113. Siapakah yang termasuk golongan sakit dan berbeban berat yang mengganti Puasanya pada hari-hari berikutnya?

 

1. Orang-orang yang dalam keadaan sakit disuruh mengganti puasanya pada hari-hari berikutnya sejumlah hari puasa yang ditinggalkan, tentunya sesudah orang-orang itu sehat kembali.

Yang termasuk orang sakit dalam hal ini ialah segala orang yang wajib berpuasa, tetapi kalau ibadah puasa itu dilaksanakannya, maka dia akan mendapat bahaya yang mengancam keselamatan hidupnya. Tentang ini setiap orang boleh memikirkan sendiri apakah dia akan berpuasa besok hari ataukah akan menundanya sampai hari-hari berikutnya diluar Ramadhan. Namun puasa itu tetap menjai keajiban yang harus dilaksanakannya sejumlah hari-hari yang terkandung dalam bulan Ramadhan.

Karena itu penilaian tentang sakit seseorang tergantung pada orang itu sendiri atas keinsyafannya tentang hidup dan agama. Tiada seorangpun yang dapat memaksa orang lain agar berpuasa menurut peraturan sepenuhnya jika orang itu tidak hendak melakukan ibadah itu. 

Dalam hal inilah berlakunya ketentuan Allah pada ayat 2/256 bahwa tiada pemaksaan dalam agama. Setiap diri boleh mengelak atau mematuhi hukum yang diturunkan Allah, 76/3, tetapi ingatlah akibat dan pertanggungan jawaban yang nanti harus dipikul sendiri.

Sementara itu orang-orang yang sengaja berusaha berpuasa padahal sudah tua dan lemah, atau orang yang menurut pertimbangannya  tak mungkin sembuh dari sakit untuk berpuasa yang ditinggallannya, boleh menggantinya dengan memberi makan seorang miskin bagi setiap hari puasa yang ditinggalkannya. Namun dalam hal ini juga sangat diperlukan keimanan dan keinsyafan orang itu terhadap agamanya.

2. Orang-orang yang dalam beban berat, seperlunya telah kita bicarakan pada soal no. 97 dalam hal yang menyangkut dengan persyratan Shalat, begitu pula pada soal no. 82 tentang istilah 'LAA SAFARIN yang berarti "dalam beban berat."

Maka orang-orang yang tergolong berbeban berat menurut ayat 2/184 dan 2/185 ialah :

a. Orang-orang yang sudah tua lemah, harus mengganti puasanya yang tertinggal dengan hari-hari di luar bulan Ramadhan bilamana mereka merasa telah kuat kembali. Tetapi jika mereka tetap lemah, tak kuat melakukan puasanya, hendaklah membayar ganti dengan memberi makan seorang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya.

b. Orang-orang yang bekerja berat seperti dalam tambang dan sebagainya. Orang-orang ini harus mengganti puasa yang ditinggalkannya dengan hari- hari di luar Ramadhan bilamana mereka berkesempatan. Semisalnya kesempatan bagi mereka tidak ada untuk berpuasa berkelanjutan, maka mereka hendaklah membayar ganti dengan memberi makan seorang miskin setiap hari puasa yang ditinggalkannya.

c. Orang-orang yang sedang bertugas di medan peraag. Orang-orang itu harus mengganti puasa yang ditinggalkannya dengan hari-hari di luar Ramadhan bilamana mereka kembali dengan selamat. Semisalnya mereka gugur di medan perang, maka mereka dibebaskan dari kewajiban berpuasa yang ditinggalkannya, dan bilamana mereka kembali dengan penderitaan, maka mereka harus mengganti puasa yang ditinggalkannya sesudah sehat kembali, sedangkan yang memang kembali dalam keadaan sehat tentulah menunaikan tugas puasanya yang tertinggal.

d. Perempuan-perempuan yang sedang hamil tua, yang baru saja melahirkan atau yang menyusukan bayi, harus mengganti puasanya di luar Ramadhan sejumlah hari yang ditinggalkannya yaitu sesudah mereka menyelesaikan tugas beratnya.

e. Perempuan-perempuan yang sedang dalam keadaan haid. Perempuan-perempuan ini harus mengganti puasa yang ditinggalkannya dengan hari-hari diluar Ramadhan sebanyak jumlah hari puasa yang ditinggalkannya sesudah bersih dari haid.

Ingatlah bahwa :

f. Orang-orang yang tersebut pada sub a, b, dan c diatas ini memang tak berkesanggsupan melaksanakan ibadah puasa sesudah dengan keadaan dan tugas hidup masing-masing, tetapi mereka wajib melaksanakan tugas Shalat yang lima kali sehari. Begitu pula perempuan-perempuan yang sedang hamil tua. Dalam hal inilah dikatakan pada ayat 2/185 bahwa Allah tidak menginginkan kesulitan tetapi kelapangan.

g. Orang-orang yang tersebut pada sub e diatas tadi memang tidak pantas melakukan ibadah puasa begitupun melaksanakan Shalat lima kali sehari karena mereka dalam keadaankotor.

h. Orang-orang miskin diwajibkan berpuasa dalam bulan Ramadhan jika mereka tidak termasuk orang-orang yang tersebut pada sub a s/d e diatas tadi. Tugas berpuasa bagi orang-orang miskin adalah untuk kesatuan aksi dalam masyarakat Islam dan kebaikan dirinya sendiri,walaupun mereka telah biasa menahan lapar. Namun selama bulan Ramadhan, mereka mendapat jaminan hidup dari orang-orang  yang membayar fidyah (ganti puasa) pada sub a dan  b diatas tadi, begitupun dari Baitul Maal.

Bahkan sebaliknya, orang-orang miskin takkan ada dalam masyarakat Islam  yang sesungguhnya melaksanakan hukum tercantum dalam Alquram.

Itulah orang-orang yang dalam keadaan berbeban berat dengan istilah 'ALAA SAFARIN tercantum pada ayat 2/184 dan 2/185 mengenai ibadah puasa, dan pada ayat 4/43 dan 5/6 mengenai ibadah Shalat. Karena itulah kita tak pernah mendapatkan ayat Alquran lain yang menyatakan perempuan haid dan yang baru melahirkan bayi tidak boleh melakukan puasa pada bulan Ramadhan.

HAJAR ASWAD

hajar-aswad.png

Sinyalemen lain yang terkandung pada Ayat 22/26 itu ialah hahwa manusia ramai termasuk Ibrahim sendiri tidak mengetahui tempat Rumah pertama di Bumi, karenanya sengaja ALLAH memberikan tanda di mana Ka'bah harus didirikan yaitu tepat di tempat Rumah pertama dulunya. Hal ini tentunya dengan memberikan tanda khusus yaitu mengirim sebuah batu meteor yang jatuh tepat di tempat dimaksud, maka kini meteor itu dinamakan orang dengan Hajar Aswad atau Batu Hitam yang sebagian sisinya tampak menonjol ke luar dinding Ka'bah.

Tampaknya sisi Hajar Aswad di dinding Ka'bah demikian sengaja pula ditempatkan Ibrahim dengan maksud agar manusia ramai tidak menuduhnya berbuat semaunya mendirikan Ka'bah di sembarang tempat, tetapi tepat di tempat yang telah ditentukan ALLAH. Jadi bukanlah Hajar Aswad itu untuk diciumi orang-orang yang melaksanakan tawaf karena Hajar Aswad itu adalah meteor bersamaan dengan meteor-meteor yang sering berjatuhan di permukaan Bumi, planet-planet lain, dan yang langsung jatuh pada Surya, begitupun yang banyak berjatuhan di permukaan Bulan hingga satelit itu berbentuk bopeng berkawah-kawah. Kini banyak sekali anggota jemaah Hajji yang ikut menciumi Hajar Aswad, namun perbuatan itu tidaklah berdosa selagi tidak mendatangkan bencana dan terutama selagi perbuatan itu tidak menjuruskan orang kepada menserikatkan ALLAH.

Tetapi adakah faedah bagi orang yang sempat menciumi Hajar Aswad itu? Ditinjau dari segi hukum, kita tidak pernah mengetahui adanya perintah yang menyebabkan orang berbuat demikian. Dari segi kepercayaan mungkin seseorang mendapat faedah menciuminya dengan keterangan bahwa orang akan semakin cinta pada ALLAH dan semakin berhasrat menunaikan ibadah Hajji serta tawaf dan Shalat keliling Ka'bah dalam lingkungan Masjidil Haraam, namun kerugian yang mungkin timbul dihasilkan perbuatan itu adalah lebih banyak, antara lain sebagai berikut.

g. Banyaknya orang yang menciumi Hajar Aswad tersebut dapat menimbulkan gejala syirik dalam jiwa jemaah Hajji, ditakuti terdapatnya dugaan perasaan bahwa sewaktu menciuminya seolah-olah menciumi ALLAH sendiri karena memang diketahui bahwa Ka'bah itu juga dinamakan orang dengan Rumah ALLAH, dan ini dinyatakan pula dalam Ayat 2/125 dan 22/26 dengan istilah Baitii yang artinya Rumah-KU, juga pada Ayat 14/37.

h. Banyaknya kejadian kecelakaan atau kerusuhan sewaktu orang berdesak-desak hendak menciumi Hajar Aswad itu, hingga sering didengar adanya orang yang patah kaki atau tulang badannya luka-luka, bengkak dan benjol-benjol pada kulitnya. Semua ini nyata bertantangan dengan maksud bermula, bahkan merusak Ukhuwah Islamiah di antara orang-orang yang bensangkutan.

i. Banyaknya macam ragam manusia yang menciumi, mungkin obyek tersebut sempat menjadi media penyakit menular melalui pernafasan yang walaupun lebih dulu dibumbui dengan berbagai harum-haruman.

Namun semua yang menciumi Hajar Aswad tersebut sebenarnya telah terbawa oleh tradisi yang berlaku semenjak ratusan tahun belakangan ini, demikian pula terjemahan para penterjemah Ayat 22/27 yang artinya telah kita kutipkan di atas tadi. Mereka nyata telah dibawa oleh tradisi dalam terjemahannya, hingga maksud Ayat Suci itu kira-kira hanya berlaku buat 1.000 tahun yang lampau saja.
hlm: 18-19

Over View

PERTUMBUHAN ILMU-ILMU ISLAM DI MADRASAH

(Nana Masrur) Kompetensi Dasar : Mampu Menguraikan Pertumbuhan Ilmu-Ilmu Islam di Madrasah Indikator : Madrasah dan Perkemb...