik ditentukan oleh Ayat 5/44, 5/45, dan 5/47.
Semua ketentuan ALLAH pasti benar, sifatnya abadi tanpa kontradiksi sepanjang zaman, maka kini kita dihadapkan kepada ketentuan ALLAH pada Ayat 3/139 yang menyatakan orang-orang beriman lebih tinggi daripada masyarakat lain.
Hal ini menjadi batu ujian untuk menilai apakah kita benar sudah beriman menurut hukum-NYA hingga kita lebih tinggi dalam peradaban di antara manusia umumnya di dunia kini, ataukah kita hanya berpura-pura beriman atau salah tanggap tentang hukum yang diturunkan ALLAH hingga kita masih terbilang rendah terbelakang.
Kita tidak mempunyai alasan untuk menyalahkan Ayat-ayat Suci, tetapi kita mempunyai tugas untuk memeriksa kembali sikap dan tindakan kita selama ini.
Mungkin kita telah berpura-pura menyatakan diri beriman didorong oleh ibu bapak menyatakan dirinya beragama Islam, maka sikap pura-pura itu tampak jelas dalam pergaulan sehari-hari di mana nyata kebanyakan kita tidak berbuat sesuatu dengan hukum ALLAH malah menantangnya.
Jika diseru untuk kembali memahami dan menghayati hukum itu, kebanyakannya menyangka yang diserukan itu telah kolot ketinggalan zaman mode. Sebenarnya sikap demikian tidak lagi menempatkan diri sebagai Mukmin tetapi sebaliknya berupa murtad dan musuh Islam dalam masyarakat Islam sendiri.
Mungkin pula kita salah tanggap tentang ketentuan hukum yang diturunkan ALLAH hingga dalam beberapa abad masyarakat yang mengaku dirinya penganut Islam telah hidup dalam kerendahan peradaban dibanding dengan keadaan lain yang berlaku, maka terhadap kesalahan demikian, didasarkan pada niat jujur dan bahagian iman yang dimiliki, masih terbentang jalur lebar di hadapan kita untuk bersikap benar dan praktis yaitu kembali mempelajari dan mengambil ketentuan hukum yang terkandung dalam Kitab Suci.
Bagi setiap persoalan hidup apalagi yang berhubungan dengan agama, senantiasa penjelasannya ada dalam Alquran tentang mana beberapa kali diserukan:
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ ١٧
54/17. Sungguh KAMI permudah Alquran untuk pemikiran maka adakah yang memperhatikan?
Namun banyak sekali di antara umat Islam tidak menfaedahkan maksud Ayat 54/17 karena fihak ulama sendiri tidak memberikan contoh untuk diteladani, dan tidak membukakan jalan untuk diikuti. Semuanya masih menganggap Alquran selaku Kitab Suci tetapi hatinya meragukan kelengkapan hukum, dan merasa tidak cukup bagi penjelajahan berbagai ilmu pengetahuan dalam zaman atom dan penerbangan antar planet.
Lalu sebagai dikatakan 'Wahseduddin Khan', orang lain bangkit untuk maju ke depan sedangkan kita bangkit berarti kembali ke belakang kepada zaman Nabi atau sekurang-kurangnya dalam berfikir dapat kembali kepada zaman Nabi.
Sekaligus sikap ini berupa tantangan terhadap fungsi Alquran untuk seluruh zaman dan kelengkapan isinya untuk semua pokok masalah.
Kejamkah Islam jika pencuri dipotong kedua tangannya? Bukan, tetapi Islam melenyapkan perbuatan itu dari rnasyarakat ramai, karena satu kali saja dilakukan hukuman potong tangan maka orang lain jadi ngeri dan membatalkan niatnya untuk melakukan kejahatan tersebut.
Ingatlah bahwa Islam bukanlah agama pribadi tetapi membentuk lingkungan masyarakat yang teratur rapi di mana para anggotanya saling membantu untuk kebaikan dalam suasana persaudaraan sopan santun berbudi tinggi, Maka dalam masyarakat Islam tidak ada perbedaan tingkat ekonomi menyolok karena setiap orang yang bersanggupan selalu memberikan zakat untuk kepentingan umum terutama bagi yang melarat dan miskin, karenanya, tiadalah pencurian yang ditimbulkan kelaparan dan ketiadaan makan.
Pencurian yang mungkin berlaku adalah ditimbulkan sifat rakus serakah hingga korupsi, penggelapan, atau sebagainya dapat berlaku, maka pencuri itulah yang harus dipotong kedua tangannya.
Sempitkah kehidupan dalam masyarakat Islam di mana orang dilarang memakan daging binatang pemakan mangsanya?
Sempitkah kehidupan jika orang dilarang memakan daging babi, ular, tikus, anjing, monyet, dan sebagainya?
Bukan, malah sebaliknya. Islam bahkan memelihara pertumbuhan diri setiap anggota masyarakat
untuk kehidupan berakal berbudi tinggi, dan mencegah timbulnya kebodohan, kekejaman, tak bermalu dan berbagai sifat negatif yang diakibatkan naluri makanan, sebaliknya menganjurkan peternakan hewan tertentu yang tidak merusak mental manusia.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar