Informasi

PERIODISASI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM



A. Pendahuluan
Pendidikan secara etimologis, menurut para ahli merupakan kata yang dimodifikasi dari kata bahasa Yunani, yaitu Paedagogie yang berarti “Pendidikan”.[1] Sementara menurut tinjauan terminologis, pendidikan oleh para pakar sering didefinisikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.[2]
Istilah pendidikan dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-Tarbiyah, al-Ta’lim dan al-Ta’dib.[3] Dari ketika term tersebut yang populer digunakan dalam praktek pendidikan Islam ialah term al-Tarbiyah.[4]
Kata al-Tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu: Pertama, rabba-yarbu yang berarti tertambah, tumbuh dan berkembang. Rabiya-yarba berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara.[5]
Pendidikan dalam konteks Islam ini, banyak kalangan pakar memberikan definisi. Seperti yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas bahwa “Pendidikan Islam ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan keberadaan”.[6]
Pendapat senada dengan yang dikemukakan oleh Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas tersebut juga dikemukakan oleh beberapa pakar pendidikan lainnya, seperti Drs. Ahmad D. Marimba,[7] Drs. Birlian Somad[8] dan Musthafa al-Ghulayaini.[9]
Dalam tinjauan historik, sejarah pendidikan Islam dimulai bersamaan dengan awal berkembangnya sejarah Islam, yaitu sejak masa Rasulullah Saw. Dalam perjalanan panjang sejarah Islam, pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika pluktuatif seiring dengan pluktuasi sejarah Islam sendiri.
Dinamika sejarah Islam tersebut telah banyak diperiodisasikan ole para pakar, diantaranya Prof. Dr. Harun Nasuton yang membagi sejarah Isme dalam tiga periode, yaitu periode klask, pertengahan dan modern. Namun demikian, para pakar sejarah Islam tidak banyak yang melakukan periodisasi terhadap sejarah pendidikan Islam. Dengan demikian, maka lahirlah satu pertanyaan, apakah dinamika sejarah pendidikan Islam berjalan seiring dengan dinamika sejarah perkembangan peradaban Islam.
Dalam makalah ini, akan disajikan kajian sejarah Islam dalam rangka menemukan jawaban terhadap ada tidaknya hubungan antara sejarah pendidikan Ilam dengan Sejarah perkembangan peadaban Islam.
B. Periodisasi Sejarah Peradaban Islam
Sejarah peradaban Islam telah dibagi oleh Prof. Dr. harun Nasution dalam tiga periode, yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.[10]
  1. Periode Klasik
    Periode klasik (650 M-1250 M) merupakan zaman kemajuan dan dibagi dalam dua fase, yaitu:
    1. Fase Ekspansi, Integrasi dan Puncak kemajuan (650 M-1000 M).
      Pada fase inilah dunia Islam meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan melalui Persia sampai ke India di Timur. Daerah-daerah tersebut tunduk kepada keluasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa ini pulalah berkembang dan memuncaknya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non-agama, an kebudayaan Islam.
      Zaman inilah yang menghasilkan ulama-ulama besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal dalam bidang hukum, Imam Asy’ari, Imam al-Maturidi, pemuka-pemuka Mu’tazilah seperti Wasil Ibn ‘Ata’, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Zubair dalam bidang teologi, zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami dan al-Hajjaj dalam mistisisme atau al-Tasawwuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Miskawaih dalam filsafat, dan Ibn Hasyam, Ibn Hayyan, al-Khawarijmi, al-Mas’udi dan al-Razi dalam bidang ilmu pengetahuan
    2. Fase Disintegrasi (1000 M-1250 M)
      Di masa ini, keutuhan umat Islam dalam bidang politik mulai pecah, keuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas dan dihancurka oleh Hulagu pada tahun 1258 M. Khalifah, sebagai lambang kesatuan politik umat Islam, hilang.
  2. Perode Pertengahan (1250 M-1800 M)
    Periode pertengahan ini juga dibgi oleh Prof. Dr. Harun Nasution ke dalam dua fase, yaitu fase kemunduran dan fase tiga kerajaan besar.
    1. Fase Kemunduran (1250 M-1500 M)
      Dalam fase ini, disentralisasi dan disintegrasi meningkat. Perbedam antara Sunni dan Syi’ah dan demikian juga antara Arab an Persia semakin nyata terlihat. Dunia Islam terbagi dua, yaitu bagian Arab dan bagian Persia.
      Bagian Arab yang terdiri atas Arabia, Irak, Suria, Palestina Mesir dan Afrika Utara, dengan Mesir sebagai pusat,
      Bagian Persia yang terdiri atas Balkan, Asia kecil, Persia dan Asia Tengah, dengan Iran Sebagai Pusat.
      Kebudayaan Persia mengambil bntuk Internasional dan dengan demikan mendesak lapangan kebudayaan kebudayan Arab. Pendapat bahwa pintu ijtihad tertutup makin meluas di kalangan umat Islam. Demikian juga tarekat dengan pengaruh negatifnya, perhatian terhadap ilmu pengetahuan menjadi sangat kurang. Umat Islam di Spanyol dipaksa masuk Kristen atau keluar dari daerah trsebut.
    2. Fase Tiga Kerajaan Besar (1500 M-1800 M)
      Tiga kerajaan besar yang dimaksud dalam fase ini ialah Kerajaan Utsmani (Ottoman Empire) di Turki, Kerajaan Safawi di Persia dan Kerajaan Mughal di India.
      Fase tiga kerajaan besar ini, oleh Prof. Dr. Harun Nasution dibagi kembali dalam dua periode lagi, yaitu dimulai dengan aman kemajuan (1500 M-1700 M) dan zaman kemunduran (1700 M-1800 M).
      Di masa kemajuan, ketiga kerajan besar ini mempunyai kejayaan masing-masing teruama dalam bentuk literatur dan arsitek. Mesjid-mesjid dan gedung-gedung indah yang didirikan di zaman ini masih dapat dilihat di Istambul, Tibriz, Isfahan serta kota-kota lian di Iran dan di Delhi. Kemajuan umat Islam di zaman ini lebih banyak merupakan kemajuan di periode klasik. Prhatian terhadap ilmu pengetahuan masih kurang sekali.
      Di masa kemunduran, Kerajaan Utsmani terpukul oleh Eropa. Kerajaan Safawi dihancurkan oleh serangn-serangan suku bangsa Afghan, sedangkan daerah kekuasaan Kerajaan Mughal diperkecil oleh pukulan-pukulan raja-ra India. Kekuatan militer dan kekuatan politik umat Islam menurun. Umat Islam dalam keadaan mundur dan statis. Dalam pada itu, Eropda dengan kekayaan-kekayaannya yang diangkut dari Amerika dam Timur Jauh, bertambah kay dan maju. Penetrasi Barat yang kekuaannya meningkat ke dunia Islam yang kekuatanya menurun, kian mendalam dan kian meluas. Akhirnya Napoleon pada ahun 1798 M menduduki Mesir, sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.
  3. Periode Modern ( sejak 1800 M)
    Periode modern ialah zama kebangkitan kembali umat Islam. Jatunya Mesir ke tangan Barat menyadarkan dunia Islam akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahwa Barat telah mempunyai peradaban baru yang lebih tnggi dan merpakn ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikikan bagaimana meninkatkan mutu dan kekuatan umat Islam kembali. Pada periode modern inilah timbul ide-ide pembaharuan dalam Islam.[11]
C. Dinamika Sejarah Pendidikan Islam Secara Kronologis
Dinamika pendidikan Islam dalam sejarah tidak bisa begitu dikatakan seiring dengan periodisasi sejarah peradaban Islam, tanpa menyelami sejarah pendidikan Islam tersebut secara kronologis. Dalam hal ini, sebelum penulis dapat menyatakan kesesuaian antara periodisasi peradaban Islam dengan dinamika sejarah pendidikan Islam, maka berikut ini akan penulis kemukakan beberapa bentuk dan usaha pendidikan Islam dalam dinamika sejarah Islam secara kronologis dari awal perkembangan Islam itu sendiri.
  1. Bentuk dan Usaha Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah Saw. (610 M-632 M) [12]
    1. Pelaksanaan Pendidikan di Mekakah.
      Bentuk dan usaha Pendidikan Islam pada masa Mekkah ini meliputi:
      1. Pendidikan Tauhid
        Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-mata, jangan memepersekutukan-Nya dengan berhala, karena Tuhan itu Maha Besar dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala sejauh-jauhnya.
        Pendidikan akliyah dan ilmiyah, yaitu mempejari kejadian manusia sari segumpal darah dan kejadian alam semesta. Allah akan mengajarkan yang demikian itu kepada orang-orang yang mau menyelidiki dan membahasnya, sedangkan mereka dahulu mereka belum mengetahuinya. Untuk mengetahui hal itu haruslah dengan membaca dan menyelidiki serta memakai pena untuk mencatat.
        Pendidikan akhlak dan budi pekerti, Nabi Muhammad Saw mengajar sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan ajaran tauhid.
      2. Pendidikan jasmani, yaitu mementingkan kebersihan dan pakaian, badan dan tempat kediaman.[13]
      3. Pengajaran Al-Qur’an
        Pada masa permulaan turunnya al-Qur’an, Nabi Muhammad Saw mengajarka Islam secara sembunyi-sembunyi, para sahabat mempelajari al-Qur’an di suatu rumah (rumah Arqam bin Abi al Arqam). Mereka berkumpul membaca al-Qur’an, memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bermudarasah dan bertadarus.[14] Setelah Umar bin Khattab memeluk agama Islam mereka dengan bebas membaca dan mempelajari al-Qur’an. Nabi Muhammad selalu menganjurkan kepada para sahabatnya supaya al-Qur’an dihapal dan selalu dibaca, dan diwaiibkan membacanya dari ayat-ayat dalam shalat, sehingga kebiasaan membca al-Qur’an tersebut merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, menggantikan kebiasaan membacakan syair-syair indah pada masa sebelum Islam. Untuk menjaga ayat al-Qur’an tidak tercampur dengan hal-hal lain maka Nabi Muhammad Saw memberikan perintah agar hanya al-Qur’an sajaah yang dituliskan.[15]
    2. Pelaksanaan Pendidikan di Madinah
      Pendidikan di Madinah ini dilakukan setelah Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah. Pendidikan Islam pada masa ini dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik (dalam arti yang luas). Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politik merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.[16]
      Kegiatan pertama yang pertama-tama yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad Saw bersama dengan kaum muslimin adalah membangun mesjid.[17] Salah satu ruangan dari Mesjid itu beliau pergunakan secara khusus untuk mengajar para sahabat. Ruangan itu sikenal dengan al-Shuffah yang juga berfungsi sebagai tempat penampungan para siswa yang miskin.[18]
  2. Bentuk dan Usaha Pendidikan Islam Pada Masa Khulafa’ al-Rasyidin (632-661 M)
    Pemberontakan orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat, memberikan pengalaman bagi orang Islam untuk memperteguh ajaran-ajaran Islam kaum muslimin sehingga dapat dihindari kejadian serupa. Pengalaman ini  memperteguh pendidikan Islam untuk memperkokoh nilai-nilai Islam di kalangan kaum muslimin. Akan tetapi, pelakanaan pendidikan Islam di masa Khalifah Abu Bakar masih seperti di masa Nabi, baik materi maupun lembaga pendidikannya.[19]
    Selain mengirimkan tentara untuk menumpas pemberontakan, Abu Bakar juga memusatkan perhatiannya untuk mengirimkan pasukannya dalam rangka ekspansi wilayah Islam ke Syiria dan berhasil menaklukkan Syiria. Akibat ekspansi, membuat umat Islam kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan Islam.[20]
    Pada masa khalifah Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil. Ekspansipun  mencapai hasil yang gemilang yang melipauti Semananjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. Karena daerah-daerah tersebut memiliki dat istiadat dan kebudayaan yang bebeda dengan Islam, maka Umar bin Khattab memerintahkan panglima-panglima apabila berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.[21] Berkaitan dengan pendidikan itu, khlaifah Umar menunjuk dan mengangkat guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, yang bertugas mengajarkan isi al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.[22]
    Meluasnya kekuasaan Islam, pada masa Umar ini, mendorong kegiatan Islam bertambah besar karena mereka yang baru saja memeluk agama Islam ingin menimba ilmu pengetahuan dari para sahabat yang menerima langsung dari Nabi Saw, khususnya mengenai hadis Rasul sebagai salah satu sumber agama (yang belum terbukukan dan masih dalam ingatan para sahabat) dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-Qur’an. Gairah menuntut ilmu agama Islam tersebut di belakang hari mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin ilmu keagamaan, seperti tafsir, hadis, fikih dan sebagainya.
    Orang-orang yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan, harus belajar Bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.[23]
    Pada masa khalifah Utsman, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada. Usaha kongkrit di bidang pendidikan Islam belum dikembangkan oleh khalifah Utsman. Namun begitu, satu usaha cemerlang yang terjadi di masa ini, yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam. Melanjutkan usuluan Umar bin Khattab kepada  khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan tulisan-tulisan ayat al-qur’an, khalifah Utsman memerintahkan agar mushaf yang dikumpulan pada masa khalifah Abu Bakar, disalin oleh Zaid bin Tsabit bersama Abdullah bin Zubair, Zaid bin ‘Ash, dan Adurrahman bin Harits.[24]
    Mengganti Utsman, naiklah Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Sejak awal kekuasaannya, khlaifah ali selalu diselimuti pemberontakan hingga berakhir tragis dengan terbunuhnya khlaifah. Saat kericuhan politik di masa Ali ini hampir dapat dipastikan bahwa kegiatan pendidikan Islam mendapat hamabatan dan gangguan walaupun tidak terhenti sama sekali. Khalifah Ali saat itu tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya terkonsentrsi pada masalah keamanan dan kedamaian bagi masyrkat Islam.[25]
    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam pada zaman Khalifah al-Rasyidin secara keseluruhan belum berkembang seperti masa-masa sesudahnya. Pelaksanaan tidak jauh dengan masa Nabi, yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadis Nabi.
  3. Bentuk dan Usaha Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umaiyah (661 M-705 M)
    1. Semenjak berpindahnya pusat kerajaan Islam ke Damaskus, penerjemahan berbagai buku Yunani ke dalam bahasa Arab mulai digalakkan, meskipun dengan demikian justru melahirkan berbagai masalah baru dalam dunia Islam[26]
    2. Pada zaman ini, diaturkan berbagai kursus (halaqah) di dalam mesjid.[27]
    3. Berkembangnya berbagai mazhab dan aliran dalam Islam pada zaman ini, menambah minat bagi para ulama untuk membahas dan memperdalam berbagai masalah agama Islam.[28]
    4. Mengirim para ulama bersama angkatan perang untuk menegakkan prinsip-prinsip Islam dan menyiarkan dakwah Islam.[29]
    5. Mementingkan penulisan sebagai alat perhubungan yang dahulunya tidak begitu dipentingkan.
    6. Membuka lebar-lebar pintu untuk mempelajari bahasa-bahasa asing. Hal ini didorong oleh keperluan terhadap bertambah luasnya kawasan Islam.
    7. Pusat pendidikan bergantung pada surau (Kuttab) dan mesjid.[30]
  4. Bentuk dan Usaha Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah (750 M-1258 M)
    1. Pada masa Dinasti Abbasiyah, tidak dijumpai seorang ahli pun kecuali dari orang-orang muslim.[31]
    2. Pada masa Dinasti abbasiyah ini pula, pertam kali didirikan institusi pendidikan baru,yaitu sekolah (Madrasah).
    3. Hospital dan pabrik peluru yang pertama kali dikenal dalam sejarah dunia didirikan pada zaman ini.[32]
    4. Pada masa ini pulalah lahir ulama-ulama besar dalam berbagai disiplin ilmu.[33]
    5. Pada zaman khalifah al-Makmun, berdiri dar al-Hikmah, yang walaupun semula merupakan pusat kegiatan pustaka dan penterjemahan namun dalam perkembangannnya berubah menjadi peguruan tinggi[34]
    6. Zaman pemerintahan al-Makmun menyaksikn sumber perkembangan ilmiah dan penterjemahan buku-buku lama dari berbagai bahasa ke bahasa Arab. Di antaranya adalah kitab-kitab Plato dan Aristoteles.[35]
    7. Aktivits pengislaman filsafat Yunani ini mungkin bertujuan baik, tetapi dampaknya negatifnya juga tidak sedikit,[36] sehingga tidak mengherankan apabila dengan itu kemudian, lahir dan berkembang pula pemikiran dari sementara ulama yang berusah membela kelebihan dan keutamaan Islam dibanding karya-karya Yunani.[37]
  5. Bentuk dan usaha Pendidikan Pada Masa Dinasti Umaiyah Spanyol (711 M-1492 M)
    Masa kerajaan Islam di Barat (Maghrib), yaitu Dinasti Umaiyah di Spanyol (Andalusia) lahir hampir bersamaan waktunya dengan Dinasti Abbasiyah di Timur (Baghdad).[38]Pada masa kekuasaan Dinasti Umaiyah Spanyol ini, ada beberapa catatan sejarah sebagai bukti adanya bentuk dan usaha pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam masa kekuasaannnya. Di antaranya sebagai berikut:
    1. Peradaban di Spanyol banyak melahirnya nama-nama ulama dan filosof Islam terkenal, seperti Ibnu Bajah, Ibnu Hazm, Ibnu Thufail, Ibnu Arabi dan Ibnu Rusyd, kemudian belakangan sekali lahir nama besar lain, yaitu Ibnu Khaldun.[39]
    2. Golongan Almuhadiah di Marakusy yang menaklukan Cordova pada tahun 543 H/ 1148 M., dipimpin oleh Abd al-Mu’min, Abu Ya’kub dan Abu Yusuf yang terkenal karena semangat berilmu dan berfilsafat mereka.[40]
    3. Sebagaimana halnya dalam kekuasaan Dinasti Abbasiyah, kemajuan pada Dinasti Umaiyah di Spanyol juga ditandai dengan munculnya lembaga pendidikan untuk pertama kali dalam sejarah yang msih hingga sekarang, yaitu Madrasah.[41]
    4. Awal Perkembangan Perguruan tinggi di Eropa adalah dari Islam Spanyol.[42]
    5. Cordova (Spanyol) merupakan pusat studi-studi filsafat.[43]
  6. Bentuk dan Usaha Pendidikan Pasca Runtuhnya Dinasti Abbasiyah (1258 M hingga sekarang)
    Setelah pudarnya kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, maka pusat kekuasaan Islam bergeser ke tangan bangsa Turki, dengan Istambul sebagai ibu kotanya. Dinasti ini mencatat prestasi yang menakjibkan dalam bidang militer, karena pernah memasuki jantung Eropa dalam gerakan penaklukannya, akan tetapi dalam bidang pendidikan justru mengalami kemunduran.
    Faktor penyebab kemunduran pendidikan pada masa pasca runtuhnya kejayaan Dinasti Abbasiyah ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor. Drs. Imam Bawawi, MA dalam bukunya Tradisionalisme Dalam pendidikan Islam mengemukakan bahwa faktor yang menyebabkan statisnya sistem pendidikan pada masa ini antara lain adalah:
    1. Kebekuan Pemikiran Islam
    2. Kecenderungan untuk kembali mengutamakan ilmu-ilmu naqliah
    3. Kebekuan institusi pendidikan yang ada
    4. Terlalu menonjolnya budaya Turki
    5. Diberikannya keistimewaan bagi golongan minoritas non-muslim untuk mengembangkan pola kehidupannya sendiri.
    6. Masuknya pengaruh Pendidikan Barat dalam dunia Islam.
Kemunduran-kemunduran di bidang pendidikan yang tampak dalam dunia Islam tersebut, juga telah diungkapkan oleh Hanun Asrohah, M.Ag. dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, yaitu bahwa Gejala Kemunduran pendidikan Islam mulai tampak setelah abad XIII yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam sampai Abad XVIII.[44]
Namun demikian, dia juga mengemukakan bahwa bahwa secara kuantitas, pendidikan Islam menunjukkan perkembangan yang baik. Hal ini terlihat dari beberapa catatan sejarah dalam bidang pendidikan Islam sebagai berikut:
1.      Madrasah telah diperkenalkan dan didirikan di beberapa wilayah Islam.
2.      Keterlibtan langsung penguasa terhadap pendidikan
3.      Memacu makin berkembangnya lenbaga-lembaga pendidikan.
4.      Penguasa dinasti Ayyubiyah, Mamluk, Utsmani dan sebagainya terus memperbanyak bangunan-bangunan Madrasah.
5.      Kontrol negara yang kuat terhadap sistem Madrasah membuat masyarakat Islam mengarahkan kegiatan pendidikan formal di madrasah-madrasah.
6.      Bahkan dari segi pengorganisasian, sistem madrasah mencapai puncak perkembangannya pada masa kerajaan Utsmani.[45]
Kemunduran pendidikan Islam pada masa-masa ini terletak pada beberapa aspek, yaitu:
1.      Merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islam.
2.      Materi yang diajarkan hanyalah materi-ateri dan ilmu-ilmu keagamaan.
3.      Lembaga pendidikan tidak lagi tidak lagi mengajarkan ilmi-ilmu filsafat termasuk ilmu pengetahuan.
4.      Rasionalisme pun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi.
5.      Daya nalar umat Islam mengalami kebekuan, sehingga pemikiran kritis, penelitian dan ijtihad tidak lagi dikembangkan.
Sebagai akibatnya, sejarah Islam pada masa-masa ini tidak didengar ada nama-nama ulama yang menghasilkan karya-karya intelektualsme yang mengaguman.[46]
Keadaan sistem pendidikan yang statis ini terus berlangsung hingga terjadi persentuhan dengan dunia Barat. Hanun Asrohah, M.Ag. dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam menyebutkan bahwa kebangkitan intelektual di Eropa telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa. Semangat Rasionalisme menyusul melimpahnya kekayaan yang dibawa dari Amerika dan Timur Jauh membuat negara-negara Eropa menjadi kuat baik militer, ekonomi, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.[47]
Dalam beberapa sumber literatur, proses persentuhan dunia Islam dengan Barat untuk pertama kali terjadi sekitar abad XVIII, yaitu ketika Ekspansi Napoleon berhasil menguasai Mesir sebagai salah satu pusat Islam yang terpenting.[48] Sementara menurut Prof. Dr. Harun Nasution, persentuhan dunia Islam dengan Barat juga telah terjadi pada periode pertengahan (1250 M-1800 M),[49] yaitu terutama pada kerajaan Utsmani sekitar abad XVII.[50]
Hanun Asrorah, M.Ag. menyebutkan dalam bukunya Sejarah pendidikan Islam bahwa menurut sebagian tokoh-tokoh pembaharu Islam, salah satu penyebab kemunduran umat Islam adalah melemah dan merosotnya kualitas pendidikan Islam.[51]
Pembaharuan pendidikan Islam pertama kali dimulai di kerajaan Utsmani. Adapun bentuk dan usaha pendidikan Islam yag dilakukan oleh pemerintah kerajaan Utsmani pada masa ini, antara lain:
1.      Turki mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan yang selama ini dilupakan sebagai konsekwensi logis dari pembangunan.
2.      Mendirikan lembaga terjemah pada tahun 1717 M yang bertugas menterjemahkan buku-buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Turki
3.      Mendirikan percetakan di Istambul pada tahun 1727 M sebagai usaha untuk mempermudah akses buku-buku pengetahuan.
4.      Mendirikan sekolah teknik militer, yang menerapkan sistem baru yang dapat menjadi contoh bagi lembaga pendidikan yang menganut sistem pendidikan tradisional.
5.      Membenahi kurikulum di Madrasah-Madrasah dengan juga memasukkan ilmu-ilmu pengetahuan umum.
6.      Sultan Mahmud II mendirikan sekolah-sekolah Model Barat.[52]
7.      Sultan Mahmud II juga mengirim + 159 pelajar ke luar negeri, seperti ke Inggris, Perancis, Rusia dan Austria.[53]
Seperti halnya di Turki, usaha pembaharuan pendidikan di Mesir juga diawali setelah adanya kontak dengan peradaban modern Barat. Bentuk dan usaha pendidikan Islam yang dilaksanakan pada saat itu antara lain:
1.      Setelah Muhammad Ali naik tahta menjadi penguasa Mesir, ia memberikan perhatian khusus pada bidang militer dan ekonomi.[54] Untuk memajukan kedua bidang tersebut dibutuhkan ilmu-ilmu modern, oleh karena itulah ia juga mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pendidikan.
2.      Selain meniru corak dan model pendidikan barat, Muhammad Ali juga mempercayakan pengawasan sekolah-sekolah kepada orang-orang Barat, bahkan guru-gurunya juga didatangkan dari Barat (Eropa).
3.      Mendatangkan tenaga ahli dari Eropa
4.      Mengirimkan siswa-siswa untuk belajar ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria.[55]
D. Korelasi Antara Periodisasi Sejarah Peradaban Islam dengan Dinamika Sejarah Pendidikan Islam
Dalam beberapa sub-bab pembahasan di atas telah dikemukakan beberapa bentuk dan usaha pendidikan Islam yang tercatat dalam sejarah Islam, yang telah penulis kemukakan secara kronologis.
Dalam menyikapi pertanyaan tentang ada tidaknya korelasi antara periodisasi sejarah peradaban Islam dengan sejarah pendidikan Islam, Dra. Zuhairini, MA. mengemukakan bahwa sejarah pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan sejarah Islam sendiri, karena sejarah pendidikan Islam memang berada dalam sejarah Islam itu sendiri.[56] Dia sendiri membagi sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam ke dalam lima periode, yaitu sebagai berikut:
1.      Periode pembinan pendidikan Islam yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad Saw.
2.      Periode pertumbuhan pendidikan Islam, yang berlangsung sejah Nabi Muhammad Saw wafat sampai masa akhir Bani Umayyah, yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliyah.
3.      Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam, yang berlangsung sejak permulaan daulah Abbasiyah sampai dengan jatuhnya Baghdad, yang diwarnai dengan berkembangnya ilmu akliyah dan timbulnya madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
4.      Periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Baghdad sampai jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon, yang ditandai dengan runtuhnya sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan kebudayaan ke dunia Barat.
5.      Periode pembaharuan pendidikan Islam, yang berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh Napoleon sampai masa kini, yang ditandai dengan gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.[57]
Sementara Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bukunya Manusia dan Pendidikan menyebutkan ada empat periode dalam sejarah pendidikan Islam. Periodisasi tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Zaman Pembinaan Awal
    1. Zaman Rasul dan sahabat-sahabat yaitu antara 571 M dan 661 M
    2. Zaman Kerajaan Umaiyah, yaitu antara 661 M sampai 705 MCiri-ciri utama pendidikan Islam pada zaman awalan ini adalah:
      1. Pendidikan Islam murni berdasarkan Alquran dan Hadis
      2. Bertujuan meneguhkan dasar-dasar agama baru
      3. Pada prinsipnya berdasar pada ilmu-ilmu Alquran/naqliyah
      4. Menggunakan bahan tertulis sebagai alat komunikasi
      5. Membuka peluang untuk mempelajari bahan asing
      6. Menggunakan Kuttab, mesjid dan perpustakaan sebagai pusat pendidikan.
  2. Zaman Keemasan
    1. Di Timur, bermula dengan berdirinya kerajaan Abbasiyah di Baghdad (750 M-1258 M)
    2. Di Barat, bermula pada tahun 711 M, dan berakhir dengan jatuhnya Granada pada tahun 1492 M. Kerajaan Islam terakhir di Spanyol.
Pendidikan Islam di masa itu menampilkan ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Zaman Kemerosotan
    Bermula dengan berdirinya kerajaan Usmaniyah pada tahun 1517 M, sampai tahun 1917 M, yaitu kalahnya Turki pada perang dunia pertama dan bebasny negara-negara Arab dari kerajaan Utsmaniyah dengan kerjasama penjajah penjajah Inggris, Perancis dan Misionary Kristen.
  2. Zaman Baru
    Zaman Baru yaitu semenjak permulaan abad kedua puluh sampai sekarang.[58]
E. Analisis
Berdasarkan formulasi periodisasi sejarah peradaban Islam yang dikemukakan oleh para pakar di atas, penulis melihat adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara periodisasi sejarah peradaban Islam dengan periodisasi sejarah pendidikan Islam. Sehingga pluktuasi dinamika bentuk dan usaha pendidikan Islam dalam perjalanan sejarah, berjalan mengiringi dinamika sejarah peradaban Islam.
Apa yang dikemukakan oleh Dra. Zuhairini, MA mengenai hubungan pendidikan Islam dengan sejarah Islam di atas,[59] memang ada benarnya, karena kajian terhadap sejarah pendidikan Islam yang selama ini dilakukan dan disajikan dalam berbagai literatur selalu bersandar pada sejarah Islam. Sehingga, ketika dilakukan periodisasi terhadap sejarah Islam, sejarah pendidikan Islam juga ikut terbagi dalam periode-periode sejarah Islam tersebut.
Jika penulis melihat dari sekian rumusan periodisasi sejarah pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar, terlihat bahwa landasan awal dan mendasar dalam usaha periodisasi sejarah pendidikan Islam mengacu pada term “Dunia Islam”, kemudian diikuti dengan meneliti karakteristik bentuk pendidikan serta prasasti sejarah yang masih bisa dibaca. Analisis yang penulis kemukakan ini didasari oleh beberapa alasan, antara lain sebagai berikut:
  1. Kajian Sejarah pendidikan Islam secara geografis, hanya mengupas sejarah Islam pada pesilangan tiga benua, yaitu membentang dari kawasan Timur Tengah (Asia), melintasi kawasan Eropa Timur hingga sebagian kawasan benua Afrika. Nama-nama daerah yang disebutkan dalam sejarah Islam, antara lain bermuara di Mekkah (awal masa kenabian Muhammad Saw), Madinah, Damaskus, Baghdad, Spanyol, Turki, Mesir dan India. Nama kawasan lain yang mungkin juga disebutkan, hanyalah sebagai bingkai penghias lukisan sejarah Islam.
    Kenapa hanya kawasan itu saja yang menjadi lokasi penelitian sejarah Islam secara umum? Apakah Islam yang juga tersebar di berbagai kawasan lain di planet Bumi ini tidak mempunyai sejarah pertumbuhan dan perkembangannya? Lokasi sejarah Islam yang hanya berkisar pada kawasan-kawasan tersebut, menurut analisa penulis disebabkan bahwa penelitian sejarah Islam disandarkan pada term “Dunia Islam”.
    Istilah Dunia Islam menurut Dr. Syed Sajjad Husain dan Dr. Syed Ali Asharaf dalam bukunya Crisis Muslim Education mengacu pada wilayah yang penduduknya sebagian besar Muslim. Wilayah ini membentang dari Maroko sampai Nusantara (Indonesia).[60]Karena kawasan dunia Islam dibatasai pada kawasan tersebut, maka penelitian dan kajian sejarah Islam selalu mengambil lokasi pada lingtang kawasan tersebut.
    Melihat aspek sosiologis dari definisi yang dikemukakan Dr. Syed Sajjad Husain dan Dr. Syed Ali Asharaf tersebut, maka India dan beberapa kawasan lainnya tidaklah bisa dimuat dalam kajian sejarah Islam. karena menurut Hanun Asrohah, M.Ag. dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam, menyebutkan bahwa di India tiga kelompok masyarakat besar, yaitu Umat Islam, masyarakat Hindu dan bangsa Inggris sebagai penguasa koloni. Umat Islam di India adalah kelompok masyarakat yang paling terbelakang yang hanya berjumlah seperlima dari Umat Hindu.
    Dari apa yang dikemukakan oleh Hanun Asrohah, M.Ag. tersebut, maka dapat dipahami bahwa masyarakat Islam di India adalah masyarakat minoritas. Jika dibandingkan dengan definisi yang dikemukakan oleh Dr. Syed Sajjad Husain dan Dr. Syed Ali Asharaf di atas, maka India tidak bisa dimasukkan dalam kategori sejarah pendidikan Islam.
    Menurut analisa penulis, pengkajian sejarah Islam tidak begitu tepat, karena lokasi Islam dalam sejarah hanya meliputi beberapa kawasan saja. Bahkan hubungan realitas sejarah dengan definisi dunia Islam juga tidak begitu tepat. Karena itu, penulis menilai bahwa penelitian dan pengkajian terhadap sejara Islam harus didasarkan pada aspek karakteristik dan tidak terikat oleh lokasi.
    Hal ini tentunya juga berlaku dalam penelitian dan pengkajian sejarah pendidikan Islam, karena harus diakui bahwa sejarah pendidikan Islam memang merupakan bagian dalam sejarah Islam.
    Dunia Islam menurut penulis, lebih pantas diterjemahkan dengan masa pemerintahan Islam yang masih bernaung dalam satu struktur pemerintahan Islamiyah. Jadi, ketika mengkaji sejarah Islam dan berbagai aspeknya, hanya pada masa di mana Islam bernaung di bawah satu payung pemerintahan, yaitu khilafah Islamiyah.
  2. Karakteristik pendidikan Islam adalah faktor penting yang harus diperhatikaan dalam melakukan periodisasi sejarah pendidikan Islam. periodisasi yang dikemukakan oleh Dra, zuhairini, MA dan Prof. Dr. Hasan Langgulung, menurut Analisa penulis memang sudah cukup baik. karena sejarah pendidikan Islam yang mereka bagi dalam periode-periode tersebut sudah cukup mempunyai karakteristik masing-masing. Namun di sisi lain, penulis juga melihat adanya faktor kebetulan dalam model periodisasi yang mereka kemukakan, karena periodisasi tersebut terkait dengan aspek kekuasaan dan pemerintahan.
    Menurut analisis penulis, setiap pemerintahan mempunyai karakteristik sendiri, yang dipengaruhi oleh faktor kultural dan struktural masyarakat pada zaman tersebut. Periode-periode sejarah pendidikan Islam dalam plutuasinya yang dikemukakan oleh para pakar terikat dengan politik dan pemerintahan, karena perubahan karakteristik pendidikan Islam, terjadi bersamaan perubahan.
    Berdasarkan beberapa alasan tersebut dan melihat dinamika sejarah pendidikan Islam dalam perjalanan sejarah, maka pola periodisasi pendidikan Islam yang bisa penulis kemukakan di sini terbagi menjadi empat periode:
  1. Periode Awal Daulah Islamiyah
    1. Masa Rasulullah Saw.
    2. Masa Khulafa al-Rasyidin
    3. Masa Bani Umaiyah
  2. Periode pertengahan Daulah Islamiyah
    1. Masa awal Daulah Abbasiyah
    2. Periode akhir Daulah Islamiyah
    3. Masa akhir Daulah Abbasiyah
    4. Periode pasca Kehancuran Daulah Islamiyah
    5. Periode Pasca hancurnya Daulah Abbasiyah
  3. Periode Kebangkitan di berbagai kawasan dunia Islam
Periodisasi sejarah pendidikan Islam yang penulis kemukakan di atas didasarkan pada aspek karakteristik pendidikan Islam. karakteristik pola periodisasi sejarah pendidikan Islam tersebut, dapat penulis gambarkan dalam bentuk skema (Terlampir)
F. Penutup
Kesimpulan
  1. Periodisasi Sejarah Peradaban Islam secara umum terbagi menjadi tiga periode, yait periode klasik, periode pertengahan dan periode modern.
  2. Dinamika sejarah pendidikan Islam mempunyai karakteristik yang berbeda-beda pada setiap periodenya.
  3. Periodisasi sejarah pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar terikat dengan periodisasi sejarah peradaban Islam, karena di samping aspek pendidikan merupakan bagian dari peradaban Islam.
G. Catatan Penulis
  • Posting berjudul Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam ini, menduduki urutan kedua setelah Rasyid Ridha dan Pemikirannya (10%), dalam hal posting yang paling sering dikunjungi, yaitu 8% dari total kunjungan.
  • Terima kasih ats kunjungan anda di Blog saya. Mudah-mudahan ini memberikan manfaat bagi anda.
  • Jika anda tidak ingin ketinggalan artikel yang kami posting, silahkan untuk berlangganan melalui e-mail.
:) :D :lol: :oops: :lol: :D :)
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Logos, Jakarta, 1999
Attas, Syekh Muhammad al-Naquib al-, Konsep pendidikan Dalam Islam, Mizan, Bandung, 1984
Bawani, Imam, Tradisionalisme Dalam pendidikan Islam, Cet. I, Al-Ikhlas, Surabaya, 1993
Fazlurrahman, Islam, Pustaka, Bandung, 1984
Ghulayaini, Musthafa al-, Idhah al-Nashihin, Dar al-Fikr, Beirut, 1984
Heriawan, Adang, et.al., Mengenal manusia dan Pendidikan, Cet. I, Liberty, Yogyakarta, 1988
Ihsan, H. Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan, Cet. I, Rineka Cipta, Jakarta, 1997
Marimba, Ahmad D., Filsafat Pendidikan Islam, Alma’arif, Bandung, 1989
Musra, Muhammad Munir, Al-Tarbiyah al-Islamiyah: Ushuluha wa Tathawuruha fi al-Bilad al-Arabiyah, A’lam al-Kutub, t.tp., 1977
Nahlawi, Abdurrahman an-, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, CV. Diponegoro, Bandung, 1992
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. II, Bulan Bintang, Jakarta, 1982
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Cet. VIII, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995
Qurthubiy, Ibnu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansyary al-, Tafsir al-Qurthubiy, Juz. I, Dar al-Syabiy, Kairo, t.th
Shiddiqy, T.M. Hasbi Ash-, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir Al-Qur’an, Bulan Bintang, Jakarta, 1972
Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, Bandung, 1985
Somad, Birlian, Beberapa Persoalan Dalam Pendidikan Islam, Alma’arif, Bandung, 1981
Syalabi, Ahmad, Sejarah Pendidikan Islam, Terj.: Muchtar Jahja dan Sanusi Latief, Bulan Bintang, Jakarta, 1978
Syalabi, Ahmad, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, al-Kasyaf, Kairo, 1954
Syarif, M.M., Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung, 1994
Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Asharaf, Crisis Muslim Education, Terj.: Drs. Rahmani Astuti, Cet. V, CV.Gema Risalah Press, Bandung, 1994
Yaqub, Ali Mustafa, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, Pustaka Firdaus, t.tp, 2000
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 10, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Hidakarya Agung, Jakarta, 1989
Zuhairi, et.al., Sejarah pendidikan Islam, Cet. III, Bumi Aksara, Jakarta, 1992
:lol: CATATAN AKHIR :lol:
(Setiap kali aku browsing nyari makalah dari internet, Makalah yang juga menyediakan Daftar Pustaka dan catatan kaki adalah jenis makalah yang paling aku cari…. :lol: Aku yakin, kamu juga begitu….. :lol: )
Berikan komentarmu tentang tulisan ini….!!!! :D Please!
<=== :oops: ===>

[1]Paedagogie berarti “pendidikan” sedangkan paedagoiek artinya “ilmu pendidikan”. H. Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), Cet. I, h. 1; Paedagogos ialah seorang atau budak pada zaman Yunani kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Juga dirumahnya, anak-anak tersebut selalu dalam pengawasan para Paedagogos. Jadi nyatalah bahwa pendidikan anak pada zaman Yunani kuno sebagian besar diserahkan kepada Paedagogos itu. Lihat: M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), Cet. VIII, h. 3.
[2]Drs. H. Fuad Ihsan, Op.Cit., h. 1-2; Pendidikan merupakan kegiatan dimanis dalam setiap individu yang mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosi sosial dan etikanya, dengan perkataan lain pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dinamis yang mempengaruhi setiap aspek kepribadian dan kehidupan individu. Lihat: Drs. Adang Heriawan, et.al., Mengenal manusia dan Pendidikan, (Yogyakarta: Liberty, 1988), Cet. I, h. 2.
[3]Lihat: Muhammad Munir Musra, Al-Tarbiyah al-Islamiyah: Ushuluha wa Tathawuruha fi al-Bilad al-Arabiyah, (t.tp.: A’lam al-Kutub, 1977), h. 17.
[4]Istilah al-Ta’dib dan al-Ta’lim jarang sekali digunakan. Padahal kedua istilah tersebut telah digunakan pada awal pertumbuhan pendidikan Islam. Ahmad Syalabi, Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah, (Kairo: al-Kasyaf, 1954), h. 213.
[5]Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), h. 31; Al-Tarbiyah berasal dari kata rabb. kata ini memiliki banyak makna, tetapi pengertian dasarnya menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian dan eksistensinya. Lihat: Ibnu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansyary al-Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, (Kairo: Dar al-Syabiy, t.th), Juz. I, h. 120.
[6]Syekh Muhammad al-Naquib al-Attas, Konsep pendidikan Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1984), h. 10.
[7]Pendidikan Islam yaitu bimbingan jasmani dan rohani  berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Drs. Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Alma’arif, 1989), h. 19.
[8]Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berkepribadian tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya adalah ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya di dalam praktek hidup sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Birlian Somad, Beberapa Persoalan Dalam Pendidikan Islam, (Bandung: Alma’arif, 1981), h. 21.
[9]Pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasehat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemapuan (meresap dalam) jiwanya, kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk memanfaatkan tanah air. Musthafa al-Ghulayaini, Idhah al-Nashihin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1984), h. 189.
[10]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. II, h. 13.
[11]Ibid., h. 13-14.
[12]Berlangsung sejak Rasulullah Saw menerima wahyu pertama pada tanggal 17 Ramadhan 13 tahun sebelum hijrah bertepatan dengan 6 Agustus 610 M–12 Rabiul Awal 11 H, bertepatan dengan 8 Juni 632 M, Zuhairi, et.al., Sejarah pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. III, h. 14; Sementara Dr. Badri Yatim, MA menyatakan bahwa masa Rasulullah Saw ini dimulai sejak diturunknnya wahyu pertama, yaitu tanggal 17 Ramadhan di tahun 611 M. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), Cet. 10, h. 18.
[13] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h. 5-6
[14] T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), h. 45/46
[15] Zuhairini, et.al, Op.Cit., h. 30
[16] Ibid, h. 33
[17] Ibid. h. 35
[18] Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (t.tp: Pustaka Firdaus, 2000), h. 134
[19] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), h. 16-17
[20] Ibid. h. 17
[21] Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Terjemah: Muchtar Jahja dan Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 94
[22] Hanun Asrohah, Op.Cit., h. 17
[23] Ibid.
[24] Ibid., h. 18-19.
[25] Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 68
[26]Masalah-masalah dimaksud adalah persoalan yang sama dengan yang diperdebatkan oleh golongan Asy’ariyah dan Mu’tazilah, yaitu tentang apakah Al-Qur’an itu Hadits atau Qadim. Hasan Langgulung, h. 11.
[27]Sistem pendidikan di dalam mesjid yang diatur dalam bentuk halaqah inilah yang memupuk berkembangnya berbagai mazhab dan aliran-aliran dalam bidang keislaman, sepeti aliran Syi’ah, Khawarij dan Mu’tazilah. Ibid., h. 12.
[28]Di antara masalah-masalah tersbut adalah masalah Qadha, Qadar, Jabar, Ikhtiar, dosa besar dam lain-lain. Ibid., h. 12
[29]Hal ini seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yaitu dengan mengutus sepuluh orang ahli fiqh untuk mengajar penduduk Barbar tentang agma Islam. Ibid.
[30]Pada zaman ini, istilah sekolah (Madrasah) dan perpustakaan belum dikenal. Ibid., h. 13.
[31]Para pakar pada masa Dinasti Abbasiyah tersebut terutama pada disiplin ilmu Geografi, Kimia, Fisika, Matematika, Sastra, Falak, di samping disiplin ilmu-ilmu agama Islam. Ibid, h. 14.
[32]Tepatnya pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid.
[33]Di antara ulama-ulama Islam yang terkenal saat itu adalah Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Di samping itu, sepanjang sejarah kekuasaan dinasti ini juga dikenal nama-nama ulama dan filosof, seperti al-farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali dan lain-lain.
[34]Imam Bawani, Tradisionalisme Dalam pendidikan Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), Cet. I, h. 75.
[35]Dengan terjemahan kitab-kitan Plato dan Aristoteles ini, maka mulaailah filsaft Yunani menyelinap masuk ke dalam pemikiran umat Islam. Di samping itu juga, buku-buku kedokteran ciptaan Galenus diterjemahkn ke dalam bahasa Arab dan mendapat perhatian besar dari kalangan ulama-ulama Islam, bahkan selanjutnya Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan Ibnu Thufail adalah di antara filosof-filosof muslim yang juga adalah seorang dokter perobatan. Hasan Langgulung, Op.Cit., h. 14.
[36]Proses pengislaman filsafat Yunani tersebut tentu saja dengan tujuan baik, yaitu berusha menyiarkan agama Islam kepada orang-orang yang telah lama menganut filsafat Yunani ini. Tetapi pengaruh yang buruk juga tidak sedikit, yaitu timbulnya usaha golongan kaum muslimin untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan kacamata filsafat Yunani, seperti berlaku pada golongan Ikhwanusyifa. Ibid., h. 15.
[37]Di antara Ulama yang paling banyak mengkaji filsafat Yunani barangkali adalah Imam al-Ghazali, tetapi ia juga yang paling lantang mengkritik filsafat dalam bukunya Tahafut al-Falasifah. Ibid.
[38]Lihat: Ibid., h. 13.
[39]Ibid., h. 16.
[40]M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1994), h. 199.
[41]Imam Bawani, Op.Cit., Cet. I, h. 74.
[42]Pada zaman khalifah al-Makmun, berdiri dar al-Hikmah, yang walaupun semula merupakan pusat kegiatan pustaka dan penterjemahan namun dalam perkembangannnya berubah menjadi peguruan tinggi. Dari sinilah bahwa lembaga pendidikan tingkat universitas yang semula lahir dalam pangkuan Islam, akhirnya merembas ke Eropa melalui Andalusia (Spanyol). Ibid.,      h. 75.
[43]MM. Syarif. Loc.Cit.
[44]Hanun Asrohah, Op.Cit., h. 120.
[45]Sistem pendidikan pada zaman kerajaan Utsmani dilembagakan secara sistematis, dipelihara dan ditunjang oleh pejabat “Syaikh al-Islam” dengan kecakapan dan sistem administrasi yang tinggi. Fazlurrahman,Islam, (Bandung: Pustaka, 1984), h. 268.
[46]Para ulama lebih senang mengikuti pemikiran-pemikiran ulama terdahulu daripada berusaha melakukan penemuan-penemuan baru. Keterpesonaan terhadap buah pikiran masa lampau, membuat umat Islam merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Hanun Asrorah, Op.Cit., h. 120-121.
[47]Ibid., h. 127.
[48]Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong negara-negara Eropa mengembangkan teknologi industri. Selanjutnya, teknologi industri ini mendorong terjadinya kompetensi di antara negara-negara Eropa untuk mendapatkan peluang bagi kebutuhan bahan mentah dan pemasaran hasil industri mereka. Tuntutan ini mengakibatkan intervensi Barat terhadap negara-negara terbelakang, termasuk daerah-daerah yang pernah dikuasai Islam. Ibid., h. 128.
[49]Harun Nasution membagi sejarah peradaban Islam pada tiga periode, yaitu periode Klasik (650 M-1250 M), periode pertengahan (1250 M-1800 M)dan periode Modern (1800 sampai sekarang). Lihat: Harun Nasution, Op.Cit., h. 12..
[50]Lengkapnya lihat: Ibid., h. 15.
[51]Anggapan inilah yang menyebabkan munculnya kembali gagaran-gagasan tentang pembaruan pendidikan Islam yang diikuti dengan pelaksanaan perubahan penyelenggaraannya. Hanun Asrohah, Op.Cit., h. 129.
[52]Sekolah-sekolah yang didirikan oleh Sultan Mahmud II antara lain; Sekolah Kedokteran (Tilahanie Amire)dan Sekolah Teknik (Muhandisane) pada tahun 1827 M, Sekolah Akadmi Militer pada tahun 1834 M. Ibid., h. 132.
[53]Lihat: Ibid., h. 132-133.
[54]Bidang Militer akan memberikan dukungan untuk mempertahankan dan memperbesar kekuasaannya, sedangkan bidang ekonomi akan sangat diperlukan dalam membiayai masalah kemiliteran. Ibid., h. 133.
[55]Menurut statistik, antara tahun 1823 M dan 1844 M, sekitar 311 pelajar dikirim ke Eropa. Ibid.
[56]Zuhairini, Op.Cit., h.
[57]Ibid., h. 13.
[58]Hasan Langgulung, Op.Cit., h. 10.
[59]Sejarah pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan sejarah Islam, karena sejarah pendidikan Islam memang berada dalam sejarah Islam itu sendiri. Lihat: Zuhairini, Op.Cit., h. 13.
[60]Dr. Syed Sajjad Husain dan Dr. Syed Ali Asharaf, Crisis Muslim Education, Terj,: Drs. Rahmani Astuti, (Bandung: CV. Gema Risalah Press, 1994), Cet. V, h. 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar